Keajaiban Doa Ibu! Prajurit dari Keluarga Sederhana Ini Sukses Jadi Jenderal Kopassus
Rabu, 22 Desember 2021 - 05:32 WIB
“Dia juga tidak tahu kalau dalam kapal orang bisa menghadap ke arah yang tidak selalu sama denan arah jalannya kapal,” katanya.
Alasan lain, sang ayah kurang cocok jika subagyo masuk TNI AL karena kalau dibutuhkan sewaktu-waktu akan lama pulangnya, lantaran naik kapal laut lebih lama.
Alasan itu membuat Subagyo banting setir. Dia mendaftar Akabri Udara (AAU) dan Akabri Darat (Akmil). Namun karena final test bersamaan, dia harus memilih. Subagyo kemudian memutuskan untuk masuk Akabri Darat.
Doa Ibunda
Flashback ke masa lampau, Subagyo ingat ucapan sang ibunda. Suatu ketika ibunya ke pasar, Subagyo kecil bermain bersama temannya di kursi rotan reot. Ketika temannya ingin merasakan kursi yang sama, Subagyo malah mencari alat untuk merobek kursi rotan satunya lagi yang masih dalam kondisi bagus.
Alhasil, kursi rotan itu pun jadi rusak sehingga bentuknya sama reot dengan kursi yang didudukinya. Betapa terkejutnya Sukiyah sepulang dari pasar melihat kursi rotan bagus telah jebol. Spontan dia berujar.
“Mugo-mugo Le kowe mengko dadi jenderal (Mudah-mudahan Nak, nanti kamu menjadi jenderal,” kata Bagyo, menirukan ucapan sang ibu, yang sesungguhnya merupakan ekspresi kekesalan. Tapi hebatnya sang ibu yang masygul itu tidak marah, tapi justru berujar dengan kalimat yang sangat baik.
Laksana bertuah, ucapan yang meluncur begitu saja itu menjadi kenyataan. Sekitar 49 tahun kemudian, tepatnya pada Februari 1998, Subagyo menjadi jenderal bintang empat.
Tidak hanya itu keberkahan yang diterima. Pada 1996 saat usianya 50 tahun, Bimo dari Piyungan ini mendapat ‘warisan’ bekas rumah Jenderal Sudirman di Kota Baru, Yogyakarta. Rumah itu hibah dari adik tiri Presiden Soeharto, Probosutedjo, kepadanya yang saat itu masih menjabat Pangdam IV/Diponegoro dan berpangkat mayjen.
Tak dimungkiri, perjalanan karier Subagyo sebagai tentara sungguh cemerlang. Serdadu Kopassandha (kini Kopassus) itu merasakan asam garam penugasan, baik di medan tempur maupun operasi lainnya.
Alasan lain, sang ayah kurang cocok jika subagyo masuk TNI AL karena kalau dibutuhkan sewaktu-waktu akan lama pulangnya, lantaran naik kapal laut lebih lama.
Alasan itu membuat Subagyo banting setir. Dia mendaftar Akabri Udara (AAU) dan Akabri Darat (Akmil). Namun karena final test bersamaan, dia harus memilih. Subagyo kemudian memutuskan untuk masuk Akabri Darat.
Doa Ibunda
Flashback ke masa lampau, Subagyo ingat ucapan sang ibunda. Suatu ketika ibunya ke pasar, Subagyo kecil bermain bersama temannya di kursi rotan reot. Ketika temannya ingin merasakan kursi yang sama, Subagyo malah mencari alat untuk merobek kursi rotan satunya lagi yang masih dalam kondisi bagus.
Alhasil, kursi rotan itu pun jadi rusak sehingga bentuknya sama reot dengan kursi yang didudukinya. Betapa terkejutnya Sukiyah sepulang dari pasar melihat kursi rotan bagus telah jebol. Spontan dia berujar.
“Mugo-mugo Le kowe mengko dadi jenderal (Mudah-mudahan Nak, nanti kamu menjadi jenderal,” kata Bagyo, menirukan ucapan sang ibu, yang sesungguhnya merupakan ekspresi kekesalan. Tapi hebatnya sang ibu yang masygul itu tidak marah, tapi justru berujar dengan kalimat yang sangat baik.
Laksana bertuah, ucapan yang meluncur begitu saja itu menjadi kenyataan. Sekitar 49 tahun kemudian, tepatnya pada Februari 1998, Subagyo menjadi jenderal bintang empat.
Tidak hanya itu keberkahan yang diterima. Pada 1996 saat usianya 50 tahun, Bimo dari Piyungan ini mendapat ‘warisan’ bekas rumah Jenderal Sudirman di Kota Baru, Yogyakarta. Rumah itu hibah dari adik tiri Presiden Soeharto, Probosutedjo, kepadanya yang saat itu masih menjabat Pangdam IV/Diponegoro dan berpangkat mayjen.
Tak dimungkiri, perjalanan karier Subagyo sebagai tentara sungguh cemerlang. Serdadu Kopassandha (kini Kopassus) itu merasakan asam garam penugasan, baik di medan tempur maupun operasi lainnya.
tulis komentar anda