Keajaiban Doa Ibu! Prajurit dari Keluarga Sederhana Ini Sukses Jadi Jenderal Kopassus

Rabu, 22 Desember 2021 - 05:32 WIB
loading...
Keajaiban Doa Ibu! Prajurit...
Perjalanan hidup dan kesuksesan karier Jenderal TNI (Purn) Subagyo Hadisiswoyo tak lepas dari doa tulus dari kedua orang tua. Foto: Twitter@subagyo hs
A A A
JAKARTA - Ucapan seorang ibu berpuluh tahun silam menjadi doa yang terwujud. Tak dinyana, sepenggal kalimat telah mengantarkan sang anak menjadi jenderal TNI cukup yang disegani. Seorang perwira tinggi bersahaja yang pernah menjabat Danjen Kopassus , kemudian KSAD.

Sang putera tersebut adalah Jenderal TNI (Purn) Subagyo Hadisiswoyo. Tentara berkumis lebat yang dijuluki Bima itu mengenang perjalanan hidup dan kesuksesan kariernya tak lepas dari doa tulus dari kedua orang tua, yakni pasanan Yakub Hadisiswoyo dan Sukiyah.



Lahir pada 12 Juni 1946 di Desa Piyungan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Subagyo memutuskan untuk masuk Akabri selepas dari bangku sekolah menengah atas. Keputusannya itu ternyata didasari alasan sangat sederhana.

Pertama, masuk sekolah tentara tidak perlu membayar dan justru mendapat uang saku. Kedua, setelah lulus bisa langsung bekerja. Ketika awal tes awal Akabri, Subagyo mengaku ingin mengabdi pada bangsa dan negara melalui ABRI saat ditanya alasan mendaftar. Padahal sesunggunya tidak demikian.

“Pikiran saya dulu, kalau jadi tentara akan terlihat lebih gagah. Sederhana sekali memang. Tapi karena saya orang desa, pemikirannya memang demikian,” kata Subagyo dalam buku ‘Subagyo HS KASAD dari Piyungan’ karya Carmelita Sukmawati, dikutip Rabu (22/12/2021).

Anak ketiga dari lima bersaudara ini mengisahkan, masuk Akabri juga atas dorongan sang ayah. Tidak banyak orang tahu, semula Subagyo mendaftar Akabri Laut (kini Akademi Angkatan Laut) di Surabaya. Namun, sang ayah kurang berkenan. Kenapa?



Yakub Hadisiswoyo ternyata khawatir apabila suatu saat diterima jadi anggota TNI AL, Subagyo tidak dapat sholat menghadap kiblat ketika sedang dinas di atas kapal laut. Tentu saja ketika itu sang ayah belum mengerti tentang adanya kompas, alat navigasi, yang dapat menunjukkan arah mata angin di mana pun.

“Dia juga tidak tahu kalau dalam kapal orang bisa menghadap ke arah yang tidak selalu sama denan arah jalannya kapal,” katanya.

Alasan lain, sang ayah kurang cocok jika subagyo masuk TNI AL karena kalau dibutuhkan sewaktu-waktu akan lama pulangnya, lantaran naik kapal laut lebih lama.

Alasan itu membuat Subagyo banting setir. Dia mendaftar Akabri Udara (AAU) dan Akabri Darat (Akmil). Namun karena final test bersamaan, dia harus memilih. Subagyo kemudian memutuskan untuk masuk Akabri Darat.

Doa Ibunda
Flashback ke masa lampau, Subagyo ingat ucapan sang ibunda. Suatu ketika ibunya ke pasar, Subagyo kecil bermain bersama temannya di kursi rotan reot. Ketika temannya ingin merasakan kursi yang sama, Subagyo malah mencari alat untuk merobek kursi rotan satunya lagi yang masih dalam kondisi bagus.

Alhasil, kursi rotan itu pun jadi rusak sehingga bentuknya sama reot dengan kursi yang didudukinya. Betapa terkejutnya Sukiyah sepulang dari pasar melihat kursi rotan bagus telah jebol. Spontan dia berujar.

“Mugo-mugo Le kowe mengko dadi jenderal (Mudah-mudahan Nak, nanti kamu menjadi jenderal,” kata Bagyo, menirukan ucapan sang ibu, yang sesungguhnya merupakan ekspresi kekesalan. Tapi hebatnya sang ibu yang masygul itu tidak marah, tapi justru berujar dengan kalimat yang sangat baik.

Laksana bertuah, ucapan yang meluncur begitu saja itu menjadi kenyataan. Sekitar 49 tahun kemudian, tepatnya pada Februari 1998, Subagyo menjadi jenderal bintang empat.

Tidak hanya itu keberkahan yang diterima. Pada 1996 saat usianya 50 tahun, Bimo dari Piyungan ini mendapat ‘warisan’ bekas rumah Jenderal Sudirman di Kota Baru, Yogyakarta. Rumah itu hibah dari adik tiri Presiden Soeharto, Probosutedjo, kepadanya yang saat itu masih menjabat Pangdam IV/Diponegoro dan berpangkat mayjen.

Tak dimungkiri, perjalanan karier Subagyo sebagai tentara sungguh cemerlang. Serdadu Kopassandha (kini Kopassus) itu merasakan asam garam penugasan, baik di medan tempur maupun operasi lainnya.

Paling spektakuler yakni membebaskan sandera saat terjadi pembajakan pesawat Garuda DC-9 di Bandara Don Muang, Bangkok, Thailand. Operasi senyap dan kilat itu sukses luar biasa. Keberhasilan menyelamatkan seluruh sandera menjadikan Kopassus diakui dunia. Tim yang dipimpin Letkol Inf Sintong Panjaitan itu pun mendapatkan ganjaran atas prestasinya.

“Di antara mereka yang naik pangkat luar biasa adalah Sintong dan Letkol Inf Subagyo HS. Mereka juga mendapat penghargaan Bintang Sakti,” kata mendiang Panglima ABRI Jenderal TNI M Jusuf, dalam buku “Jenderal M Jusuf: Panglima Para Prajurit’.

Sinar terang perjalanan Subagyo juga mengantarkannya sebagai Danjen Kopassus (1994-1995). Hanya setahun menjabat orang nomor satu di pasukan elite itu, dia dipromosikan sebagai Pangdam IV/Diponegoro (1995-1997). Pada pertengahan Juni 1997, kabar lain datang. Tentara dari Piyungan ini ditunjuk sebagai wakil KSAD.

Subagyo mencapai puncak karier di kemiliteran pada 16 Februari 1998. Bertempat di Istana Negara, Jakarta, lulusan Akabri 1970 tersebut dilantik Presiden Soeharto sebagai KSAD. Dia menggantikan Jenderal TNI Wiranto, dan memimpin pada periode 1998-1999.
(thm)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1411 seconds (0.1#10.140)