Muktamar NU dan Kisah Gus Dur Diam-diam Temui Syekh Minangkabau di Arab Saudi
Rabu, 22 Desember 2021 - 05:15 WIB
Menemui Syekh Minangkabau di Saudi
Sebelum Muktamar NU 1989 dihelat, Gus Dur lebih sering mengunjungi pesantren-pesantren. Bahkan, kata Greg, beberapa bulan ketika Gus Dur baru saja terpilih sebagai Ketua Umum PBNU, cucu Hadaratussyaikh Hasyim Asyari ini telah membiasakan untuk teratur berkunjung ke Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta cabang-cabang Nahdlatul Ulama di Sumatera Selatan hingga Bali.
Hari-hari terakhir jelang berlangsungnya muktamar, Gus Dur diam-diam pergi ke Makkah, Arab Saudi. Menurut pengamatan Bruinessen, seperti dikabarkan oleh media massa, Gus Dur menyempatkan untuk sowan (berkunjung) ke ulama besar kelahiran Sumatera Barat, yaitu Syekh Yasin bin Muhammad Isa al-Fadani atau akrab disebut Syekh Minangkabau.
Greg menjelaskan, ketika Gus Dur berbicara di arena muktamar, dia tidak menyinggung kunjungannya itu. Dia juga tak merasa perlu memperkuat kesan bahwa Syekh Yasin telah merestuinya untuk jabatan kedua. Terlebih, media massa juga telah ramai memberitakan kunjungannya ke Saudi itu.
Dibuka Soeharto
Muktamar NU di Krapyak meninggalkan cerita tersendiri. Kendati menjelang November itu hubungan Gus Dur dan Presiden Soeharto kembali renggang, tetapi penguasa Cendana agaknya masih membutuhkan dukungan Nahdlatul Ulama. Hal itu dibuktikan dengan kehadiran Soeharto untuk membuka Muktamar NU di Yogyakarta.
Soeharto tidak sendiri. Menurut Greg, turut hadir Mendagri Rudini, Sesneg Moerdiono, Menhan Benny Moerdan, dan Panglima ABRI Try Soetrisno. Semuanya menyampaikan pidato panjang.
Buku ‘Jejak Langkah Pak Harto 21 Maret 1988 -11 Maret 1993’ menyebutkan, Seoharto dalam pidatonya menekankan penguasaan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi perlu dilandasi dan diimbangi dengan moral dan idealisme yang luhur. Seperti segi-segi keagamaan dan kepercayaan, etik dan budaya, segi-segi kemanusiaan, solidaritas sosial, dan segi-segi lainnya.
Pidato Try Soetrisno juga menyita perhatian. Sebagai seorang muslim santri, jenderal dari Korps Zeni itu tidak mengecewakan karena pidatonya ditaburi ungkapan-ungkapan Arab dan kutipan ayat-ayat Alquran dan hadits.
“Ketika Try selesai pidato, hadirin spontan melantunkan Salawat Badar,” kata Greg.
Sebelum Muktamar NU 1989 dihelat, Gus Dur lebih sering mengunjungi pesantren-pesantren. Bahkan, kata Greg, beberapa bulan ketika Gus Dur baru saja terpilih sebagai Ketua Umum PBNU, cucu Hadaratussyaikh Hasyim Asyari ini telah membiasakan untuk teratur berkunjung ke Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta cabang-cabang Nahdlatul Ulama di Sumatera Selatan hingga Bali.
Hari-hari terakhir jelang berlangsungnya muktamar, Gus Dur diam-diam pergi ke Makkah, Arab Saudi. Menurut pengamatan Bruinessen, seperti dikabarkan oleh media massa, Gus Dur menyempatkan untuk sowan (berkunjung) ke ulama besar kelahiran Sumatera Barat, yaitu Syekh Yasin bin Muhammad Isa al-Fadani atau akrab disebut Syekh Minangkabau.
Greg menjelaskan, ketika Gus Dur berbicara di arena muktamar, dia tidak menyinggung kunjungannya itu. Dia juga tak merasa perlu memperkuat kesan bahwa Syekh Yasin telah merestuinya untuk jabatan kedua. Terlebih, media massa juga telah ramai memberitakan kunjungannya ke Saudi itu.
Dibuka Soeharto
Muktamar NU di Krapyak meninggalkan cerita tersendiri. Kendati menjelang November itu hubungan Gus Dur dan Presiden Soeharto kembali renggang, tetapi penguasa Cendana agaknya masih membutuhkan dukungan Nahdlatul Ulama. Hal itu dibuktikan dengan kehadiran Soeharto untuk membuka Muktamar NU di Yogyakarta.
Soeharto tidak sendiri. Menurut Greg, turut hadir Mendagri Rudini, Sesneg Moerdiono, Menhan Benny Moerdan, dan Panglima ABRI Try Soetrisno. Semuanya menyampaikan pidato panjang.
Buku ‘Jejak Langkah Pak Harto 21 Maret 1988 -11 Maret 1993’ menyebutkan, Seoharto dalam pidatonya menekankan penguasaan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi perlu dilandasi dan diimbangi dengan moral dan idealisme yang luhur. Seperti segi-segi keagamaan dan kepercayaan, etik dan budaya, segi-segi kemanusiaan, solidaritas sosial, dan segi-segi lainnya.
Pidato Try Soetrisno juga menyita perhatian. Sebagai seorang muslim santri, jenderal dari Korps Zeni itu tidak mengecewakan karena pidatonya ditaburi ungkapan-ungkapan Arab dan kutipan ayat-ayat Alquran dan hadits.
“Ketika Try selesai pidato, hadirin spontan melantunkan Salawat Badar,” kata Greg.
tulis komentar anda