Pendekatan Yurisdiksi Kunci Mewujudkan Kesejahteraan di Daerah

Minggu, 19 Desember 2021 - 21:12 WIB
Agus mengatakan, perusahaan berbasis komoditas dan barang konsumsi telah mencoba mengurangi deforestasi, bahkan menetapkan target deforestasi. Saat ini, sebagian besar inisiatif investasi swasta yang berbasis proyek atau konsesi masih berskala kecil. Di mana, pemantauan kinerja pengurangan deforestasi dianggap cukup sederhana dan risikonya dapat dikelola. "Karena investor biasanya terlibat langsung dengan badan usaha," katanya.

Baca juga: Percepat Kesejahteraan Rakyat, HT Ingin Perindo Miliki Banyak Anggota Legislatif di 2024



Namun, menurut Agus, penanganan skala kecil memiliki kelemahan seperti kebocoran informasi dan peningkatan deforestasi di luar konsesi. Maka dari itu, pendekatan yurisdiksi diformulasikan untuk mengatasi masalah tersebut. Berdasarkan definisinya, yurisdiksi diartikan sebagai lanskap yang secara geografis ditentukan oleh politik atau batas-batas administratif, termasuk negara, negara bagian atau provinsi, dan kabupaten atau kota.

Juridical action menjadi daya tarik bagi sektor swasta untuk berinvestasi dengan nyaman. Selain itu memungkinkan adanya penghitungan emisi karbon di cakupan sub-nasional yang masih merupakan tantangan.

"Untuk menghentikan deforestasi dalam skala besar, upaya di sektor komoditas yang secara tradisional menangani deforestasi, baik di dalam perusahaan atau di seluruh rantai pasokan telah bergeser ke keberlanjutan yurisdiksi yang menangani seluruh area sumber," kata Agus.

Dengan ekosistem yang sudah berjalan untuk mendorong pendekatan Yurisdiksi, kata Agus, diperlukan pelibatan sektor finansial atau investasi untuk mengakselerasi upaya di skala yang lebih besar agar capaian pemerintah lebih besar.

"Melalui studi Investment Case of Jurisdictional Approach, kita lihat elemen investasi penting untuk mendorong ekosistem yang sudah ada yang dulu terbatas pada project-based atau concession-based. Dan, untuk mengakselerasi investasi tersebut agar lancar diperlukan kebijakan, strategi, peta jalan, dan peraturan yang tepat serta kesiapan semua pemangku kepentingan harus terencana. Koordinasi antar sektor dan skala yurisdiksi diperlukan untuk merencanakan dan mengelola investasi yurisdiksi secara kolaboratif" ujar Agus.

Pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan di negara berkembang yang dikenal dengan singkatan REDD+, telah dimasukkan ke dalam perjanjian internasional di bawah United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) sejak Konferensi Ketiga Belas Para Pihak (COP13) di Bali, Indonesia, pada tahun 2007.

Sejak saat itu, REDD+ telah diimplementasikan di Indonesia dalam berbagai bentuk. Sektor swasta mengambil rute kegiatan demonstrasi yang berbasis proyek dan konsesi.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More