Korupsi Bakamla, Dirut PT CMI Teknologi Didakwa Perkaya Diri Rp60,329 Miliar
Senin, 08 Juni 2020 - 17:16 WIB
JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK mendakwa Direktur Utama sekaligus pemilik PT Compact Microwave Indonesia Teknologi (CMI Teknologi) Rahardjo Pratjihno telah memperkaya diri sebanyak Rp60,329 miliar dan merugikan negara sebesar Rp63,8 miliar dalam proyek pengadaan Backbone Coastal Surveillance System (BCSS) Bakamla.
Surat dakwaan nomor: 37/TUT.01.04/24/05/2020 atas nama Rahardjo Pratjihno disusun oleh JPU dipimpin Kresno Anto Wibowo dan Trimulyono Hendradi dengan anggota Feby Dwiyandospendi, Moch Takdir Suhan, dan Tonny F Pangaribuan. (Baca juga: Kasus Suap Bakamla, KPK Beri Sinyal Panggil Kembali Para Saksi)
JPU Feby Dwiyandospendi membeberkan, terdakwa Rahardjo Pratjihno selaku Direktur Utama PT Compact Microwave Indonesia Teknologi (CMI Teknologi) telah melakukan perbuatan pidana bersama-sama dengan Bambang Udoyo selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla RI), Leni Marlena selaku Ketua Unit Layanan Pengadaan (ULP) Bakamla dan Juli Amar Ma’ruf selaku Anggota (Koordinator) ULP Bakamla kurun Maret 2016 hingga Desember 2016 di sejumlah tempat.
Rahardjo telah melakukan perbuatan secara melawan hukum dengan melanggar ketentuan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah dan perubahan terakhir dengan Perpres Nomor 4 Tahun 2015 dalam pengadaan Backbone Coastal Surveillance System (BCCS) yang terintegrasi dengan Bakamla Integrated Information System (BIIS) tahun anggaran (TA) 2016. (Baca juga: KPK Tahan Dirut PT CMI Teknologi Terkait Proyek Bakamla)
"Yaitu memperkaya terdakwa (Rahardjo Pratjihno) selaku pemilik PT CMI Teknologi sebesar Rp60.329.008.006,92 dan memperkaya Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi sebesar Rp3,5 miliar," tegas JPU Feby saat membacakan surat dakwaan atas nama Rahardjo di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (8/6/2020).
Berdasarkan data pemberitaan SINDOnews, Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi alias Fahmi Onta alias Ali Onta pernah menjabat sebagai Narasumber Bidang Perencanaan dan Anggaran Kepala Bakamla Laksamana Madya TNI Arie Soedewo saat itu. Posisi ini dijabat Ali kurun 2016 hingga 2018. Ali juga merupakan Direktur Utama PT Viva Kreasi Investindo.
JPU Feby melanjutkan, nilai kerugian negara sejumlah Rp63.829.008.006,92 sebagaimana tercantum di laporan hasil audit dalam rangka penghitungan kerugian keuangan negara atas kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan BCSS yang terintegrasi dengan BIIS pada Bakamla Tahun Anggaran 2016 yang dibuat oleh Tim Auditor Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Laporan tersebut juga disertai dengan Surat Pengantar dari Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi Nomor SR-804/D5/02/2019 tertanggal 16 Desember 2019.
Dia mengungkapkan, akibat korupsi yang terjadi pun BCCS yang diadakan oleh PT CMI Teknologi pada akhirnya tidak dapat dipergunakan sesuai tujuan yang diharapkan karena kualitas sistemnya belum berfungsi dengan baik. Hal ini sebagaimana tertuang dalam laporan hasil pemeriksaan fisik atas pengadaan BCSS yang terintegrasi dengan BIIS pada Bakamla TA 2016 yang dilakukan oleh Tim Ahli Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya tertanggal 29 Oktober 2019.
"Yang pada bagian kesimpulan pada pokoknya menyatakan bahwa meskipun semua Bill of Material yang telah dijanjikan dalam kontrak dapat dipenuhi oleh kontraktor namun secara fungsi tidak dapat didemonstrasikan dengan baik sesuai dengan yang direncanakan," paparnya.
Surat dakwaan nomor: 37/TUT.01.04/24/05/2020 atas nama Rahardjo Pratjihno disusun oleh JPU dipimpin Kresno Anto Wibowo dan Trimulyono Hendradi dengan anggota Feby Dwiyandospendi, Moch Takdir Suhan, dan Tonny F Pangaribuan. (Baca juga: Kasus Suap Bakamla, KPK Beri Sinyal Panggil Kembali Para Saksi)
JPU Feby Dwiyandospendi membeberkan, terdakwa Rahardjo Pratjihno selaku Direktur Utama PT Compact Microwave Indonesia Teknologi (CMI Teknologi) telah melakukan perbuatan pidana bersama-sama dengan Bambang Udoyo selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla RI), Leni Marlena selaku Ketua Unit Layanan Pengadaan (ULP) Bakamla dan Juli Amar Ma’ruf selaku Anggota (Koordinator) ULP Bakamla kurun Maret 2016 hingga Desember 2016 di sejumlah tempat.
Rahardjo telah melakukan perbuatan secara melawan hukum dengan melanggar ketentuan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah dan perubahan terakhir dengan Perpres Nomor 4 Tahun 2015 dalam pengadaan Backbone Coastal Surveillance System (BCCS) yang terintegrasi dengan Bakamla Integrated Information System (BIIS) tahun anggaran (TA) 2016. (Baca juga: KPK Tahan Dirut PT CMI Teknologi Terkait Proyek Bakamla)
"Yaitu memperkaya terdakwa (Rahardjo Pratjihno) selaku pemilik PT CMI Teknologi sebesar Rp60.329.008.006,92 dan memperkaya Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi sebesar Rp3,5 miliar," tegas JPU Feby saat membacakan surat dakwaan atas nama Rahardjo di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (8/6/2020).
Berdasarkan data pemberitaan SINDOnews, Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi alias Fahmi Onta alias Ali Onta pernah menjabat sebagai Narasumber Bidang Perencanaan dan Anggaran Kepala Bakamla Laksamana Madya TNI Arie Soedewo saat itu. Posisi ini dijabat Ali kurun 2016 hingga 2018. Ali juga merupakan Direktur Utama PT Viva Kreasi Investindo.
JPU Feby melanjutkan, nilai kerugian negara sejumlah Rp63.829.008.006,92 sebagaimana tercantum di laporan hasil audit dalam rangka penghitungan kerugian keuangan negara atas kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan BCSS yang terintegrasi dengan BIIS pada Bakamla Tahun Anggaran 2016 yang dibuat oleh Tim Auditor Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Laporan tersebut juga disertai dengan Surat Pengantar dari Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi Nomor SR-804/D5/02/2019 tertanggal 16 Desember 2019.
Dia mengungkapkan, akibat korupsi yang terjadi pun BCCS yang diadakan oleh PT CMI Teknologi pada akhirnya tidak dapat dipergunakan sesuai tujuan yang diharapkan karena kualitas sistemnya belum berfungsi dengan baik. Hal ini sebagaimana tertuang dalam laporan hasil pemeriksaan fisik atas pengadaan BCSS yang terintegrasi dengan BIIS pada Bakamla TA 2016 yang dilakukan oleh Tim Ahli Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya tertanggal 29 Oktober 2019.
"Yang pada bagian kesimpulan pada pokoknya menyatakan bahwa meskipun semua Bill of Material yang telah dijanjikan dalam kontrak dapat dipenuhi oleh kontraktor namun secara fungsi tidak dapat didemonstrasikan dengan baik sesuai dengan yang direncanakan," paparnya.
tulis komentar anda