Korupsi Bakamla, Dirut PT CMI Teknologi Didakwa Perkaya Diri Rp60,329 Miliar
loading...
A
A
A
JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK mendakwa Direktur Utama sekaligus pemilik PT Compact Microwave Indonesia Teknologi (CMI Teknologi) Rahardjo Pratjihno telah memperkaya diri sebanyak Rp60,329 miliar dan merugikan negara sebesar Rp63,8 miliar dalam proyek pengadaan Backbone Coastal Surveillance System (BCSS) Bakamla.
Surat dakwaan nomor: 37/TUT.01.04/24/05/2020 atas nama Rahardjo Pratjihno disusun oleh JPU dipimpin Kresno Anto Wibowo dan Trimulyono Hendradi dengan anggota Feby Dwiyandospendi, Moch Takdir Suhan, dan Tonny F Pangaribuan. (Baca juga: Kasus Suap Bakamla, KPK Beri Sinyal Panggil Kembali Para Saksi)
JPU Feby Dwiyandospendi membeberkan, terdakwa Rahardjo Pratjihno selaku Direktur Utama PT Compact Microwave Indonesia Teknologi (CMI Teknologi) telah melakukan perbuatan pidana bersama-sama dengan Bambang Udoyo selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla RI), Leni Marlena selaku Ketua Unit Layanan Pengadaan (ULP) Bakamla dan Juli Amar Ma’ruf selaku Anggota (Koordinator) ULP Bakamla kurun Maret 2016 hingga Desember 2016 di sejumlah tempat.
Rahardjo telah melakukan perbuatan secara melawan hukum dengan melanggar ketentuan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah dan perubahan terakhir dengan Perpres Nomor 4 Tahun 2015 dalam pengadaan Backbone Coastal Surveillance System (BCCS) yang terintegrasi dengan Bakamla Integrated Information System (BIIS) tahun anggaran (TA) 2016. (Baca juga: KPK Tahan Dirut PT CMI Teknologi Terkait Proyek Bakamla)
"Yaitu memperkaya terdakwa (Rahardjo Pratjihno) selaku pemilik PT CMI Teknologi sebesar Rp60.329.008.006,92 dan memperkaya Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi sebesar Rp3,5 miliar," tegas JPU Feby saat membacakan surat dakwaan atas nama Rahardjo di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (8/6/2020).
Berdasarkan data pemberitaan SINDOnews, Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi alias Fahmi Onta alias Ali Onta pernah menjabat sebagai Narasumber Bidang Perencanaan dan Anggaran Kepala Bakamla Laksamana Madya TNI Arie Soedewo saat itu. Posisi ini dijabat Ali kurun 2016 hingga 2018. Ali juga merupakan Direktur Utama PT Viva Kreasi Investindo.
JPU Feby melanjutkan, nilai kerugian negara sejumlah Rp63.829.008.006,92 sebagaimana tercantum di laporan hasil audit dalam rangka penghitungan kerugian keuangan negara atas kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan BCSS yang terintegrasi dengan BIIS pada Bakamla Tahun Anggaran 2016 yang dibuat oleh Tim Auditor Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Laporan tersebut juga disertai dengan Surat Pengantar dari Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi Nomor SR-804/D5/02/2019 tertanggal 16 Desember 2019.
Dia mengungkapkan, akibat korupsi yang terjadi pun BCCS yang diadakan oleh PT CMI Teknologi pada akhirnya tidak dapat dipergunakan sesuai tujuan yang diharapkan karena kualitas sistemnya belum berfungsi dengan baik. Hal ini sebagaimana tertuang dalam laporan hasil pemeriksaan fisik atas pengadaan BCSS yang terintegrasi dengan BIIS pada Bakamla TA 2016 yang dilakukan oleh Tim Ahli Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya tertanggal 29 Oktober 2019.
"Yang pada bagian kesimpulan pada pokoknya menyatakan bahwa meskipun semua Bill of Material yang telah dijanjikan dalam kontrak dapat dipenuhi oleh kontraktor namun secara fungsi tidak dapat didemonstrasikan dengan baik sesuai dengan yang direncanakan," paparnya.
JPU Feby membeberkan, perbuatan korupsi dimulai ketika terdakwa Rahardjo diajak Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi alias Fahmi Onta alias Ali Onta ke Kantor Bakamla pada Maret 2016. Ali mengajak Rahardjo menemui Arief Meidyanto selaku Kepala Pengelolaan Informasi Marabahaya Laut (KPIML) Bakamla. Ali saat itu merupakan Staf Khusus (Narasumber) Bidang Perencanaan dan Keuangan yang diangkat Arie Soedewo selaku Kepala Bakamla (Kabakamla).
Saat pertemuan dengan Arief, Ali memperkenalkan Rahardjo sebagai konsultan IT yang diminta untuk mengembangkan teknologi di Bakamla. Atas penyampaian tersebut, Arief kemudian menjelaskan tentang sistem BIIS dan adanya keinginan untuk mengembangkan sistem teknologi BIIS. Rahardjo menyampaikan akan membawa tim teknis dari PT CMI Teknologi untuk kembali berdiskusi dengan Arief terkait pengembangan sistem teknologi BIIS di Bakamla.
JPU Tonny F Pangaribuan memaparkan, Rahardjo kembali bertemu dengan Arief guna membahas teknis usulan anggaran pengadaan Backbone Surveillance atau satelit dalam upaya pengawasan keamanan laut yang akan diusulkan masuk sebagai kegiatan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-K/L) pada usulan APBN Perubahan Bakamla TA 2016. Arief dan Rahardjo menyepakati bahwa Rahardjo akan menyusun spesifikasi teknis yang dibutuhkan masing-masing stasiun Bakamla di daerah yang akan diintegrasikan melalui jaringan Backbone beserta rencana anggarannya (RAB).
Akhirnya Rahardjo mengirimkan spesifikasi teknis dan RAB melalui dua kali pengiriman e-mail pada 2 dan 3 Mei 2016 ke Arief. Biaya yang dicantumkan Rahardjo sebesar Rp350 miliar. Rahardjo juga meminta Arief agar memasukkan judul programnya dengan nama Backbone Coastal Surveillance System (BCSS) sesuai arahan dari Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi yang sebelumnya telah berkoordinasi dengan Rahardjo.
"Bahwa file atau data yang diterima melalui e-mail tersebut kemudian oleh Arief Meidyanto dijadikan dasar untuk menyusun KAK (Kerangka Acuan Kerja) dan RAB dengan perkiraan anggaran sebesar Rp315.113.152.683 untuk usulan pengadaan BCSS Bakamla pada RKA-K/L APBN-P TA 2016. Usulan tersebut selanjutnya diajukan secara hirarkis (berjenjang) kepada Arie Soedewo selaku Kabakamla sebagai usulan penambahan anggaran Bakamla pada APBN-P TA 2016," kata JPU Tonny.
JPU Tonny membeberkan, dalam proses pengusulan anggaran Bakamla tersebut ternyata Ali Fahmi ditugaskan berkoordinasi dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, dan pejabat Kementerian Keuangan sebelum dilakukan pembahasan anggaran di Komisi I DPR.
Saat proses pengusulan anggaran masih berlangsung, Rahardjo juga melakukan pertemuan dengan Ali di sebuah restoran, di kawasan Menteng Square, Jakarta Pusat pada Juni 2016. Rahardjo dan Ali membicarakan komitmen fee yang akan disiapkan Rahardjo terkait proyek BCCS yang sedang diusulkan.
Setelah dilakukan pembahasan oleh Bakamla dengan DPR, maka anggaran paket pengadaan BCSS tersebut berhasil ditampung dalam APBN-P TA 2016, sebagaimana tertuang dalam DIPA Bakamla dan Surat Menteri Keuangan RI Nomor S-522/MK.02/2016 perihal Perubahan Pagu Anggaran Belanja K/L dalam APBN-P Tahun Anggaran 2016 tertanggal 23 Juni 2016. Pagu anggaran proyek itu senilai Rp400 miliar. "Namun anggarannya belum bisa digunakan karena membutuhkan persetujuan lebih lanjut atau istilahnya masih ditandai bintang," ujar JPU Tonny.
Pertengahan Juni 2016, Arie Soedewo selaku Kabakamla menetapkan Tim Kelompok Kerja (Pokja) Unit Layanan Pengadaan (ULP) yang diketuai Leni Marlena guna melaksanakan lelang pengadaan paket pekerjaan (proyek) yang terdapat pada APBN Perubahan TA 2016. Rahardjo kemudian bertemu dengan Arie Soedewo dan Arief Meidyanto di ruangan serbaguna Kantor Bakamla untuk memaparkan mengenai rencana (design) pekerjaan BCSS Bakamla. "Berdasarkan hasil paparan tersebut, Arie Soedewo mengatakan bahwa PT CMI Teknologi sebenarnya dapat ditunjuk langsung dalam lelang pengadaan backbone karena barang yang diadakan unik dan memiliki nilai lokal yang tinggi," tuturnya.
Selain itu Rahardjo juga melakukan pertemuan dengan Leni Marlena selaku Ketua Unit Layanan Pengadaan (ULP) Bakamla dan Juli Amar Ma’ruf selaku anggota ULP Bakamla. Pertemuan juga dihadiri Fachrulan Amir selaku konsultan dari PT CSE Aviation. Pertemuan membahas tentang rencana lelang pengadaan BCCS. Para pihak bersepakat bahwa project breakdown untuk tiap-tiap spek item barang akan dibuat sedetail mungkin untuk mengunci spek dalam KAK pengadaan. Draft KAK dan spek nantinya dikirim Fachrulan melalui email dalam rangka penyusunan KAK project backbone oleh tim ULP Bakamla.
JPU Tonny melanjutkan, untuk mengikuti lelang maka Rahardjo menyiapkan perusahaan pendampingan bagi PT CMI Teknologi dan akan didaftarkan pada Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Bakamla. Selain itu, lelang belum dilakukan ternyata Rahardjo dan Edwin Sudarmo selaku Direktur Utama PT CSE Aviation telah menandatangani Surat Perjanjian Kerjasama No.007/ASC-0100-SPK/CSE/03/2016 tertanggal 4 Agustus 2016. Perjanjian ini bertajuk "Pelaksanaan Pekerjaan Mengelola Proyek Pembangunan Backbone Surveillance System Bakamla-RI" di seluruh wilayah Indonesia dengan nilai kontrak sebesar Rp2.496.106.855. Selain itu isi perjanjian juga mencantumkan PT CSE Aviation sebagai subkon utama pekerjaan backbone di Bakamla. "Hal ini bertentangan dengan ketentuan Pasal 6 Perpres Nomor 54 tahun 2010 yang mengatur tentang etika pengadaan," tegas JPU Tonny.
Selanjutnya Tim Pokja ULP mengumumkan pengadaan BCCS terintegrasi BISS pada Bakamla secara elektronik melalui LPSE Bakamla pada 16 Agustus 2016 dengan pagu anggaran Rp400 miliar. Karena belum ada Rencana Umum Pengadaaan (RUP) sebagai pedoman lelang, maka Leni menetapkan sistem pemilihan penyedia barang/jasa yang dipergunakan adalah pelelangan umum dengan metode pascakualifikasi sistem gugur satu sampul. Penetapan sistem tersebut karena Leni menganggap jenis pekerjaan ini tergolong sederhana sebagaimana usulan dari Juli Amar Ma’ruf. "Padahal pengadaan backbone tersebut termasuk jenis pekerjaan kompleks yang seharusnya menggunakan pelelangan umum dengan metode penilaian prakualifikasi," ucap JPU Tonny.
Dalam proses lelang, ULP pun berpedoman pada HPS dengan nilai Rp399.805.206.746 yang belum ditetapkan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Pasalnya Bambang Udoyo baru ditunjuk dan ditetapkan sebagai PPK berdasarkan Surat Keputusan Kepala Bakamla RI Nomor: Kep-098/Kepala/Bakamla/VIII/ 2016 tertanggal 22 Agustus 2016. Bambang selaku PPK baru menandatangani dokumen spesifikasi teknis dan HPS (tanpa tanggal) pada September 2016 atau setelah proses lelang pengadaan sudah berjalan.
Selanjutnya ULP menetapkan PT CMI Teknologi sebagai sebagai calon pemenang dengan harga penawaran sebesar Rp397.006.929.000. Penetapan ini sesuai Berita Acara Hasil Pelelangan (BAHP) tertanggal tanggal 15 September 2016 yang ditangani Leni, Juli, dan Evrida tanpa melibatkan anggota tim ULP lainnya yang semua berjumlah sembilan orang.
Belakangan pada Oktober 2016, Kementerian Keuangan menyetujui anggaran untuk pengadaan BCSS yang terintegrasi dengan BIIS di Bakamla hanya sebesar
Rp170.579.594.000 sebagaimana tertuang dalam DIPA Revisi APBN-P TA 2016. Leni, Juli, dan Bambang lantas bertemu dengan pihak PT CMI Teknologi guna membahas pengurangan anggaran tersebut. Para pihak menyepakati penyesuaian nilai pengadaan menjadi sebesar Rp170.579.594.000.
Akhirnya pada 18 Oktober 2016, Rahardjo Pratjihno selaku Direktur Utama PT CMI Teknologi bersama dengan Bambang Udoyo selaku PPK Bakamla menandatangani surat perjanjian (kontrak) pengadaan BCCS yang terintegrasi dengan BIIS Nomor: D.13.01/PPK/P2IHK3L/BAKAMLA/X/2016 dengan nilai pekerjaan (kontrak) sebesar
Rp170.579.594.000. Kontrak yang ditandatangani itu menggunakan bentuk kontrak lumpsum berpedoman pada dokumen pengadaan Nomor: D.13.01/P2IHK3L/PJULP-P2K2L/BAKAMLA/VIII/2016 yang disusun Juli dan ditetapkan Leni selaku Ketua ULP. Tapi, dalam kontrak maupun dokumen pengadaan tidak dijelaskan kualitas hasil keluaran (output based) yang dikehendaki Bakamla selaku user, melainkan hanya berupa rincian item barang sebagaimana bentuk kontrak harga satuan.
Atas perbukitan, Rahardjo Pratjihno didakwa dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-(1) KUHPidana.
Surat dakwaan nomor: 37/TUT.01.04/24/05/2020 atas nama Rahardjo Pratjihno disusun oleh JPU dipimpin Kresno Anto Wibowo dan Trimulyono Hendradi dengan anggota Feby Dwiyandospendi, Moch Takdir Suhan, dan Tonny F Pangaribuan. (Baca juga: Kasus Suap Bakamla, KPK Beri Sinyal Panggil Kembali Para Saksi)
JPU Feby Dwiyandospendi membeberkan, terdakwa Rahardjo Pratjihno selaku Direktur Utama PT Compact Microwave Indonesia Teknologi (CMI Teknologi) telah melakukan perbuatan pidana bersama-sama dengan Bambang Udoyo selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla RI), Leni Marlena selaku Ketua Unit Layanan Pengadaan (ULP) Bakamla dan Juli Amar Ma’ruf selaku Anggota (Koordinator) ULP Bakamla kurun Maret 2016 hingga Desember 2016 di sejumlah tempat.
Rahardjo telah melakukan perbuatan secara melawan hukum dengan melanggar ketentuan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah dan perubahan terakhir dengan Perpres Nomor 4 Tahun 2015 dalam pengadaan Backbone Coastal Surveillance System (BCCS) yang terintegrasi dengan Bakamla Integrated Information System (BIIS) tahun anggaran (TA) 2016. (Baca juga: KPK Tahan Dirut PT CMI Teknologi Terkait Proyek Bakamla)
"Yaitu memperkaya terdakwa (Rahardjo Pratjihno) selaku pemilik PT CMI Teknologi sebesar Rp60.329.008.006,92 dan memperkaya Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi sebesar Rp3,5 miliar," tegas JPU Feby saat membacakan surat dakwaan atas nama Rahardjo di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (8/6/2020).
Berdasarkan data pemberitaan SINDOnews, Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi alias Fahmi Onta alias Ali Onta pernah menjabat sebagai Narasumber Bidang Perencanaan dan Anggaran Kepala Bakamla Laksamana Madya TNI Arie Soedewo saat itu. Posisi ini dijabat Ali kurun 2016 hingga 2018. Ali juga merupakan Direktur Utama PT Viva Kreasi Investindo.
JPU Feby melanjutkan, nilai kerugian negara sejumlah Rp63.829.008.006,92 sebagaimana tercantum di laporan hasil audit dalam rangka penghitungan kerugian keuangan negara atas kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan BCSS yang terintegrasi dengan BIIS pada Bakamla Tahun Anggaran 2016 yang dibuat oleh Tim Auditor Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Laporan tersebut juga disertai dengan Surat Pengantar dari Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi Nomor SR-804/D5/02/2019 tertanggal 16 Desember 2019.
Dia mengungkapkan, akibat korupsi yang terjadi pun BCCS yang diadakan oleh PT CMI Teknologi pada akhirnya tidak dapat dipergunakan sesuai tujuan yang diharapkan karena kualitas sistemnya belum berfungsi dengan baik. Hal ini sebagaimana tertuang dalam laporan hasil pemeriksaan fisik atas pengadaan BCSS yang terintegrasi dengan BIIS pada Bakamla TA 2016 yang dilakukan oleh Tim Ahli Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya tertanggal 29 Oktober 2019.
"Yang pada bagian kesimpulan pada pokoknya menyatakan bahwa meskipun semua Bill of Material yang telah dijanjikan dalam kontrak dapat dipenuhi oleh kontraktor namun secara fungsi tidak dapat didemonstrasikan dengan baik sesuai dengan yang direncanakan," paparnya.
JPU Feby membeberkan, perbuatan korupsi dimulai ketika terdakwa Rahardjo diajak Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi alias Fahmi Onta alias Ali Onta ke Kantor Bakamla pada Maret 2016. Ali mengajak Rahardjo menemui Arief Meidyanto selaku Kepala Pengelolaan Informasi Marabahaya Laut (KPIML) Bakamla. Ali saat itu merupakan Staf Khusus (Narasumber) Bidang Perencanaan dan Keuangan yang diangkat Arie Soedewo selaku Kepala Bakamla (Kabakamla).
Saat pertemuan dengan Arief, Ali memperkenalkan Rahardjo sebagai konsultan IT yang diminta untuk mengembangkan teknologi di Bakamla. Atas penyampaian tersebut, Arief kemudian menjelaskan tentang sistem BIIS dan adanya keinginan untuk mengembangkan sistem teknologi BIIS. Rahardjo menyampaikan akan membawa tim teknis dari PT CMI Teknologi untuk kembali berdiskusi dengan Arief terkait pengembangan sistem teknologi BIIS di Bakamla.
JPU Tonny F Pangaribuan memaparkan, Rahardjo kembali bertemu dengan Arief guna membahas teknis usulan anggaran pengadaan Backbone Surveillance atau satelit dalam upaya pengawasan keamanan laut yang akan diusulkan masuk sebagai kegiatan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-K/L) pada usulan APBN Perubahan Bakamla TA 2016. Arief dan Rahardjo menyepakati bahwa Rahardjo akan menyusun spesifikasi teknis yang dibutuhkan masing-masing stasiun Bakamla di daerah yang akan diintegrasikan melalui jaringan Backbone beserta rencana anggarannya (RAB).
Akhirnya Rahardjo mengirimkan spesifikasi teknis dan RAB melalui dua kali pengiriman e-mail pada 2 dan 3 Mei 2016 ke Arief. Biaya yang dicantumkan Rahardjo sebesar Rp350 miliar. Rahardjo juga meminta Arief agar memasukkan judul programnya dengan nama Backbone Coastal Surveillance System (BCSS) sesuai arahan dari Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi yang sebelumnya telah berkoordinasi dengan Rahardjo.
"Bahwa file atau data yang diterima melalui e-mail tersebut kemudian oleh Arief Meidyanto dijadikan dasar untuk menyusun KAK (Kerangka Acuan Kerja) dan RAB dengan perkiraan anggaran sebesar Rp315.113.152.683 untuk usulan pengadaan BCSS Bakamla pada RKA-K/L APBN-P TA 2016. Usulan tersebut selanjutnya diajukan secara hirarkis (berjenjang) kepada Arie Soedewo selaku Kabakamla sebagai usulan penambahan anggaran Bakamla pada APBN-P TA 2016," kata JPU Tonny.
JPU Tonny membeberkan, dalam proses pengusulan anggaran Bakamla tersebut ternyata Ali Fahmi ditugaskan berkoordinasi dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, dan pejabat Kementerian Keuangan sebelum dilakukan pembahasan anggaran di Komisi I DPR.
Saat proses pengusulan anggaran masih berlangsung, Rahardjo juga melakukan pertemuan dengan Ali di sebuah restoran, di kawasan Menteng Square, Jakarta Pusat pada Juni 2016. Rahardjo dan Ali membicarakan komitmen fee yang akan disiapkan Rahardjo terkait proyek BCCS yang sedang diusulkan.
Setelah dilakukan pembahasan oleh Bakamla dengan DPR, maka anggaran paket pengadaan BCSS tersebut berhasil ditampung dalam APBN-P TA 2016, sebagaimana tertuang dalam DIPA Bakamla dan Surat Menteri Keuangan RI Nomor S-522/MK.02/2016 perihal Perubahan Pagu Anggaran Belanja K/L dalam APBN-P Tahun Anggaran 2016 tertanggal 23 Juni 2016. Pagu anggaran proyek itu senilai Rp400 miliar. "Namun anggarannya belum bisa digunakan karena membutuhkan persetujuan lebih lanjut atau istilahnya masih ditandai bintang," ujar JPU Tonny.
Pertengahan Juni 2016, Arie Soedewo selaku Kabakamla menetapkan Tim Kelompok Kerja (Pokja) Unit Layanan Pengadaan (ULP) yang diketuai Leni Marlena guna melaksanakan lelang pengadaan paket pekerjaan (proyek) yang terdapat pada APBN Perubahan TA 2016. Rahardjo kemudian bertemu dengan Arie Soedewo dan Arief Meidyanto di ruangan serbaguna Kantor Bakamla untuk memaparkan mengenai rencana (design) pekerjaan BCSS Bakamla. "Berdasarkan hasil paparan tersebut, Arie Soedewo mengatakan bahwa PT CMI Teknologi sebenarnya dapat ditunjuk langsung dalam lelang pengadaan backbone karena barang yang diadakan unik dan memiliki nilai lokal yang tinggi," tuturnya.
Selain itu Rahardjo juga melakukan pertemuan dengan Leni Marlena selaku Ketua Unit Layanan Pengadaan (ULP) Bakamla dan Juli Amar Ma’ruf selaku anggota ULP Bakamla. Pertemuan juga dihadiri Fachrulan Amir selaku konsultan dari PT CSE Aviation. Pertemuan membahas tentang rencana lelang pengadaan BCCS. Para pihak bersepakat bahwa project breakdown untuk tiap-tiap spek item barang akan dibuat sedetail mungkin untuk mengunci spek dalam KAK pengadaan. Draft KAK dan spek nantinya dikirim Fachrulan melalui email dalam rangka penyusunan KAK project backbone oleh tim ULP Bakamla.
JPU Tonny melanjutkan, untuk mengikuti lelang maka Rahardjo menyiapkan perusahaan pendampingan bagi PT CMI Teknologi dan akan didaftarkan pada Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Bakamla. Selain itu, lelang belum dilakukan ternyata Rahardjo dan Edwin Sudarmo selaku Direktur Utama PT CSE Aviation telah menandatangani Surat Perjanjian Kerjasama No.007/ASC-0100-SPK/CSE/03/2016 tertanggal 4 Agustus 2016. Perjanjian ini bertajuk "Pelaksanaan Pekerjaan Mengelola Proyek Pembangunan Backbone Surveillance System Bakamla-RI" di seluruh wilayah Indonesia dengan nilai kontrak sebesar Rp2.496.106.855. Selain itu isi perjanjian juga mencantumkan PT CSE Aviation sebagai subkon utama pekerjaan backbone di Bakamla. "Hal ini bertentangan dengan ketentuan Pasal 6 Perpres Nomor 54 tahun 2010 yang mengatur tentang etika pengadaan," tegas JPU Tonny.
Selanjutnya Tim Pokja ULP mengumumkan pengadaan BCCS terintegrasi BISS pada Bakamla secara elektronik melalui LPSE Bakamla pada 16 Agustus 2016 dengan pagu anggaran Rp400 miliar. Karena belum ada Rencana Umum Pengadaaan (RUP) sebagai pedoman lelang, maka Leni menetapkan sistem pemilihan penyedia barang/jasa yang dipergunakan adalah pelelangan umum dengan metode pascakualifikasi sistem gugur satu sampul. Penetapan sistem tersebut karena Leni menganggap jenis pekerjaan ini tergolong sederhana sebagaimana usulan dari Juli Amar Ma’ruf. "Padahal pengadaan backbone tersebut termasuk jenis pekerjaan kompleks yang seharusnya menggunakan pelelangan umum dengan metode penilaian prakualifikasi," ucap JPU Tonny.
Dalam proses lelang, ULP pun berpedoman pada HPS dengan nilai Rp399.805.206.746 yang belum ditetapkan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Pasalnya Bambang Udoyo baru ditunjuk dan ditetapkan sebagai PPK berdasarkan Surat Keputusan Kepala Bakamla RI Nomor: Kep-098/Kepala/Bakamla/VIII/ 2016 tertanggal 22 Agustus 2016. Bambang selaku PPK baru menandatangani dokumen spesifikasi teknis dan HPS (tanpa tanggal) pada September 2016 atau setelah proses lelang pengadaan sudah berjalan.
Selanjutnya ULP menetapkan PT CMI Teknologi sebagai sebagai calon pemenang dengan harga penawaran sebesar Rp397.006.929.000. Penetapan ini sesuai Berita Acara Hasil Pelelangan (BAHP) tertanggal tanggal 15 September 2016 yang ditangani Leni, Juli, dan Evrida tanpa melibatkan anggota tim ULP lainnya yang semua berjumlah sembilan orang.
Belakangan pada Oktober 2016, Kementerian Keuangan menyetujui anggaran untuk pengadaan BCSS yang terintegrasi dengan BIIS di Bakamla hanya sebesar
Rp170.579.594.000 sebagaimana tertuang dalam DIPA Revisi APBN-P TA 2016. Leni, Juli, dan Bambang lantas bertemu dengan pihak PT CMI Teknologi guna membahas pengurangan anggaran tersebut. Para pihak menyepakati penyesuaian nilai pengadaan menjadi sebesar Rp170.579.594.000.
Akhirnya pada 18 Oktober 2016, Rahardjo Pratjihno selaku Direktur Utama PT CMI Teknologi bersama dengan Bambang Udoyo selaku PPK Bakamla menandatangani surat perjanjian (kontrak) pengadaan BCCS yang terintegrasi dengan BIIS Nomor: D.13.01/PPK/P2IHK3L/BAKAMLA/X/2016 dengan nilai pekerjaan (kontrak) sebesar
Rp170.579.594.000. Kontrak yang ditandatangani itu menggunakan bentuk kontrak lumpsum berpedoman pada dokumen pengadaan Nomor: D.13.01/P2IHK3L/PJULP-P2K2L/BAKAMLA/VIII/2016 yang disusun Juli dan ditetapkan Leni selaku Ketua ULP. Tapi, dalam kontrak maupun dokumen pengadaan tidak dijelaskan kualitas hasil keluaran (output based) yang dikehendaki Bakamla selaku user, melainkan hanya berupa rincian item barang sebagaimana bentuk kontrak harga satuan.
Atas perbukitan, Rahardjo Pratjihno didakwa dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-(1) KUHPidana.
(cip)