Peserta PTKI Kemenag Harus Siap Kelola Negara
Minggu, 12 Desember 2021 - 07:17 WIB
JAKARTA - Para peserta pendidikan dan pelatihan kepemimpinan mahasiswa nasional II Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) Kementerian Agama ( Kemenag ) diharapkan mampu mempersiapkan diri untuk mengelola negara di masa mendatang. Para peserta harus mempersiapkan diri dengan meningkatkan pemahaman literasi dan keilmuan serta mempunyai keunggulan tersendiri secara akademis.
Kepala Madrasah Kader Nahdlatul Ulama (MKNU) sekaligus Ketua Yayasan Talibuana Nusantara Endin AJ. Soefihara mengatakan semua ilmu pengetahuan tidak ada yang bersifat absolut, masing-masing bisa dikritik dan dikupas tuntas dengan mengkaji kembali rujukan akademik yang digunakan. Menurutnya, adanya klaim kebenaran terhadap suatu pemahaman keilmuan tertentu justru sangat mengganggu kehidupan.
"Semua bentuk literasi pengetahuan itu tidak ada yang final, satu-satunya yang bersifat absolut yaitu berasal dari Tuhan, Allah SWT," kata Endin saat menjadi pemateri Diklatpimnas II PTKI yang digelar secara daring dan Luring di UIN SMH Banten, Serang.
Dia mengungkapkan ada tiga metodologi penulisan yang cukup populer dalam literasi keagamaan Islam, yaitu matan, syarah, dan hasyiyah. Matan merupakan teks awal suatu tema penulisan yang dituliskan oleh penulis awal.
Selanjutnya, syarah dituliskan untuk melengkapi kembali teks-teks matan yang dianggap masih kurang. Kemudian hasyiyah, umumnya dituliskan sebagai tulisan pelengkap yang didalamnya berisi komentar dan tanggapan penulis lain.
Dia menuturkan ketiga metodologi tersebut seringkali dituliskan pada satu buku yang sama. Politikus senior PPP ini juga menjelaskan, dalam literasi keagamaan Islam, hubungan antara murid, dan guru sangatlah dekat.
Menurut dia, terkadang relasi keduanya diwujudkan dalam bentuk sikap penghormatan yang luar biasa dari murid kepada sang guru. Dalam metodologi penulisan matan dan syarah, dia mengatakan keduanya bisa bertemu baik secara fisik, atau teks, atau fisik dan teks.
Dalam literasi keagamaan Islam juga memiliki sistem transmisi keilmuan yang sambung menyambung, dari generasi penulis pertama hingga penulis berikutnya. Bahkan kata Endin, silsilah keilmuannya mereka menyambung kepada sumber ilmu pertama yaitu baginda Rasulullah SAW. "Sudah banyak buku-buku yang ditulis pada ratusan tahun yang lalu itu sudah menggunakan rujukan penulisan secara silsilah," ujarnya.
Dia juga mengajak peserta Diklatpimnas Kemenag agar mengimplementasikan nilai-nilai moderasi dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam mencintai Tanah Air. Meskipun, diakuinya, banyak masyarakat mengekspresikan wujud kecintaan Tanah Air mereka secara beragam melalui slogan seperti "NKRI Harga Mati", "Garuda di Dadaku", "Jangan Pulang Sebelum Menang" dan lain sebagainya.
Kepala Madrasah Kader Nahdlatul Ulama (MKNU) sekaligus Ketua Yayasan Talibuana Nusantara Endin AJ. Soefihara mengatakan semua ilmu pengetahuan tidak ada yang bersifat absolut, masing-masing bisa dikritik dan dikupas tuntas dengan mengkaji kembali rujukan akademik yang digunakan. Menurutnya, adanya klaim kebenaran terhadap suatu pemahaman keilmuan tertentu justru sangat mengganggu kehidupan.
"Semua bentuk literasi pengetahuan itu tidak ada yang final, satu-satunya yang bersifat absolut yaitu berasal dari Tuhan, Allah SWT," kata Endin saat menjadi pemateri Diklatpimnas II PTKI yang digelar secara daring dan Luring di UIN SMH Banten, Serang.
Dia mengungkapkan ada tiga metodologi penulisan yang cukup populer dalam literasi keagamaan Islam, yaitu matan, syarah, dan hasyiyah. Matan merupakan teks awal suatu tema penulisan yang dituliskan oleh penulis awal.
Selanjutnya, syarah dituliskan untuk melengkapi kembali teks-teks matan yang dianggap masih kurang. Kemudian hasyiyah, umumnya dituliskan sebagai tulisan pelengkap yang didalamnya berisi komentar dan tanggapan penulis lain.
Dia menuturkan ketiga metodologi tersebut seringkali dituliskan pada satu buku yang sama. Politikus senior PPP ini juga menjelaskan, dalam literasi keagamaan Islam, hubungan antara murid, dan guru sangatlah dekat.
Menurut dia, terkadang relasi keduanya diwujudkan dalam bentuk sikap penghormatan yang luar biasa dari murid kepada sang guru. Dalam metodologi penulisan matan dan syarah, dia mengatakan keduanya bisa bertemu baik secara fisik, atau teks, atau fisik dan teks.
Dalam literasi keagamaan Islam juga memiliki sistem transmisi keilmuan yang sambung menyambung, dari generasi penulis pertama hingga penulis berikutnya. Bahkan kata Endin, silsilah keilmuannya mereka menyambung kepada sumber ilmu pertama yaitu baginda Rasulullah SAW. "Sudah banyak buku-buku yang ditulis pada ratusan tahun yang lalu itu sudah menggunakan rujukan penulisan secara silsilah," ujarnya.
Dia juga mengajak peserta Diklatpimnas Kemenag agar mengimplementasikan nilai-nilai moderasi dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam mencintai Tanah Air. Meskipun, diakuinya, banyak masyarakat mengekspresikan wujud kecintaan Tanah Air mereka secara beragam melalui slogan seperti "NKRI Harga Mati", "Garuda di Dadaku", "Jangan Pulang Sebelum Menang" dan lain sebagainya.
(rca)
tulis komentar anda