Terdakwa Kasus Asabri Dituntut Hukuman Mati, Begini Penilaian Pakar Hukum
Kamis, 09 Desember 2021 - 22:13 WIB
Ahli Hukum Pasar Modal Indra Safitri yang menjadi saksi ahli dari terdakwa Lukman Purnomosidi mengatakan, turun dan naiknya harga saham ditentukan oleh pergerakan harga yang terbentuk di bursa efek. “Dalam hal terjadi naik turunnya harga saham, emiten tidak bisa diminta pertanggung jawaban,” ujarnya.
Terkait dengan pertanyaan JPU mengenai ada atau tidaknya ketentuan di pasar modal yang mengatur transaksi yang menimbulkan kerugian keuangan negara. Indra menjawab dengan tegas bahwa aturan itu tidak ketentuannya. “Tidak ada,” tegas Indra.
Sementara Miftahul Huda yang memberikan keterangan dalam perkara terdakwa Lukman Purnomosidi menyatakan, apabila ada kesepakatan antar badan hukum korporasi dan terbit surat efektif dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) belum jatuh tempo (maturity date) maka hukum pidana tidak bisa diterapkan. “Jadi perjanjian yang belum due, maka tidak dapat dikatakan wanprestasi dan atau melakukan perbuatan melawan hukum,” tegas Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) ini.
Keterangan Miftahul tersebut setidaknya dapat meluruskan bahwa salah satu dasar kerugian negara yang dinyatakan BPK disebabkan oleh terdakwa bisa jadi tidak tepat karena fakta bahwa “Perjanjian yang belum due (jatuh tempo) maka hukum pidana tidak dapat diterapkan. Belum jatuh tempo dapat diartikan belum terjadi kerugian. Sedangkan mengutip kembali keterangan dari Dian sebagai ahli dalam persidangan tersebut juga mengatakan bahwa memaknai sifat dari kerugian negara itu harus nyata dan pasti,” ucapnya.
Ahli Hukum Pidana Mahmud Mulyadi mengatakan untuk membuktikan adanya suatu dugaan tindak pidana korupsi perlu dianutnya asas dualistis. “Asas dualistis dianut dengan memisahkan perbuatan pidana (unsur objektif) dengan pertanggung jawaban pidana (unsur subjektif), maka untuk menemukan suatu dugaan tindak pidana korupsi perlu dibuktikan terlebih dahulu objektif dan setelah itu unsur subjektifnya,” ucapnya.
Bagaimana bila ketentuan Undang-Undang Pasar Modal, Undang-Undang Administrasi dan lain-lain dan kemudian ditarik dalam UU Tipikor. “Apabila terdapat UU Pidana Khusus yang berhadapan, perlu diterapkan asas leq specialis systematic deroqate leq generalis, jadi aturan UU khusus yang lebih sistematis yang akan diterapkan. Tidak sedikit - sedikit harus ditarik ke Tipikor,” tegasnya.
Terkait dengan pertanyaan JPU mengenai ada atau tidaknya ketentuan di pasar modal yang mengatur transaksi yang menimbulkan kerugian keuangan negara. Indra menjawab dengan tegas bahwa aturan itu tidak ketentuannya. “Tidak ada,” tegas Indra.
Sementara Miftahul Huda yang memberikan keterangan dalam perkara terdakwa Lukman Purnomosidi menyatakan, apabila ada kesepakatan antar badan hukum korporasi dan terbit surat efektif dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) belum jatuh tempo (maturity date) maka hukum pidana tidak bisa diterapkan. “Jadi perjanjian yang belum due, maka tidak dapat dikatakan wanprestasi dan atau melakukan perbuatan melawan hukum,” tegas Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) ini.
Keterangan Miftahul tersebut setidaknya dapat meluruskan bahwa salah satu dasar kerugian negara yang dinyatakan BPK disebabkan oleh terdakwa bisa jadi tidak tepat karena fakta bahwa “Perjanjian yang belum due (jatuh tempo) maka hukum pidana tidak dapat diterapkan. Belum jatuh tempo dapat diartikan belum terjadi kerugian. Sedangkan mengutip kembali keterangan dari Dian sebagai ahli dalam persidangan tersebut juga mengatakan bahwa memaknai sifat dari kerugian negara itu harus nyata dan pasti,” ucapnya.
Ahli Hukum Pidana Mahmud Mulyadi mengatakan untuk membuktikan adanya suatu dugaan tindak pidana korupsi perlu dianutnya asas dualistis. “Asas dualistis dianut dengan memisahkan perbuatan pidana (unsur objektif) dengan pertanggung jawaban pidana (unsur subjektif), maka untuk menemukan suatu dugaan tindak pidana korupsi perlu dibuktikan terlebih dahulu objektif dan setelah itu unsur subjektifnya,” ucapnya.
Bagaimana bila ketentuan Undang-Undang Pasar Modal, Undang-Undang Administrasi dan lain-lain dan kemudian ditarik dalam UU Tipikor. “Apabila terdapat UU Pidana Khusus yang berhadapan, perlu diterapkan asas leq specialis systematic deroqate leq generalis, jadi aturan UU khusus yang lebih sistematis yang akan diterapkan. Tidak sedikit - sedikit harus ditarik ke Tipikor,” tegasnya.
(cip)
Lihat Juga :
tulis komentar anda