Pengamat Nilai Kemhan Kooperatif dan Terbuka Soal Anggaran Pertahanan
Selasa, 23 November 2021 - 20:20 WIB
JAKARTA - Pengamat dan peneliti militer dari Binus University, Curie Maharani menilai Kementerian Pertahanan (Kemhan) saat ini telah jauh lebih baik dari segi transparansi informasi mengenai rencana dan anggaran pertahanan.
Hal ini disampaikannya dalam sesi diskusi pemaparan hasil Indeks Integritas Pertahanan Pemerintah atau Government Defense Integrity Index (GDI) 2020 yang dirilis oleh Transparency International, Senin (22/11/2021).
Curie mengatakan detail anggaran pertahanan disajikan dengan detail yang sama dengan kementerian lainnya yang ada dalam nota keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dirilis oleh Kementerian Keuangan setiap tahunnya.
“Dari segi transparansi menurut saya, teman-teman di Kemhan itu, dibandingkan kami ketika melakukan penelitian 10 tahun lalu sudah sangat jauh. Mereka sudah sangat kooperatif dan terbuka,” ujar Curie dalam paparannya yang ditayangkan di channel YouTube Transparency International Indonesia.
Dia mengatakan keterbukaan informasi yang sudah baik ini perlu ditingkatkan lagi dan perlu diikuti oleh kementerian lainnya. Dalam kesempatan itu, dia menyarankan masyarakat agar aktif memantau perkembangan di sektor pertahanan. “Memang di situ (Kemhan), kalau teman-teman mau lakukan penelitian, mereka membuka ya beberapa perencanaan strategis yang sifatnya lima tahunan dan satu tahunan. Dari situ kita bisa pelajari logika penyusunan, kenapa ada anggaran ini itu,” ujarnya.
Berdasarkan laporan Transparency International Indonesia (TII) dari 86 negara, Indonesia berada di peringkat ke-34 dari negara dengan risiko korupsi pertahanan dibandingkan dengan Selandia Baru di peringkat pertama dan Sudan di peringkat ke-86. Negara yang berada pada level yang sama adalah Rusia, Malaysia, Portugal, Yunani, Hungaria, Kenya, Kosovo, Albania, Argentina, Armenia, Bostwana, Serbia, Tunisia, Uganda, dan Ukraina.
Indeks tersebut diukur bukan dari tingkat korupsi, melainkan risiko terjadinya korupsi. Ada lima kategori yang menjadi tolok ukur, yaitu risiko politik, anggaran, personel, operasional, pengadaan, dan operasional tentara.
Hal ini disampaikannya dalam sesi diskusi pemaparan hasil Indeks Integritas Pertahanan Pemerintah atau Government Defense Integrity Index (GDI) 2020 yang dirilis oleh Transparency International, Senin (22/11/2021).
Curie mengatakan detail anggaran pertahanan disajikan dengan detail yang sama dengan kementerian lainnya yang ada dalam nota keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dirilis oleh Kementerian Keuangan setiap tahunnya.
“Dari segi transparansi menurut saya, teman-teman di Kemhan itu, dibandingkan kami ketika melakukan penelitian 10 tahun lalu sudah sangat jauh. Mereka sudah sangat kooperatif dan terbuka,” ujar Curie dalam paparannya yang ditayangkan di channel YouTube Transparency International Indonesia.
Baca Juga
Dia mengatakan keterbukaan informasi yang sudah baik ini perlu ditingkatkan lagi dan perlu diikuti oleh kementerian lainnya. Dalam kesempatan itu, dia menyarankan masyarakat agar aktif memantau perkembangan di sektor pertahanan. “Memang di situ (Kemhan), kalau teman-teman mau lakukan penelitian, mereka membuka ya beberapa perencanaan strategis yang sifatnya lima tahunan dan satu tahunan. Dari situ kita bisa pelajari logika penyusunan, kenapa ada anggaran ini itu,” ujarnya.
Berdasarkan laporan Transparency International Indonesia (TII) dari 86 negara, Indonesia berada di peringkat ke-34 dari negara dengan risiko korupsi pertahanan dibandingkan dengan Selandia Baru di peringkat pertama dan Sudan di peringkat ke-86. Negara yang berada pada level yang sama adalah Rusia, Malaysia, Portugal, Yunani, Hungaria, Kenya, Kosovo, Albania, Argentina, Armenia, Bostwana, Serbia, Tunisia, Uganda, dan Ukraina.
Indeks tersebut diukur bukan dari tingkat korupsi, melainkan risiko terjadinya korupsi. Ada lima kategori yang menjadi tolok ukur, yaitu risiko politik, anggaran, personel, operasional, pengadaan, dan operasional tentara.
(cip)
tulis komentar anda