Rekonstruksi Anggaran, Hasil Evaluasi Kebijakan?
loading...

Hendarman - Analis Kebijakan Ahli Utama pada Kemendikbudristek/ Dosen Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan. Foto/Dok Pribadi
A
A
A
Hendarman
Analis Kebijakan Ahli Utama pada Kemendikdasmen/Dosen Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan
Bulan lalu, Presiden memerintahkan kementerian, lembaga, dan kepala daerah untuk melakukan efisiensi anggaran dalam pelaksanaan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2025. Hal tersebut dituangkan dalam Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2025. Target penghematan anggaran sebesar Rp 306,7 triliun.
Rincian penghematan tersebut adalah Rp 256,1 triliun dari belanja kementerian dan lembaga (K/L) dan Rp 50,6 triliun dari belanja transfer ke daerah (TKD). Pemangkasan di antaranya untuk membiayai berbagai program utama seperti makan bergizi gratis (MBG) dan pemeriksaan kesehatan gratis. Juga terungkap diperuntukkan bagi pembayaran utang pemerintah yang jatuh tempo dan bunga pokok utang pada 2025.
Beberapa hari lalu, nominal pemangkasan tersebut berubah untuk Kementerian/Lembaga terkait setelah adanya pembahasan dengan Komisi terkait di DPR-RI. Contoh, pemotongan bagi kementerian yang mengurusi pendidikan dasar dan menengah. Setelah pemerintah melakukan rekonstruksi sebagai pengganti istilah efisiensi, kementerian ini mendapatkan tambahan dana. Tetapi tambahan dana itu hanya merupakan pengurangan jumlah pemangkasan anggaran di kementerian ini.
Prinsipnya adalah Pemerintah tetap memangkas anggaran kementerian. Di awal pemangkasan atau efisiensi sebesar Rp 8,03 triliun dari alokasi anggaran kementerian ini sebesar Rp 33,55 triliun. Tetapi total anggaran kementerian ini bertambah karena adanya kebijakan rekonstruksi terhadap keputusan pemangkasan anggaran tersebut sehingga yang dipangkas menjadi lebih sedikit yaitu Rp 7,27 triliun.
Apakah rekonstruksi tersebut merupakan sebuah proses evaluasi terhadap kebijakan walaupun belum diimplementasikan? Yang berlaku secara normatif yaitu bahwa evaluasi dilakukan setelah beberapa waktu kebijakan tersebut dalam proses implementasi.
Memahami Evaluasi Kebijakan
Sebuah kebijakan secara normatif harus dievaluasi untuk memastikan keberpihakan bagi kemaslahatan publik atau orang banyak. Manfaat kebijakan tersebut harus dipastikan secara seksama dan dengan pertimbangan detil. Pentingnya pelaksanaan evaluasi terhadap kebijakan salah satunya adalah untuk menepis pendapat bahwa kebijakan publik mencerminkan keinginan dan kehendak kaum elit saja, tanpa ada aspirasi masyarakat yang terserap didalamnya (Wibawa, 2011:17).
Menarik bahwa pemerintah melakukan rekonstruksi anggaran tidak lama sejak dikeluarkannya Inpres tersebut, artinya kebijakan itu belum sempat diimplementasikan. Mungkin saja ketika keputusan awal efisiensi anggaran tersebut ditetapkan masih terdapat hal yang terlupakan dan belum masuk dalam pertimbangan khusus dengan memperhatikan program-program yang sedang berjalan atau yang tidak mungkin dipangkas langsung karena adanya dampak negatif. Hal yang juga (mungkin) mendorong rekonstruksi tersebut adalah munculnya keluhan atau ketidaksetujuan dari berbagai lapisan dan masyarakat. Rekonstruksi ini sebagai indikasi bahwa kebijakan yang telah ditetapkan segera dicermati kembali akibat adanya perubahan yang terjadi (Widodo, 2007).
Evaluasi ditunjukkan dengan mencermati secara sistematis dan objektif terkait anggaran dan manfaat, alokasi sumber daya yang lebih efisien. Ini selaras dengan pendapat Briggs & Fenton (2023). Mengutip Dunn (1994) yang berpendapat bahwa pencermatan terhadap setiap (implementasi) kebijakan melalui suatu proses evaluasi, merupakan suatu keniscayaan. Kenapa? Hal ini disebabkan adanya perubahan yang terjadi baik di lingkungan internal maupun lingkungan eksternal yang akan menimbulkan dampak terhadap kebijakan tersebut baik dikehendaki (intended impact) maupun tidak dikehendaki (unintended impact).
Menunggu Dampak Rekonstruksi
Sejauh mana suatu kebijakan berhasil dalam masyarakat dan dalam proses implementasi sangat ditentukan oleh perumusan kebijakan tersebut. Cukup banyak bukti yang menunjukkan bahwa kebijakan yang secara umum dipandang para ahli cukup baik, ternyata tidak berhasil diterapkan dalam masyarakat sehingga tidak berhasil mencapai tujuan yang diharapkan.
Analis Kebijakan Ahli Utama pada Kemendikdasmen/Dosen Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan
Bulan lalu, Presiden memerintahkan kementerian, lembaga, dan kepala daerah untuk melakukan efisiensi anggaran dalam pelaksanaan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2025. Hal tersebut dituangkan dalam Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2025. Target penghematan anggaran sebesar Rp 306,7 triliun.
Rincian penghematan tersebut adalah Rp 256,1 triliun dari belanja kementerian dan lembaga (K/L) dan Rp 50,6 triliun dari belanja transfer ke daerah (TKD). Pemangkasan di antaranya untuk membiayai berbagai program utama seperti makan bergizi gratis (MBG) dan pemeriksaan kesehatan gratis. Juga terungkap diperuntukkan bagi pembayaran utang pemerintah yang jatuh tempo dan bunga pokok utang pada 2025.
Beberapa hari lalu, nominal pemangkasan tersebut berubah untuk Kementerian/Lembaga terkait setelah adanya pembahasan dengan Komisi terkait di DPR-RI. Contoh, pemotongan bagi kementerian yang mengurusi pendidikan dasar dan menengah. Setelah pemerintah melakukan rekonstruksi sebagai pengganti istilah efisiensi, kementerian ini mendapatkan tambahan dana. Tetapi tambahan dana itu hanya merupakan pengurangan jumlah pemangkasan anggaran di kementerian ini.
Prinsipnya adalah Pemerintah tetap memangkas anggaran kementerian. Di awal pemangkasan atau efisiensi sebesar Rp 8,03 triliun dari alokasi anggaran kementerian ini sebesar Rp 33,55 triliun. Tetapi total anggaran kementerian ini bertambah karena adanya kebijakan rekonstruksi terhadap keputusan pemangkasan anggaran tersebut sehingga yang dipangkas menjadi lebih sedikit yaitu Rp 7,27 triliun.
Apakah rekonstruksi tersebut merupakan sebuah proses evaluasi terhadap kebijakan walaupun belum diimplementasikan? Yang berlaku secara normatif yaitu bahwa evaluasi dilakukan setelah beberapa waktu kebijakan tersebut dalam proses implementasi.
Memahami Evaluasi Kebijakan
Sebuah kebijakan secara normatif harus dievaluasi untuk memastikan keberpihakan bagi kemaslahatan publik atau orang banyak. Manfaat kebijakan tersebut harus dipastikan secara seksama dan dengan pertimbangan detil. Pentingnya pelaksanaan evaluasi terhadap kebijakan salah satunya adalah untuk menepis pendapat bahwa kebijakan publik mencerminkan keinginan dan kehendak kaum elit saja, tanpa ada aspirasi masyarakat yang terserap didalamnya (Wibawa, 2011:17).
Menarik bahwa pemerintah melakukan rekonstruksi anggaran tidak lama sejak dikeluarkannya Inpres tersebut, artinya kebijakan itu belum sempat diimplementasikan. Mungkin saja ketika keputusan awal efisiensi anggaran tersebut ditetapkan masih terdapat hal yang terlupakan dan belum masuk dalam pertimbangan khusus dengan memperhatikan program-program yang sedang berjalan atau yang tidak mungkin dipangkas langsung karena adanya dampak negatif. Hal yang juga (mungkin) mendorong rekonstruksi tersebut adalah munculnya keluhan atau ketidaksetujuan dari berbagai lapisan dan masyarakat. Rekonstruksi ini sebagai indikasi bahwa kebijakan yang telah ditetapkan segera dicermati kembali akibat adanya perubahan yang terjadi (Widodo, 2007).
Evaluasi ditunjukkan dengan mencermati secara sistematis dan objektif terkait anggaran dan manfaat, alokasi sumber daya yang lebih efisien. Ini selaras dengan pendapat Briggs & Fenton (2023). Mengutip Dunn (1994) yang berpendapat bahwa pencermatan terhadap setiap (implementasi) kebijakan melalui suatu proses evaluasi, merupakan suatu keniscayaan. Kenapa? Hal ini disebabkan adanya perubahan yang terjadi baik di lingkungan internal maupun lingkungan eksternal yang akan menimbulkan dampak terhadap kebijakan tersebut baik dikehendaki (intended impact) maupun tidak dikehendaki (unintended impact).
Menunggu Dampak Rekonstruksi
Sejauh mana suatu kebijakan berhasil dalam masyarakat dan dalam proses implementasi sangat ditentukan oleh perumusan kebijakan tersebut. Cukup banyak bukti yang menunjukkan bahwa kebijakan yang secara umum dipandang para ahli cukup baik, ternyata tidak berhasil diterapkan dalam masyarakat sehingga tidak berhasil mencapai tujuan yang diharapkan.
Lihat Juga :