Bunuh Diri Puisi di Tenda Pengungsian
Sabtu, 20 November 2021 - 08:30 WIB
baca juga: Potensi dan Daerah Bahaya Erupsi Merapi Berubah, Warga Tetap Bertahan di Pengungsian
Negara dan konflik pengungsian dan pengasingan (atau sesuatu yang menyebabkan keduanya) kerap kali menampakkan sesuatu yang nonhuman, bengis, dan kejam. Dan kita bisa melihat dari banyaknya pengungsi bernasib seperti kayu patah sampai tulisan ini ditulis dan negara-negara besar yang terus mendukung penyebab terjadinya konflik pengungsian dan pengasingan.
Selanjutnya, Suara dari Pengungsian seperti menegosiasi arti dari pengungsian itu sendiri. Sama seperti yang dikatakan Bolaño terkait kedekatan pengungsian dan pengasingan. Walaupun menggunakan pendekatan yang berbeda dengan kasus-kasus sebelumnya, penulis sadar betapa pengungsian dan pengasingan tidak hanya menggorok nadi seseorang secara fisik. Pengungsian dan pengasingan juga dapat menggorok ingatan-ingatan, mimpi-mimpi, bahkan kesadaran fundamental seorang manusia.
baca juga: Ratusan Warga Lereng Merapi di Magelang Kembali ke Barak Pengungsian
Melalui pendekatan tidak-terpantul-tembok, penulis bisa melihat persoalan pengungsian dan pengasingan seperti danau keruh dengan rumput gersang meranggas di tepinya. Rumah-rumah negara terbuat dari tulang-belulang dan semak berduri. Tak ada tanah bagi mereka, pengungsi korban perang, bencana, sampai pengungsi dari kehidupan terkini.
Dan jika dirangkum, semua persoalan dalam Suara dari Pengungsian menjadi semacam distopia yang bergerak—menghalangi mimpi-mimpi modern dan kabel-kabel rusak. Tapi, dengan puisi-puisinya, penulis seperti menyeret sekaratnya nafas kesusastraan avant-garde untuk meniupkan kembali keyakinan-keyakinan lama tentang sastra sebagai pembawa kabar buruk dan dokumen penghancur kekerasan yang dilakukan kekuasaan. Sebagai pembentukan kembali subjek-imajiner yang terkutuk dan marjinal, seperti Munir beserta ledakan bom yang tertancap di kepalanya dan seperti penulis yang menulis dalam pengasingan.
Judul : Suara dari Pengungsian
Penulis : Nissa Rengganis @nissrengganis
Penerbit : Langgam Pustaka @langgampustaka
Terbit : Oktober, 2021
Negara dan konflik pengungsian dan pengasingan (atau sesuatu yang menyebabkan keduanya) kerap kali menampakkan sesuatu yang nonhuman, bengis, dan kejam. Dan kita bisa melihat dari banyaknya pengungsi bernasib seperti kayu patah sampai tulisan ini ditulis dan negara-negara besar yang terus mendukung penyebab terjadinya konflik pengungsian dan pengasingan.
Selanjutnya, Suara dari Pengungsian seperti menegosiasi arti dari pengungsian itu sendiri. Sama seperti yang dikatakan Bolaño terkait kedekatan pengungsian dan pengasingan. Walaupun menggunakan pendekatan yang berbeda dengan kasus-kasus sebelumnya, penulis sadar betapa pengungsian dan pengasingan tidak hanya menggorok nadi seseorang secara fisik. Pengungsian dan pengasingan juga dapat menggorok ingatan-ingatan, mimpi-mimpi, bahkan kesadaran fundamental seorang manusia.
baca juga: Ratusan Warga Lereng Merapi di Magelang Kembali ke Barak Pengungsian
Melalui pendekatan tidak-terpantul-tembok, penulis bisa melihat persoalan pengungsian dan pengasingan seperti danau keruh dengan rumput gersang meranggas di tepinya. Rumah-rumah negara terbuat dari tulang-belulang dan semak berduri. Tak ada tanah bagi mereka, pengungsi korban perang, bencana, sampai pengungsi dari kehidupan terkini.
Dan jika dirangkum, semua persoalan dalam Suara dari Pengungsian menjadi semacam distopia yang bergerak—menghalangi mimpi-mimpi modern dan kabel-kabel rusak. Tapi, dengan puisi-puisinya, penulis seperti menyeret sekaratnya nafas kesusastraan avant-garde untuk meniupkan kembali keyakinan-keyakinan lama tentang sastra sebagai pembawa kabar buruk dan dokumen penghancur kekerasan yang dilakukan kekuasaan. Sebagai pembentukan kembali subjek-imajiner yang terkutuk dan marjinal, seperti Munir beserta ledakan bom yang tertancap di kepalanya dan seperti penulis yang menulis dalam pengasingan.
Judul : Suara dari Pengungsian
Penulis : Nissa Rengganis @nissrengganis
Penerbit : Langgam Pustaka @langgampustaka
Terbit : Oktober, 2021
tulis komentar anda