Muhammadiyah Milad ke-109, Ini Sejarah Singkat Organisasi Pembaruan Islam Itu
Kamis, 18 November 2021 - 08:50 WIB
JAKARTA - Organisasi Islam Muhammadiyah genap berusia 109 tahun pada hari ini. Kontribusinya sebagai pembawa modernitas dalam Islam tidaklah dianggap enteng.
Melansir dari laman resmi Muhammadiyah.or.id, kelahiran dan keberadaannya tak lepas dan merupakan manifestasi dari gagasan pemikiran dan perjuangan Muhammad Darwis atau yang lebih dikenal dengan Kiai Haji Ahmad Dahlan sebagai pendirinya. Setelah menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci dan bermukim yang kedua kalinya pada tahun 1903, Kiai Dahlan mulai menyemaikan benih pembaruan di Indonesia.
Gagasan pembaruan itu diperolehnya ketika berguru kepada ulama-ulama Indonesia yang bermukim di Mekkah seperti Syekh Ahmad Khatib dari Minangkabau, Kiai Nawawi dari Banten, Kiai Mas Abdullah dari Surabaya, dan Kyai Fakih dari Maskumambang. Gagasan pembaruan juga didapatkan Kiai Dahlan setelah membaca pemikiran-pemikiran seperti Ibnu Taimiyah, Muhammad bin Abdul Wahhab, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha.
"Dengan modal kecerdasan dirinya serta interaksi selama bermukim di Saudi Arabia dan bacaan atas karya-karya para pembaru pemikiran Islam itu telah menanamkan benih ide-ide dalam diri Kiai Dahlan," tulis Muhammadiyah dikutip, Kamis (18/11/2021).
Kelahiran Muhammadiyah sebagai sebuah organisasi untuk mengaktualisasikan gagasan-gagasannya merupakan hasil interaksi Kiai Dahlan dengan anggota Boedi Oetomo yang tertarik dengan masalah agama, yakni R. Budihardjo dan R. Sosrosugondo. Gagasan itu juga merupakan saran dari salah seorang siswanya di Kweekscholl Jetis, Kyai mengajar agama pada sekolah tersebut secara ekstrakulikuler.
Siswa tersebut menyarankan agar kegiatan pendidikan yang dirintis Kiai Dahlan tidak diurus olehnya sendiri tetapi oleh suatu organisasi agar terdapat kesinambungan setelah dirinya wafat. Lambat laun, nama Muhammadiyah pada mulanya diusulkan oleh kerabat dan sekaligus sahabat Kiai Dahlan yang bernama Muhammad Sangidu, seorang Ketib Anom Kraton Yogyakarta.
Pada akhirnya, nama itu diputuskan Kiai Dahlan selepas melakukan salat istikharah. "Pilihan untuk mendirikan Muhammadiyah memiliki dimensi spiritualitas yang tinggi sebagaimana tradisi kiai atau dunia pesantren," jelasnya.
Melansir dari laman resmi Muhammadiyah.or.id, kelahiran dan keberadaannya tak lepas dan merupakan manifestasi dari gagasan pemikiran dan perjuangan Muhammad Darwis atau yang lebih dikenal dengan Kiai Haji Ahmad Dahlan sebagai pendirinya. Setelah menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci dan bermukim yang kedua kalinya pada tahun 1903, Kiai Dahlan mulai menyemaikan benih pembaruan di Indonesia.
Gagasan pembaruan itu diperolehnya ketika berguru kepada ulama-ulama Indonesia yang bermukim di Mekkah seperti Syekh Ahmad Khatib dari Minangkabau, Kiai Nawawi dari Banten, Kiai Mas Abdullah dari Surabaya, dan Kyai Fakih dari Maskumambang. Gagasan pembaruan juga didapatkan Kiai Dahlan setelah membaca pemikiran-pemikiran seperti Ibnu Taimiyah, Muhammad bin Abdul Wahhab, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha.
"Dengan modal kecerdasan dirinya serta interaksi selama bermukim di Saudi Arabia dan bacaan atas karya-karya para pembaru pemikiran Islam itu telah menanamkan benih ide-ide dalam diri Kiai Dahlan," tulis Muhammadiyah dikutip, Kamis (18/11/2021).
Kelahiran Muhammadiyah sebagai sebuah organisasi untuk mengaktualisasikan gagasan-gagasannya merupakan hasil interaksi Kiai Dahlan dengan anggota Boedi Oetomo yang tertarik dengan masalah agama, yakni R. Budihardjo dan R. Sosrosugondo. Gagasan itu juga merupakan saran dari salah seorang siswanya di Kweekscholl Jetis, Kyai mengajar agama pada sekolah tersebut secara ekstrakulikuler.
Siswa tersebut menyarankan agar kegiatan pendidikan yang dirintis Kiai Dahlan tidak diurus olehnya sendiri tetapi oleh suatu organisasi agar terdapat kesinambungan setelah dirinya wafat. Lambat laun, nama Muhammadiyah pada mulanya diusulkan oleh kerabat dan sekaligus sahabat Kiai Dahlan yang bernama Muhammad Sangidu, seorang Ketib Anom Kraton Yogyakarta.
Pada akhirnya, nama itu diputuskan Kiai Dahlan selepas melakukan salat istikharah. "Pilihan untuk mendirikan Muhammadiyah memiliki dimensi spiritualitas yang tinggi sebagaimana tradisi kiai atau dunia pesantren," jelasnya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda