Antisipasi Kerusuhan, Kapolri Diminta Evaluasi Kinerja Para Kapolda
Jum'at, 05 Juni 2020 - 17:26 WIB
JAKARTA - Indonesia Police Watch (IPW) meminta Kapolri Idham Azis mengevaluasi kinerja para Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) dan Resort (Kapolres). Polri harus mengedepankan sikap profesional, modern, dan terpercaya (promoter).
(Baca juga: Polri Sebut Pelaksanaan New Normal Tetap Mengacu Protokol Kesehatan)
Hal itu juga untuk mengantisipasi dan mewaspadai konflik di masyarakat dan kerusuhan yang mungkin terjadi karena krisis kesehatan yang disebabkan oleh pandemi Covid-19. Menurut Ketua Presidium IPW Neta S Pane, masalah ini bukan tidak mungkin akan berubah ke sosial dan politik.
"Jika dalam multi krisis ini jajaran Polri tidak promoter dan lebih mengedepankan arogansi, seperti yang dialami George Floyd, bukan mustahil kekacauan seperti di Amerika Serikat akan terjadi di Indonesia. Apalagi persoalan di Indonesia sangat kompleks dan pelik," ujar Neta dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Jumat (5/6/2020).
(Baca juga: Pelibatan TNI di Masa Kenormalan Baru untuk Meminimalkan Pelanggaran)
Kerusahan massal di kota-kota di Amerika yang saat ini terjadi diakibatkan ulah anggota polisi yang semena-mean dan tidak mengindahkan hak asasi manusia (HAM). Neta mengungkapkan di Indonesia sikap polisi yang semena-semena, arogan, melakukan kriminalisasi, berpihak, tidak peka, dan mencederai rasa keadilan sudah menjadi rahasia umum.
IPW mengklaim sering mendapatkan keluhan itu dari masyarakat dan sudah menyampaikannya kepada elite-elit Polri. Namun, sering kali tidak cepat disikapi secara promoter. "Padahal, sikap seperti itu bisa memnjadi api dalam sekam yang memicu kekacauan seperti yang terjadi pada tahun 1998," ucap mantan jurnalis itu.
IPW menyikapi penyerangan Kantor Polsek Daha di Kabupaten Sungai Hulu Selatan, Kalimantan Selatan. Dalam penyerangan itu seorang anggota polisi meninggal dunia. Setelah peristiwa itu, Polri mencopot Kapolri Sungai Hulu Selatan AKBP Dedi Eka Jaya Helmi.
"Sementa Kapoldanya tidak tersentuh hukuman. Padahal, peristiwa itu terjadi akibat tidak berjalannya sistem deteksi dini. Juga lemahnya kinerja intelijen yang dibangun Kapolda sehingga teroris bisa mengobok-obok kantor polisi," tuturnya.
IPW mendorong Kapolri segera mengevaluasi perilaku dan kinerja para kapolda dan kapolres, terutama yang diduga mengkriminalisasi hak-hak ulayat atau pengusaha lokal dengan tujuan tertentu. Yang tidak bekerja secara promoter harus dicopot dari jabatannya. "Sebab polisi seperti itu tidak pantas menjadi pimpinan kepolisian," pungkasnya.
(Baca juga: Polri Sebut Pelaksanaan New Normal Tetap Mengacu Protokol Kesehatan)
Hal itu juga untuk mengantisipasi dan mewaspadai konflik di masyarakat dan kerusuhan yang mungkin terjadi karena krisis kesehatan yang disebabkan oleh pandemi Covid-19. Menurut Ketua Presidium IPW Neta S Pane, masalah ini bukan tidak mungkin akan berubah ke sosial dan politik.
"Jika dalam multi krisis ini jajaran Polri tidak promoter dan lebih mengedepankan arogansi, seperti yang dialami George Floyd, bukan mustahil kekacauan seperti di Amerika Serikat akan terjadi di Indonesia. Apalagi persoalan di Indonesia sangat kompleks dan pelik," ujar Neta dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Jumat (5/6/2020).
(Baca juga: Pelibatan TNI di Masa Kenormalan Baru untuk Meminimalkan Pelanggaran)
Kerusahan massal di kota-kota di Amerika yang saat ini terjadi diakibatkan ulah anggota polisi yang semena-mean dan tidak mengindahkan hak asasi manusia (HAM). Neta mengungkapkan di Indonesia sikap polisi yang semena-semena, arogan, melakukan kriminalisasi, berpihak, tidak peka, dan mencederai rasa keadilan sudah menjadi rahasia umum.
IPW mengklaim sering mendapatkan keluhan itu dari masyarakat dan sudah menyampaikannya kepada elite-elit Polri. Namun, sering kali tidak cepat disikapi secara promoter. "Padahal, sikap seperti itu bisa memnjadi api dalam sekam yang memicu kekacauan seperti yang terjadi pada tahun 1998," ucap mantan jurnalis itu.
IPW menyikapi penyerangan Kantor Polsek Daha di Kabupaten Sungai Hulu Selatan, Kalimantan Selatan. Dalam penyerangan itu seorang anggota polisi meninggal dunia. Setelah peristiwa itu, Polri mencopot Kapolri Sungai Hulu Selatan AKBP Dedi Eka Jaya Helmi.
"Sementa Kapoldanya tidak tersentuh hukuman. Padahal, peristiwa itu terjadi akibat tidak berjalannya sistem deteksi dini. Juga lemahnya kinerja intelijen yang dibangun Kapolda sehingga teroris bisa mengobok-obok kantor polisi," tuturnya.
IPW mendorong Kapolri segera mengevaluasi perilaku dan kinerja para kapolda dan kapolres, terutama yang diduga mengkriminalisasi hak-hak ulayat atau pengusaha lokal dengan tujuan tertentu. Yang tidak bekerja secara promoter harus dicopot dari jabatannya. "Sebab polisi seperti itu tidak pantas menjadi pimpinan kepolisian," pungkasnya.
(maf)
tulis komentar anda