Antisipasi Liburan Natal dan Tahun Baru, Vaksinasi Perlu Dipercepat
Kamis, 11 November 2021 - 19:38 WIB
Menurut data Kementerian Kesehatan per 10 November 2021, cakupan vaksinasi dosis I sudah mencapai 61,05% dari target 208,2 juta, atau sekitar 127,8 juta. Sedangkan dosis II masih 39,03% atau sekitar 81,2 juta orang.
Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan RI, Siti Nadia Tarmizi mengamini potensi gelombang ketiga Covid-19 di Indonesia jika bercermin dari kondisi di sejumlah negara Eropa. "Walau sudah bisa beraktivitas, tapi kita harus tetap waspada. Pandemi belum selesai. Pastikan prosedur kesehatan tetap jalan," ujarnya.
Menurut Nadia, program vaksinasi di Indonesia berjalan sesuai harapan. Sebelum Juli 2021, tidak ada skala prioritas tentang penerima vaksin. Fokusnya adalah melakukan penekanan pada kawasan rawan penularan. Karenanya, saat itu syarat Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk mendapatkan vaksin berlaku. Namun, melihat adanya kendala di lapangan, syarat NIK dihapus. "Setelah itu, siapa pun berhak dapat vaksin," ujarnya.
Kapasitas vaksinasi di Indonesia, katanya, mencapai 2,4 juta dosis per hari. Dalam urusan jumlah, Indonesia masuk 5 besar dunia. Secara keseluruhan, 202,27 juta dosis vaksin telah disuntikkan kepada lebih dari 124 juta orang. Dengan kemampuan ini, demikian proyeksi Kemenkes, pemerintah sudah bisa menyuntik 292,6 juta dosis vaksin pada Desember 2021, meliputi 168,56 juta (dosis I), dan 124,1 juta (dosis II). Diperkirakan pada akhir tahun nanti, vaksin dosis I bisa mencapai 80,9% dan dosis II 59,6%. Harapannya, kasus terus menurun dan gelombang ketiga tak tiba.
Agus, Buyung, dan Annas mengapresiasi kinerja pemerintah dalam vaksinasi. Namun masih ada kendala di lapangan. Menurut Annas, sosialisasi vaksin di Suku Badui masih kurang, sehingga warga ada yang menolak. Atau masih ada permintaan syarat NIK bagi penerima vaksin. "Sehingga mereka memilih tak divaksin," ujarnya.
Di kalangan penyandang disabilitas, kata Buyung, belum ada acuan tentang jumlah penyandang disabilitas yang menjadi pegangan. "Sehingga kami hanya mengambil data dari komunitas penyandang disabilitas," ujarnya.
Nadia yang memastikan penyandang disabilitas dan masyarakat adat merupakan prioritas sasaran vaksinasi, memahami bahwa rintangan masih banyak bertebaran. Desentralisasi dan kecepatan respons birokrasi menjadi persoalan. Kebijakan yang dikeluarkan belum tentu bisa dilaksanakan. Bahkan, kebijakan bisa ditafsirkan berbeda-beda oleh pemerintah daerah.
Penanganan COVID-19 ini bukan hanya dilakukan oleh kepala daerah, dinas sosial, atau Kementerian Kesehatan, tapi oleh banyak pihak. Dengan begitu, kolaborasi multisektor seluruh elemen masyarakat sangat dibutuhkan. "Kita perlu menghilangkan ego sektoral," ujarnya.
(abd)
tulis komentar anda