Indonesia dan USTR Bahas Upaya Penting Keluar dari Priority Watch List
Kamis, 04 November 2021 - 18:51 WIB
WASHINGTON DC - Pemerintah menunjukkan keseriusannya dalam pemberantasan barang palsu di Indonesia untuk meningkatkan perekonomian masyarakat yang lebih masif.
Hal tersebut ditunjukkan dengan upaya Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) bertemu Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR) dan perwakilan United States Patent and Trademark Office (USPTO) pada Rabu, 3 November 2021 di Washington DC, Amerika Serikat.
Dalam pertemuan tersebut, pemerintah dan USTR membahas upaya-upaya yang masih perlu dilakukan Indonesia untuk keluar dari Priority Watch List (PWL), daftar negara yang dinilai memiliki masalah pelanggaran kekayaan intelektual berat.
“Keluarnya Indonesia dari status PWL bahkan Watch List dalam Special 301 Report yang diterbitkan USTR memiliki peran penting dalam meningkatkan kepercayaan internasional, khususnya bagi investor asing,” terang Anom Wibowo selaku Direktur Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa selaku Ketua Delegasi Indonesia (Ketua Satuan Tugas Operasi).
Sun Chang, Director for Innovation and Intellectual Property, Kantor USTR, memaparkan sejumlah poin terkait upaya penegakan hukum kekayaan intelektual yang bisa ditingkatkan pemerintah.
“Saya menyarankan peningkatan jumlah penggerebekan, penyitaan barang dan pemusnahan barang-bukti,” ujarnya.
Menanggapi itu, Anom mengatakan bahwa pemerintah Indonesia masih akan mengedepankan pendekatan persuasif dengan sosialisasi dan diseminasi kekayaan intelektual. Jika upaya tersebut tidak diindahkan oleh pelaku pelanggaran kekayaan intelektual baik di pasar online maupun offline, barulah pemerintah akan menggunakan jalur hukum.
Selanjutnya, Sun Chang juga mengapresiasi pengembangan status statistik perkara yang dapat diakses secara online. Website ini menurut Anom masih dalam proses untuk diluncurkan dalam beberapa bulan ke depan.
“Poin ketiga, kami berharap penuntutan terhadap kasus-kasus yang ditangani oleh Kominfo RI (Kementerian Komunikasi dan Informatika) dalam konteks penutupan website sangat diperlukan sehingga tidak cukup sekedar penutupan website saja. Demikian juga dengan kasus bea dan cukai,” ucap Sun Chang.
Hal tersebut ditunjukkan dengan upaya Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) bertemu Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR) dan perwakilan United States Patent and Trademark Office (USPTO) pada Rabu, 3 November 2021 di Washington DC, Amerika Serikat.
Dalam pertemuan tersebut, pemerintah dan USTR membahas upaya-upaya yang masih perlu dilakukan Indonesia untuk keluar dari Priority Watch List (PWL), daftar negara yang dinilai memiliki masalah pelanggaran kekayaan intelektual berat.
“Keluarnya Indonesia dari status PWL bahkan Watch List dalam Special 301 Report yang diterbitkan USTR memiliki peran penting dalam meningkatkan kepercayaan internasional, khususnya bagi investor asing,” terang Anom Wibowo selaku Direktur Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa selaku Ketua Delegasi Indonesia (Ketua Satuan Tugas Operasi).
Sun Chang, Director for Innovation and Intellectual Property, Kantor USTR, memaparkan sejumlah poin terkait upaya penegakan hukum kekayaan intelektual yang bisa ditingkatkan pemerintah.
“Saya menyarankan peningkatan jumlah penggerebekan, penyitaan barang dan pemusnahan barang-bukti,” ujarnya.
Menanggapi itu, Anom mengatakan bahwa pemerintah Indonesia masih akan mengedepankan pendekatan persuasif dengan sosialisasi dan diseminasi kekayaan intelektual. Jika upaya tersebut tidak diindahkan oleh pelaku pelanggaran kekayaan intelektual baik di pasar online maupun offline, barulah pemerintah akan menggunakan jalur hukum.
Selanjutnya, Sun Chang juga mengapresiasi pengembangan status statistik perkara yang dapat diakses secara online. Website ini menurut Anom masih dalam proses untuk diluncurkan dalam beberapa bulan ke depan.
“Poin ketiga, kami berharap penuntutan terhadap kasus-kasus yang ditangani oleh Kominfo RI (Kementerian Komunikasi dan Informatika) dalam konteks penutupan website sangat diperlukan sehingga tidak cukup sekedar penutupan website saja. Demikian juga dengan kasus bea dan cukai,” ucap Sun Chang.
tulis komentar anda