Utang dalam Membangun Negeri
Senin, 01 November 2021 - 05:24 WIB
Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Kementerian Keuangan RI
Pada sistem anggaran defisit seperti yang dianut Indonesia saat ini, utang merupakan sumber pembiayaan yang tidak dapat dihindari karena sumber penerimaan negara belum dapat menutupi pengeluaran. Secara teoritis, utang dapat digunakan untuk menutup kekurangan dana pembangunan domestik yang diharapkan pengelolaannya dilakukan secara hati-hati (prudent) dan terarah dapat digunakan untuk pembangunan negara.
Hampir semua negara di dunia memiliki utang, baik yang bersumber dari dalam maupun luar negeri. Dalam sistem anggaran defisit seperti yang dianut Indonesia, utang sangat dibutuhkan untuk menutup defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Hal ini dilakukan karena pendapatan atau penerimaan yang telah dianggarkan tidak mencukupi untuk membiayai belanja pembangunan atau pengeluaran negara. Akan tetapi penerbitan atau penarikan utang ini haruslah mempertimbangkan cost and benefit dan perhitungan yang matang.
Berbagai pro dan kontra yang mewarnai keyakinan setiap ekonom dalam menilai efektivitas utang negara untuk pembangunan masih terus terjadi. Utang diharapkan dapat digunakan sebagai instrumen untuk menjawab ketertinggalan pembangunan ekonomi di tingkat domestik.
Di sisi lain utang dapat memberikan masalah yang berkepanjangan karena implikasi dari ketentuan dan aturan yang patut dipatuhi di tingkat struktural sebagai konsekuensi logis dari utang yang diluncurkan. Tak sedikit masyarakat yang masih mempertanyakan dampak positif utang terhadap perekonomian. Pihak yang pro akan mengatakan bahwa utang merupakan faktor pengungkit (leverage) yang akan mampu melipatgandakan aset negara. Di sisi lain pihak yang kontra mengatakan bahwa utang hanya akan menjerat negara pada kubangan utang yang akhirnya berujung pada kebangkrutan.
Sejatinya kunci dari efektivitas penggunaan utang adalah pengelolaan dana pinjaman yang diterima. Pengelolaan utang yang tidak prudent dapat menimbulkan permasalahan yang berat bagi keuangan negara.
Indonesia harus mengambil pelajaran penting dari Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (UE). Krisis ekonomi yang terjadi di kedua kawasan tersebut berakar dari penggunaan dan pengelolaan utang yang tidak hati-hati. Banyak ekonom yang telah memperingatkan AS dan beberapa negara di Uni Eropa akan dampak buruk dari penggunaan utang yang tidak tepat sasaran.
Seperti halnya di AS, kawasan UE juga memiliki tingkat utang pemerintah yang cukup tinggi. Sehingga pemerintah di kawasan UE harus mengeluarkan dana cukup besar untuk menalangi perbankan dan lembaga keuangannya agar tidak terjadi pembekuan terhadap sistem kredit secara masif. Indonesia pun juga pernah mengalami kejadian serupa, di mana utang pemerintah juga mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Hal ini dikarenakan utang yang tidak prudent yang telah menjadi pemicu krisis moneter 1998 yang berkepanjangan.
Staf Khusus Kementerian Keuangan RI
Pada sistem anggaran defisit seperti yang dianut Indonesia saat ini, utang merupakan sumber pembiayaan yang tidak dapat dihindari karena sumber penerimaan negara belum dapat menutupi pengeluaran. Secara teoritis, utang dapat digunakan untuk menutup kekurangan dana pembangunan domestik yang diharapkan pengelolaannya dilakukan secara hati-hati (prudent) dan terarah dapat digunakan untuk pembangunan negara.
Hampir semua negara di dunia memiliki utang, baik yang bersumber dari dalam maupun luar negeri. Dalam sistem anggaran defisit seperti yang dianut Indonesia, utang sangat dibutuhkan untuk menutup defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Hal ini dilakukan karena pendapatan atau penerimaan yang telah dianggarkan tidak mencukupi untuk membiayai belanja pembangunan atau pengeluaran negara. Akan tetapi penerbitan atau penarikan utang ini haruslah mempertimbangkan cost and benefit dan perhitungan yang matang.
Berbagai pro dan kontra yang mewarnai keyakinan setiap ekonom dalam menilai efektivitas utang negara untuk pembangunan masih terus terjadi. Utang diharapkan dapat digunakan sebagai instrumen untuk menjawab ketertinggalan pembangunan ekonomi di tingkat domestik.
Di sisi lain utang dapat memberikan masalah yang berkepanjangan karena implikasi dari ketentuan dan aturan yang patut dipatuhi di tingkat struktural sebagai konsekuensi logis dari utang yang diluncurkan. Tak sedikit masyarakat yang masih mempertanyakan dampak positif utang terhadap perekonomian. Pihak yang pro akan mengatakan bahwa utang merupakan faktor pengungkit (leverage) yang akan mampu melipatgandakan aset negara. Di sisi lain pihak yang kontra mengatakan bahwa utang hanya akan menjerat negara pada kubangan utang yang akhirnya berujung pada kebangkrutan.
Sejatinya kunci dari efektivitas penggunaan utang adalah pengelolaan dana pinjaman yang diterima. Pengelolaan utang yang tidak prudent dapat menimbulkan permasalahan yang berat bagi keuangan negara.
Indonesia harus mengambil pelajaran penting dari Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (UE). Krisis ekonomi yang terjadi di kedua kawasan tersebut berakar dari penggunaan dan pengelolaan utang yang tidak hati-hati. Banyak ekonom yang telah memperingatkan AS dan beberapa negara di Uni Eropa akan dampak buruk dari penggunaan utang yang tidak tepat sasaran.
Seperti halnya di AS, kawasan UE juga memiliki tingkat utang pemerintah yang cukup tinggi. Sehingga pemerintah di kawasan UE harus mengeluarkan dana cukup besar untuk menalangi perbankan dan lembaga keuangannya agar tidak terjadi pembekuan terhadap sistem kredit secara masif. Indonesia pun juga pernah mengalami kejadian serupa, di mana utang pemerintah juga mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Hal ini dikarenakan utang yang tidak prudent yang telah menjadi pemicu krisis moneter 1998 yang berkepanjangan.
tulis komentar anda