Mahfud MD Sebut Putusan Uji Materi MK soal UU Covid-19 Kuatkan Posisi Pemerintah
Jum'at, 29 Oktober 2021 - 21:08 WIB
JAKARTA - Menko Polhukam Mahfud MD mengingatkan bahwa putusan uji materi UU Nomor 2/2020 tentang penanganan pandemi Covid-19 ( UU Covid-19 ) justru memperkuat posisi pemerintah. MK tidak menghapus kalimat pada pasal yang dipersoalkan tetapi menambahkan.
MK menambahkan frasa ”sepanjang dilakukan dengan itikad baik sesuai dengan peraturan perundang-undangan” dari yang tadinya hanya di ayat 2 menjadi ayat 1 dan 3.
"Jadi tidak ada penghapusan hanya ditambahkan kalimat. Nah kalimat yang ada ditambah ini, diambil dari UU yang sudah ada, yaitu pasal 27 ayat (2). Pasal itu menyatakan seperti itu, bahwa pemerintah tidak dapat diajukan ke pengadilan, tidak bisa digugat secara pidana maupun perdata di dalam melaksanakan anggaran terkait covid jika dilakukan dengan itikad baik dan sesuai dengan peraturan. Ini sudah ada di UU," kata Mahfud dalam konferensi pers, Jumat (29/10/2021).
Kalimat yang menyebut sebuah subjek tidak bisa digugat pidana maupun perdata juga termaktub di dalam beberapa UU. Antara lain Pasal 50 dan 51 KUHP dan Undang-Undang Nomor 9 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK).
"Itu juga sudah ada di berbagai UU lain, jadi enggak usah didramatisir seakan-akan ini dibatalkan dan harus ditambahkan. Lho di UU lain sudah banyak nih," tuturnya.
Oleh karenanya, Mahfud meminta masyarakat membaca dengan seksama isi dari vonis MK. Dia memastikan, semua hal yang dilakukan pemerintah berkaitan dengan penanganan Covid-19 berjalan dengan baik.
"Harap hati-hati dalam membaca. Semua berjalan baik dan kita tahu hari-hari ini sedang mendapat pujian dari pemeringkatan penanganan Covid-19. Dimana Indonesia termasuk yang teratas dan ada di level 1 di seluruh dunia penanganannya," katanya.
Sekadar informasi, UU tersebut digugat oleh Amien Rais, Sirajuddin Syamsuddin, serta aktivis dan LSM. Dalam gugatannya, pemohon menyebut UU Covid-19, khususnya Pasal 27 berpotensi melegitimasi penyelewengan pengelolaan keuangan negara dan membebaskan penyelenggara negara dari jeratan pasal tindak pidana korupsi, bahkan tidak dapat digugat pada peradilan tata usaha.
MK menambahkan frasa ”sepanjang dilakukan dengan itikad baik sesuai dengan peraturan perundang-undangan” dari yang tadinya hanya di ayat 2 menjadi ayat 1 dan 3.
"Jadi tidak ada penghapusan hanya ditambahkan kalimat. Nah kalimat yang ada ditambah ini, diambil dari UU yang sudah ada, yaitu pasal 27 ayat (2). Pasal itu menyatakan seperti itu, bahwa pemerintah tidak dapat diajukan ke pengadilan, tidak bisa digugat secara pidana maupun perdata di dalam melaksanakan anggaran terkait covid jika dilakukan dengan itikad baik dan sesuai dengan peraturan. Ini sudah ada di UU," kata Mahfud dalam konferensi pers, Jumat (29/10/2021).
Kalimat yang menyebut sebuah subjek tidak bisa digugat pidana maupun perdata juga termaktub di dalam beberapa UU. Antara lain Pasal 50 dan 51 KUHP dan Undang-Undang Nomor 9 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK).
"Itu juga sudah ada di berbagai UU lain, jadi enggak usah didramatisir seakan-akan ini dibatalkan dan harus ditambahkan. Lho di UU lain sudah banyak nih," tuturnya.
Oleh karenanya, Mahfud meminta masyarakat membaca dengan seksama isi dari vonis MK. Dia memastikan, semua hal yang dilakukan pemerintah berkaitan dengan penanganan Covid-19 berjalan dengan baik.
"Harap hati-hati dalam membaca. Semua berjalan baik dan kita tahu hari-hari ini sedang mendapat pujian dari pemeringkatan penanganan Covid-19. Dimana Indonesia termasuk yang teratas dan ada di level 1 di seluruh dunia penanganannya," katanya.
Sekadar informasi, UU tersebut digugat oleh Amien Rais, Sirajuddin Syamsuddin, serta aktivis dan LSM. Dalam gugatannya, pemohon menyebut UU Covid-19, khususnya Pasal 27 berpotensi melegitimasi penyelewengan pengelolaan keuangan negara dan membebaskan penyelenggara negara dari jeratan pasal tindak pidana korupsi, bahkan tidak dapat digugat pada peradilan tata usaha.
(muh)
tulis komentar anda