Era New Normal Saatnya Diterapkan Pelatihan Tatap Muka untuk Kartu Prakerja
Rabu, 03 Juni 2020 - 13:16 WIB
JAKARTA - Seiring dengan rencana pemerintah untuk menerapkan tatanan normal baru (new normal), sudah saatnya pemerintah kembali ke desain awal pelaksanaan Program Kartu Prakerja yaitu melalui pelatihan offline atau gabungan online dan offline.
(Baca juga: Salurkan Bansos Corona, Kemensos Tegaskan Penerima Tidak Dipungut Biaya)
Menurut Anggota DPR dari Partai Golkar, Yahya Zaini, pelatihan tatap muka mempunyai komposisi kurikulum 30 % teori dan 70 % praktek. Sehingga sangat tepat untuk memberikan bekal ketrampilan bagi pekerja yg dirumahkan, terkena PHK atau pelaku UMKM yang kehilangan pekerjaan akibat Covid-19 atau virus Corona ini.
"Dalam praktik selama ini pelatihan tatap muka membutuhkan alokasi waktu rata-rata 2 minggu dengan jumlah peserta yg terbatas 16 orang setiap angkatan, sehingga sangat efektif," kata Yahya Zaini.
(Baca juga: Adaptasi New Normal, Kepala Bappenas: Tidak Perlu Dirumit-rumitkan)
Politikus senior Golkar tersebut mengingatkan, yang perlu dirancang ulang adalah biaya pelatihannya. Besaran biaya pelatihan tatap muka berkisar 4 juta perorang. Sedangkan untuk insentif dapat diturunkan menjadi 300 ribu perbulan selama 3 bulan.
"Dengan demikian, jumlah peserta yang dapat dijangkau juga akan mengalami korekasi menjadi sekitar 4 juta orang. Dengan pelatihan tatap muka akan memberdayakan Balai Latihan Kerja (BLK) yang berjumlah sekitar 305 dan tersebar di seluruh Indonesia," jelas Yahya Zaini.
"Di mana 21 BLK milik pusat dan 284 milik pemda dengan daya tampung sebanyak 275.000 orang. Tentu harus dilakukan secara selektif sesuai dengan kebutuhan dunia kerja," tambahnya.
Yahya yakin, dengan mengembalikan ke desain pelatihan tatap muka atau offline akan meredam kritik masyarakat terhadap pelaksanaan Program Prakerja yang selama ini dilaksanakan secara online.
"Tetapi dalam masa transisi sekarang ini dapat diterapkan pola mix atau gabungan pelatihan online dan offline. Pelatihan online tetap diperlukan terutama untuk jenis-jenis pelatihan yang tidak tersedia di BLK-BLK. Pelatihan online juga lebih diminati oleh peserta milenial," ujarnya.
Sehingga kata dia, akan terjadi pembagian peran yang sinergis antara pelatihan online dan offline. Ia juga berharap, penerapan pelatihan offline hendaknya jadi momentum untuk percepatan pemberdayaan BLK yang sudah dicanangkan oleh Kemenaker.
"Yang lebih penting, peserta akan mendapatkan ketrampilan yang benar-benar dapat diterapkan untuk usaha mandiri selama Covid-19 belum hilang tuntas," pungkas wakil rakyat dari Dapil Jawa Timur VIII tersebut.
(Baca juga: Salurkan Bansos Corona, Kemensos Tegaskan Penerima Tidak Dipungut Biaya)
Menurut Anggota DPR dari Partai Golkar, Yahya Zaini, pelatihan tatap muka mempunyai komposisi kurikulum 30 % teori dan 70 % praktek. Sehingga sangat tepat untuk memberikan bekal ketrampilan bagi pekerja yg dirumahkan, terkena PHK atau pelaku UMKM yang kehilangan pekerjaan akibat Covid-19 atau virus Corona ini.
"Dalam praktik selama ini pelatihan tatap muka membutuhkan alokasi waktu rata-rata 2 minggu dengan jumlah peserta yg terbatas 16 orang setiap angkatan, sehingga sangat efektif," kata Yahya Zaini.
(Baca juga: Adaptasi New Normal, Kepala Bappenas: Tidak Perlu Dirumit-rumitkan)
Politikus senior Golkar tersebut mengingatkan, yang perlu dirancang ulang adalah biaya pelatihannya. Besaran biaya pelatihan tatap muka berkisar 4 juta perorang. Sedangkan untuk insentif dapat diturunkan menjadi 300 ribu perbulan selama 3 bulan.
"Dengan demikian, jumlah peserta yang dapat dijangkau juga akan mengalami korekasi menjadi sekitar 4 juta orang. Dengan pelatihan tatap muka akan memberdayakan Balai Latihan Kerja (BLK) yang berjumlah sekitar 305 dan tersebar di seluruh Indonesia," jelas Yahya Zaini.
"Di mana 21 BLK milik pusat dan 284 milik pemda dengan daya tampung sebanyak 275.000 orang. Tentu harus dilakukan secara selektif sesuai dengan kebutuhan dunia kerja," tambahnya.
Yahya yakin, dengan mengembalikan ke desain pelatihan tatap muka atau offline akan meredam kritik masyarakat terhadap pelaksanaan Program Prakerja yang selama ini dilaksanakan secara online.
"Tetapi dalam masa transisi sekarang ini dapat diterapkan pola mix atau gabungan pelatihan online dan offline. Pelatihan online tetap diperlukan terutama untuk jenis-jenis pelatihan yang tidak tersedia di BLK-BLK. Pelatihan online juga lebih diminati oleh peserta milenial," ujarnya.
Sehingga kata dia, akan terjadi pembagian peran yang sinergis antara pelatihan online dan offline. Ia juga berharap, penerapan pelatihan offline hendaknya jadi momentum untuk percepatan pemberdayaan BLK yang sudah dicanangkan oleh Kemenaker.
"Yang lebih penting, peserta akan mendapatkan ketrampilan yang benar-benar dapat diterapkan untuk usaha mandiri selama Covid-19 belum hilang tuntas," pungkas wakil rakyat dari Dapil Jawa Timur VIII tersebut.
(maf)
Lihat Juga :
tulis komentar anda