Sebelum Banteng vs Celeng, Ini 5 Kisruh Internal PDIP yang Menyedot Perhatian Publik
Rabu, 13 Oktober 2021 - 19:38 WIB
Jika pada Kongres I PDIP hanya mencalonkan Megawati sebagai Ketua Umum, berbeda dengan Kongres II di Bali pada 2005. Menjelang pelaksanaan kongres, Gerakan Pembaharuan PDI Perjuangan memunculkan banyak pilihan calon. Antara lain Arifin Panigoro, Roy BB Janis, Laksamana Sukardi, Sophan Sopian, dan Guruh Soekarnoputra.
Namun dalam perjalanannya, kelima calon dari gerakan pembaharuan PDIP mengundurkan diri. Megawati pun menjadi calon tunggal dan terpilih kembali menjadi Ketua Umum PDIP.
Dari gerakan pembaharuan ini lahirlah Partai Demokrasi Pembaruan (PDP).
Baca juga: Celeng versus Bebek di Internal PDIP Potensial Bikin Resistensi Masyarakat
3. Pilgub Jateng 2013
Kisruh internal PDIP juga terjadi pada Pilgub Jateng 2013. Wakil Gubernur Jawa Tengah waktu itu, Rustriningsih ingin naik kelas menggantikan Bibit Waluyo. Namun Megawati justru memberikan posisi itu ke Ganjar Pranowo.
Rustri kecewa, sakit hati. Dia tak terima saat loyalitas, prestasi, dan popularitasnya dianggap seolah tak berarti lagi. Atas kekecewaan itu, pada Pilpres 2014 Rustri balik arah mendukung Prabowo Subianto-Hatta Radjasa yang merupakan lawan jagoan PDIP, Jokowi-Jusuf Kalla.
4. Pilwalkot Surabaya 2020
Keputusan Megawati Soekarnoputri memberikan rekomendasi kepada figur nonpartai di Pilwalkot Surabaya 2020 menyulut gejolak di internal partai. PDIP memilih mengusung birokrat Eri Cahyadi menjadi calon wali kota Surabaya daripada kadernya, Whisnu Sakti Buana.
Namun dalam perjalanannya, kelima calon dari gerakan pembaharuan PDIP mengundurkan diri. Megawati pun menjadi calon tunggal dan terpilih kembali menjadi Ketua Umum PDIP.
Dari gerakan pembaharuan ini lahirlah Partai Demokrasi Pembaruan (PDP).
Baca juga: Celeng versus Bebek di Internal PDIP Potensial Bikin Resistensi Masyarakat
3. Pilgub Jateng 2013
Kisruh internal PDIP juga terjadi pada Pilgub Jateng 2013. Wakil Gubernur Jawa Tengah waktu itu, Rustriningsih ingin naik kelas menggantikan Bibit Waluyo. Namun Megawati justru memberikan posisi itu ke Ganjar Pranowo.
Rustri kecewa, sakit hati. Dia tak terima saat loyalitas, prestasi, dan popularitasnya dianggap seolah tak berarti lagi. Atas kekecewaan itu, pada Pilpres 2014 Rustri balik arah mendukung Prabowo Subianto-Hatta Radjasa yang merupakan lawan jagoan PDIP, Jokowi-Jusuf Kalla.
4. Pilwalkot Surabaya 2020
Keputusan Megawati Soekarnoputri memberikan rekomendasi kepada figur nonpartai di Pilwalkot Surabaya 2020 menyulut gejolak di internal partai. PDIP memilih mengusung birokrat Eri Cahyadi menjadi calon wali kota Surabaya daripada kadernya, Whisnu Sakti Buana.
Lihat Juga :
tulis komentar anda