Stunting: Pemerintah Daerah atau Pusat?

Senin, 06 September 2021 - 14:25 WIB
Berdasarkan data Bulan Penimbangan Balita (BPB) Agustus 2020, angka prevalensi stunting di Kabupaten Tasikmalaya telah melebihi target nasional, yakni di atas 20%. Selanjutnya, jika dibandingkan dengan berbagai negara lain di dunia, angka stunting di Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan Korea Selatan (2,2%), Jepang (5,5%), Malaysia (20,9%), China (4,7%), Thailand (12,3%), Filipina (28,7%), dan Kenya (19,4%). Meski demikian, persentase stunting di Indonesia lebih rendah dari di Kongo (40,8%), Ethiopia (35,3%), dan Rwanda (32,6%).

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan. Kondisi itu mempengaruhi tumbuh kembang otak anak serta menyebabkan anak lebih berisiko menderita penyakit kronis setelah dewasa.

Berbagai hasil penelitian menunjukkan anak yang tumbuh dengan stunting mengalami masalah perkembangan kognitif dan psikomotor. Jika proporsi anak yang mengalami kurang gizi, gizi buruk, dan stunting besar dalam suatu negara, maka akan berdampak pula pada proporsi kualitas sumber daya manusia yang dihasilkan. Artinya, besarnya masalah stunting pada anak hari ini akan berdampak pada kualitas masa depan bangsa.

Stunting dan Dana Desa

Terkait kebijakan penanggulangan stunting di Indonesia, Kemenkes memperluas wilayah lokus untuk pelaksanaan intervensi. Tahun 2020 akan melingkupi 260 Kab/Kota yang terus diperluas hingga sasaran seluruh kabupaten di tahun 2024. Hal ini sejalan dengan target pemerintah menurunkan prevalensi stunting menjadi 14% pada tahun 2024.

Pemerintah telah mengucurkan anggaran, baik melalui mekanisme belanja kementerian/lembaga, maupun melalui mekanisme Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) dengan alokasi yang cukup besar. Pada tahun 2020, anggaran pemerintah yang dialokasikan untuk penanganan penurunan angka stunting melalui TKDD mencapai Rp76,2 triliun. Sebuah anggaran yang tak sedikit.

Kini, di tahun 2021 anggaran yang diperuntukkan bagi penurunan angka stunting tersebut mengalami peningkatan menjadi Rp86,2 triliun. Kenaikan anggaran tersebut merupakan wujud keseriusan pemerintah untuk menekan angka stunting di 2024 mendatang.

Selain upaya penanganan dari pusat, pemerintah daerah juga memiliki peran yang sangat penting dalam upaya penanggulangan stunting secara terarah di semua tingkatan mulai dari Provinsi, Kabupaten/Kota, hingga Kecamatan dan Desa. Pada tahun 2019 pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61/PMK.07/2019 yang menetapkan pedoman penggunaan dana transfer untuk mendukung pelaksanaan kegiatan intervensi pencegahan stunting.

Sejalan dengan Kemenkeu, Kemendes juga telah memasukan pencegahan stunting sebagai salah satu prioritas penggunaan dana desa tahun 2019 dan tahun 2020. Di samping itu, untuk memberikan penekanan pada setiap desa dalam penggunaan dana desa untuk pencegahan stunting, Kemenkeu menetapkan salah satu dokumen persyaratan pengajuan pencairan dana desa ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) yakni laporan konvergensi pencegahan stunting tingkat desa. Laporan yang disampaikan sebagai syarat pencairan dana desa tahap II tersebut, sekaligus sebagai bentuk monitoring atas penggunaan dana desa dalam pencegahan stunting.

Pada perjalanannya, pelaksanaan upaya penurunan stunting di berbagai daerah masih banyak yang belum optimal. Berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan oleh Kementerian PPN/Bappenas dan Kementerian Keuangan terkait dengan pemanfaatan DAK di tahun 2020, diketahui bahwa banyak daerah yang belum memanfaatkannya secara optimal untuk penanganan stunting.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More