Fahri Bachmid: Rencana Amendemen UUD 1945 oleh MPR Cacat Konsep dan Paradigma
Sabtu, 04 September 2021 - 15:54 WIB
JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara dan Konstitusi Universitas Muslim Indonesia, Fahri Bachmid menilai rencana amendemen UU 1945 tidak bisa diputuskan secara terburu-buru, parsial, dan serampangan. Diperlukan kehati-hatian, kecermatan dan pembahasan yang cukup mendalam, karena akan berimplikasi pada konstruksi hukum tata negara secara keseluruhan.
"Rencana amendemen Konstitusi oleh MPR cacat konsep dan paradigma," kata Fahri Bachmid dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (4/9/2021).
Menurutnya, diskurusus amendemen UUD 1945 oleh MPR, yang konon akan dilakukan secara terbatas, yakni menambah 1 ayat pada pasal 3 yang memberi kewenangan kepada MPR untuk mengubah dan menetapkan PPHN (Pokok-pokok Haluan Negara), dan menambahkan ayat pada ketentuan pasal 23 yang mengatur kewenangan DPR untuk menolak RUU APBN yang diajukan oleh presiden apabila tidak sesuai dengan PPHN, menjadi sesuatu yang harus disikapi dan dibahas.
Baca juga: Wacana Amendemen UUD 1945, Gerindra: Belum Tentu Dilaksanakan
Secara konstitusional maupun teoritik, amandemen konstitusi merupakan sebuah keniscayaan untuk mengakomodir tuntutan dan kebutuhan serta dinamika hukum masyarakat, dan untuk amendemen UUD 1945 MPR harus dilakukan dengan cermat dan hati-hati, setidaknya wajib mengunakan parameter untuk mengukur tingkat urgensinya. Hal ini, kata dia, jika merujuk pada Kesepakatan Dasar yang disusun oleh Panitia Ad Hoc I pada saat proses pembahasan perubahan UUD 1945 pada saat amandemen pertama sampai keempat tahun 1999-2002.
Isi dari kesepakatan dasar yang disepakati tersebut antara lain;Pertama, tidak mengubah Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, kedua, tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia; ketiga, mempertegas sistem pemerintahan presidensial; keempat, Penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang memuat hal-hal normatif akan dimasukkan ke dalam pasal-pasal (batang tubuh); kelima, melakukan perubahan dengan cara adendeum.
"Jika merifer dari dasar itu, maka salah satunya adalah konsep penguatan sistem pemerintahan presidensial, dan konsisi objektif saat ini terkait wacana pemekaran/penambahan kewenangan MPR RI menetapkan PPHN dalam UUD 1945 maka secara teoritik tentu akan menganulir serta mereduksi sistem pemerintahan presidensial itu sendiri," kata Fahri Bachmid.
Baca juga: Ini Syaratnya agar Amendemen UUD 1945 Bisa Berjalan Mulus
"Rencana amendemen Konstitusi oleh MPR cacat konsep dan paradigma," kata Fahri Bachmid dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (4/9/2021).
Menurutnya, diskurusus amendemen UUD 1945 oleh MPR, yang konon akan dilakukan secara terbatas, yakni menambah 1 ayat pada pasal 3 yang memberi kewenangan kepada MPR untuk mengubah dan menetapkan PPHN (Pokok-pokok Haluan Negara), dan menambahkan ayat pada ketentuan pasal 23 yang mengatur kewenangan DPR untuk menolak RUU APBN yang diajukan oleh presiden apabila tidak sesuai dengan PPHN, menjadi sesuatu yang harus disikapi dan dibahas.
Baca juga: Wacana Amendemen UUD 1945, Gerindra: Belum Tentu Dilaksanakan
Secara konstitusional maupun teoritik, amandemen konstitusi merupakan sebuah keniscayaan untuk mengakomodir tuntutan dan kebutuhan serta dinamika hukum masyarakat, dan untuk amendemen UUD 1945 MPR harus dilakukan dengan cermat dan hati-hati, setidaknya wajib mengunakan parameter untuk mengukur tingkat urgensinya. Hal ini, kata dia, jika merujuk pada Kesepakatan Dasar yang disusun oleh Panitia Ad Hoc I pada saat proses pembahasan perubahan UUD 1945 pada saat amandemen pertama sampai keempat tahun 1999-2002.
Isi dari kesepakatan dasar yang disepakati tersebut antara lain;Pertama, tidak mengubah Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, kedua, tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia; ketiga, mempertegas sistem pemerintahan presidensial; keempat, Penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang memuat hal-hal normatif akan dimasukkan ke dalam pasal-pasal (batang tubuh); kelima, melakukan perubahan dengan cara adendeum.
"Jika merifer dari dasar itu, maka salah satunya adalah konsep penguatan sistem pemerintahan presidensial, dan konsisi objektif saat ini terkait wacana pemekaran/penambahan kewenangan MPR RI menetapkan PPHN dalam UUD 1945 maka secara teoritik tentu akan menganulir serta mereduksi sistem pemerintahan presidensial itu sendiri," kata Fahri Bachmid.
Baca juga: Ini Syaratnya agar Amendemen UUD 1945 Bisa Berjalan Mulus
tulis komentar anda