Kekurangan Pajak Diprediksi Rp87,1 Triliun
Rabu, 25 Agustus 2021 - 08:05 WIB
REALISASI penerimaan pajak tahun ini diprediksi meleset dari target yang dipatok dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021. Sebelumnya, pajak ditarget Rp1.229,6 triliun, namun Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memprediksi hanya bisa terkumpul Rp1.142,5 triliun atau hanya 92,9% dari target realisasi. Angka kekurangan pajak (shortfall) meningkat jadi Rp87,1 triliun dari angka yang dipatok sebelumnya Rp53,3 triliun. Perencanaan penerimaan pajak berantakan menyusul kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) akibat belum meredanya pandemi Covid-19.
Walau demikian, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebut penerimaan pajak masih tumbuh 6,6% secara tahunan (year on year/yoy) meski mengalami tekanan serius dibanding semester I 2021, sebagaimana diungkap pada rapat kerja dengan Komisi XI DPR awal pekan ini. Tak bisa dihindari, periode Juli-Agustus 2021 penerimaan pajak loyo.
Selain penerimaan pajak tetap tumbuh secara tahunan beberapa sektor penerimaannya mulai pulih. Diantaranya, industri pengolahan dan perdagangan masing-masing tumbuh 5,7% yoy dan 11,4% yoy, bahkan sektor informasi dan komunikasi tumbuh 15,8% yoy. Sebaliknya, sektor kontruksi masih catat minus 16% yoy, sektor pertambangan minus 8,1% yoy, dan sektor jasa keuangan minus 3,9% yoy. Adapun sektor transportasi dan pergudangan minus 1,1% namun sektor ini sangat volatile.
Perkiraan mengerutnya realisasi penerimaan pajak bukan hanya faktor kebijakan PPKM yang membuat aktivitas masyarakat bagaikan kendaraan direm, tetapi juga dipengaruhi pemberian beragam insentif pajak untuk bidang kesehatan dan dunia usaha, guna meringankan beban dalam menghadapi dampak pandemi Covid-19. Potensi penerimaan pajak yang hilang pada semester pertama, sebagaimana diungkapkan Menkeu nilainya menembus Rp48,74 triliun. Rincian pemberian insentif pajak meliputi bidang kesehatan Rp3,64 triliun untuk pembebasan pajak dari barang yang dibutuhkan selama pandemi Covid-19. Lalu, dunia usaha Rp45,1 triliun, terdiri atas pajak penghasilan (PPh) 21, PPh 22, PPh 25, pajak pertambahan nilai (PPN), dan penurunan tarif wajib pajak (WP) Badan, serta PPh final UMKM.
Meski realisasi penerimaan pajak tahun ini diprediksi melemah, terutama semester II, pemerintah tetap optimistis lebih baik dibandingkan realisasi tahun lalu yang mencapai Rp 1.070,0 triliun atau sekitar 89,3% dari target yang dipatok dalam APBN 2020 sebesar 1.198,8 triliun. Kekurangan setoran pajak saat itu sebesar Rp128,8 triliun.
Memang dalam setahun setengah dihajar pandemi Covid-19, perekonomian nasional terseok-seok, bahkan sempat tergelincir ke jurang resesi ekonomi selama tiga kuartal, dan berhasil keluar dari resesi ekonomi pada kuartal kedua tahun ini. Pemerintah diperhadapkan pada persoalan yang amat sulit, antara menyelamatkan perekonomian nasional dan menjaga kesehatan masyarakat. Pilihannya, pemerintah memilih jalan tengah yakni PPKM yang pada sejatinya adalah setengah lockdown. Dan, kebijakan PPKM akan terus berlanjut sepanjang pandemi Covid-19 masih terus membahayakan kesehatan masyarakat. Artinya, target realisasi penerimaan pajak belum aman ke depan.
Walau demikian, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebut penerimaan pajak masih tumbuh 6,6% secara tahunan (year on year/yoy) meski mengalami tekanan serius dibanding semester I 2021, sebagaimana diungkap pada rapat kerja dengan Komisi XI DPR awal pekan ini. Tak bisa dihindari, periode Juli-Agustus 2021 penerimaan pajak loyo.
Selain penerimaan pajak tetap tumbuh secara tahunan beberapa sektor penerimaannya mulai pulih. Diantaranya, industri pengolahan dan perdagangan masing-masing tumbuh 5,7% yoy dan 11,4% yoy, bahkan sektor informasi dan komunikasi tumbuh 15,8% yoy. Sebaliknya, sektor kontruksi masih catat minus 16% yoy, sektor pertambangan minus 8,1% yoy, dan sektor jasa keuangan minus 3,9% yoy. Adapun sektor transportasi dan pergudangan minus 1,1% namun sektor ini sangat volatile.
Perkiraan mengerutnya realisasi penerimaan pajak bukan hanya faktor kebijakan PPKM yang membuat aktivitas masyarakat bagaikan kendaraan direm, tetapi juga dipengaruhi pemberian beragam insentif pajak untuk bidang kesehatan dan dunia usaha, guna meringankan beban dalam menghadapi dampak pandemi Covid-19. Potensi penerimaan pajak yang hilang pada semester pertama, sebagaimana diungkapkan Menkeu nilainya menembus Rp48,74 triliun. Rincian pemberian insentif pajak meliputi bidang kesehatan Rp3,64 triliun untuk pembebasan pajak dari barang yang dibutuhkan selama pandemi Covid-19. Lalu, dunia usaha Rp45,1 triliun, terdiri atas pajak penghasilan (PPh) 21, PPh 22, PPh 25, pajak pertambahan nilai (PPN), dan penurunan tarif wajib pajak (WP) Badan, serta PPh final UMKM.
Meski realisasi penerimaan pajak tahun ini diprediksi melemah, terutama semester II, pemerintah tetap optimistis lebih baik dibandingkan realisasi tahun lalu yang mencapai Rp 1.070,0 triliun atau sekitar 89,3% dari target yang dipatok dalam APBN 2020 sebesar 1.198,8 triliun. Kekurangan setoran pajak saat itu sebesar Rp128,8 triliun.
Memang dalam setahun setengah dihajar pandemi Covid-19, perekonomian nasional terseok-seok, bahkan sempat tergelincir ke jurang resesi ekonomi selama tiga kuartal, dan berhasil keluar dari resesi ekonomi pada kuartal kedua tahun ini. Pemerintah diperhadapkan pada persoalan yang amat sulit, antara menyelamatkan perekonomian nasional dan menjaga kesehatan masyarakat. Pilihannya, pemerintah memilih jalan tengah yakni PPKM yang pada sejatinya adalah setengah lockdown. Dan, kebijakan PPKM akan terus berlanjut sepanjang pandemi Covid-19 masih terus membahayakan kesehatan masyarakat. Artinya, target realisasi penerimaan pajak belum aman ke depan.
(bmm)
tulis komentar anda