Pemerintah Pusat dan Daerah Harus Duduk Bersama Selaraskan Penanganan Corona

Selasa, 21 April 2020 - 13:24 WIB
Komnas HAM menemukan, bahwa belum solidnya kebijakan, platform, dan orientasi kepentingan dalam penanggulangan pandemi Covid-19 atau virus Corona. Foto/Ilustrasi/SINDOnews
JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan belum solidnya kebijakan, platform, dan orientasi kepentingan dalam penanggulangan pandemi Covid-19 atau virus Corona. Pemerintah pusat dan daerah masih ada yang berbeda cara dalam implementasi di lapangan.

Komisioner Komnas HAM M Choirul Anam mengungkapkan, beberapa daerah di Jabodetabek meminta angkutan publik disetop, terutama kereta listrik (krl), tapi ditolak. Beberapa daerah, seperti Provinsi Maluku memilih melakukan pembatasan sosial berskala regional (PSBR) dan Papua menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) secara mandiri.

(Baca juga: Pemerintah Diminta Optimal Tangani Dampak Pandemi Corona)



Komnas HAM mempertanyakan orientasi utama dari penerapan PSBB dan penanggulangan pandemi apakah kepentingan ekonomi atau hak atas kesehatan. Maka, pemerintah pusat dan daerah harus duduk bersama untuk menyelesaikan perbedaan ini.

"Sehingga, tarik menarik antar kepentingan ini dapat dikelola sedemikian rupa tanpa mengurangi tujuan semula diterapkannya PSBB. Juga untuk kepentingan keselamatan dan kesehatan masyarakat,” ujarnya dalam keterangan pers melalui video conference di Jakarta, Selasa (21/04/2020).

Komnas HAM juga menyoroti sektor lain, yakni buruh yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), bantuan langsung tunai dan bahan pokok, kriminalitas yang dihubungkan dengan dibebaskannya para narapidana, dan hak beribadah. Selain itu ada juga yang penting, yakni penanganan pekerja migran Indonesia (PMI) dan penyandang disabilitas.

Anam mendapatkan informasi akan ada PMI yang pulang ke Tanah Air dalam jumlah besar. Ini belum ada teknis penanganan yang komprehensif, seperti mekanisme karantina dan pemenuhan kehidupan PMI dan keluarganya.

Masalah lain, di perbatasan Indonesia-Malaysia banyak jalan tikus atau tradisional yang kerap tidak terdeteksi oleh aparat keamanan Indonesia. Menurut Kantor Perwakilan Komnas Kalimantan Barat (kalbar) Nelly Yusnita, pemerintah memang telah menutup tiga pos lintas batas.

Pemerintah hanya mengizinkan PMI yang pulang untuk melintas karena banyak dari mereka yang habsi kontrak atau dirumahkan. Namun, dari Indonesia ke Malaysia dilarang.

"Salah satu masalah di Kalbar, karena panjang batasnya kalbar dengan Serawak Malaysia, banyak jalan tradsional. Ini menjadi PR pemerintrah daerah untuk mendata dan tracking mereka yang pulang lewat jalur ini," pungkasnya.
(maf)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More