Urgensi Perlindungan Data Pribadi

Selasa, 10 Agustus 2021 - 22:14 WIB
M. Soleh (Foto: Ist)
M. Soleh

Penulis adalah Analis Kebijakan Muda, Setwapres

MASALAH pembobolan data pribadi masih terus terjadi. Masyarakat mengeluhkan sistem keamanan yang lemah, sehingga banyak informasi mengenai identitas diri warga negara bocor atau dibocorkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Data Pribadi diharapkan segera rampung, agar data pribadi warga negara mendapat perlindungan hukum yang jelas.

Masyarakat seperti sudah tidak berdaya menghadapi fenomena kebocoran data pribadi. Perasaan kesal dan kecewa sudah sering diungkap di ruang publik, namun masyarakat belum menemukan mekanisme untuk melaporkan hal tersebut dan tidak mengetahui darimana sumber kebocoran, siapa aktor yang bermain dan bagaimana mengatasi persoalan tersebut.



Kita semua rasanya pernah merasakan tiba-tiba dihubungi oleh nomor handhone yang tidak dikenal, menawarkan sebuah produk, kartu kredit, pinjaman online, dan iming-iming hadiah yang tiba-tiba datang. Kita tidak mungkin lagi bertanya darimana yang bersangkutan mendapatkan nomor handphone, karena hal ini sudah terlalu sering terjadi. Selanjutnya, “sang pencuri” pun bisa dengan mudah mengeksploitasi data pribadi masyarakat untuk melakukan tindak penipuan dan pelbagai bentuk kejahatan lainnya.

Hasil penelitian dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia menunjukkan 92% dari responden menyatakan bahwa dengan mudahnya mereka memasukkan informasi data pribadi berupa nama ke aplikasi di internet, lalu 79% memberikan informasi tentang tempat dan tanggal lahir mereka, bahkan 65% memberikan alamat pribadi (Faiz, 2020). Pada pertengahan tahun 2020 terjadi kebocoran 91 Juta data pengguna Aplikasi Tokopedia. Kemudian pada waktu yang hampir bersamaan, juga terjadi kebocoran 13 Juta data pribadi pengguna di online marketplace lainnya, yaitu Bukalapak.

Tidak hanya di sektor swasta, kasus kebocoran juga terjadi terhadap data pribadi yang dipegang oleh instansi pemerintah dan BUMN, seperti kebocoran data 230 Ribu data pasien Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) pada 2020 dan 279 juta peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan pada 2021 (sindonews.com, 15 Juni 2021). Serta baru-baru ini juga terjadi kebocoran data nasabah BRI Live yang dijual secara online.

Beberapa bentuk potensi pelanggaran privasi atas data pribadi secara online misalnya terjadi dalam kegiatan pengumpulan data pribadi secara massal (digital dossier), pemasaran langsung (direct selling), media sosial, pelaksanaan program e-KTP, dan kegiatan komputasi awan (cloud computing). Di era big data, pengumpulan data secara masif lazim dilakukan, tak hanya oleh pemerintah, namun juga oleh entitas bisnis atau korporasi.

Potensi kebocoran data pribadi dapat saja bersumber dari para oknum yang menyalahgunakan pelayanan di atas. Penyalahgunaan data pribadi dapat dilakukan oknum tersebut melalui provider email, e-commerce, fintech, bisnis retail, perbankan, platform media sosial, dan bahkan bersumber dari lembaga tertentu yang memiliki kewenangan terkait data pribadi.
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More