Reaktualisasi Hijrah di Era Pandemi
Senin, 09 Agustus 2021 - 11:13 WIB
Salim Segaf al-Jufri
Ketua Majelis Syura PKS
PERISTIWA hijrah Nabi Muhammad Saw dari kota Mekah ke Madinah (622 Masehi) merupakan momentum penting dalam sejarah dakwah Islam. Peradaban lain juga mengenal momen hijrah dalam konteks berbeda. Nabi Musa mengajak Bani Israel hijrah dari Mesir ke tanah kelahiran Kanaan, demi menyelamatkan eksistensi. Pada tahun 376-476 Masehi, suku nomaden Hun yang tinggal di dekat Laut Kaspia melakukan serangan di wilayah Kekaisaran Romawi sehingga memicu migrasi besar-besaran suku Goth, Vandal, dan Alans, yang melemahkan Romawi.
Di masa modern, kaum Puritan dari Inggris bermigrasi ke negeri yang kemudian disebut New England (1620-1640), mereka mendarat di Massachusetts dan Pulau Barbados. Pada abad ke-17 kondisi keberagamaan di Inggris memang sangat tegang karena perbedaan mazhab, di bawah tekanan Raja James I dan Raja Charles I. Hijrah bermakna mencari kebebasan beragama dan membangun kehidupan baru.
Namun sejarah migrasi manusia juga mencatat sisi kelam pada abad ke-15, tatkala kaum pedagang mengangkut para budak dari benua Afrika ke dunia baru (Amerika). Para budak harus bekerja di perkebunan kopi, cokelat, gula, kapas dan tembakau, proyek konstruksi, tambang perak dan emas, di ladang dan rumah orang kaya sebagai kuli tanpa upah memadai. Padahal, sebelumnya mereka adalah manusia bebas dan merdeka.
Dalam situasi pandemi saat ini, sangat penting kita hidupkan kembali nilai-nilai hijrah yang relevan dengan dengan kehidupan berbangsa dan bernegara. Ada banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari proses hijrah demi penanggulangan pandemi di masa kini.
Pelajaran pertama dan terbesar adalah, peristiwa hijrah dilakukan dalam rangka menegakkan kebenaran Islam yang mendapat tekanan luar biasa di Mekah. Hijrah dilakukan karena ada ancaman serius terhadap kondisi dakwah (dalam arti kebebasan beragama) dan kemanusiaan. Sebelum hijrah ke Madinah, Muhammad Saw telah memerintahkan sebagian pengikutnya mencari suaka ke negeri Habasyah (Abyssinia). Keputusan tidak mudah karena konsekuensinya meninggalkan tanah kelahiran, berpisah dengan keluarga dan kerabat.
Pandemi lebih dari setahun menunjukkan ancaman serius dalam kehidupan berbangsa. Beragam upaya telah dilakukan mulai dari pembatasan mobilitas warga, penerapan protokol kesehatan hingga vaksinasi yang harus didukung bersama. Kebijakan tersebut mengacu pada rekomendasi pakar kesehatan, ahli kebijakan publik dan juga masukan tokoh agama. Langkah ini harus didukung dan diterapkan dengan rasa tanggung jawab bersama, meskipun mengurangi sebagian kebebasan warga, karena keselamatan rakyat merupakan amanat konstitusi.
Pelajaran kedua adalah selalu menyandarkan perlindungan dan pertoongan kepada Allah Yang Mahakuasa setelah kerja dan upaya maksimal. Detail perencanaan hijrah memperlihatkan kecerdasan Muhammad dan sekaligus kerendahan hati dan kekuatan iman. Salah satu doa yang dilangitkan Nabi Saw semasa hijrah:
Ketua Majelis Syura PKS
PERISTIWA hijrah Nabi Muhammad Saw dari kota Mekah ke Madinah (622 Masehi) merupakan momentum penting dalam sejarah dakwah Islam. Peradaban lain juga mengenal momen hijrah dalam konteks berbeda. Nabi Musa mengajak Bani Israel hijrah dari Mesir ke tanah kelahiran Kanaan, demi menyelamatkan eksistensi. Pada tahun 376-476 Masehi, suku nomaden Hun yang tinggal di dekat Laut Kaspia melakukan serangan di wilayah Kekaisaran Romawi sehingga memicu migrasi besar-besaran suku Goth, Vandal, dan Alans, yang melemahkan Romawi.
Di masa modern, kaum Puritan dari Inggris bermigrasi ke negeri yang kemudian disebut New England (1620-1640), mereka mendarat di Massachusetts dan Pulau Barbados. Pada abad ke-17 kondisi keberagamaan di Inggris memang sangat tegang karena perbedaan mazhab, di bawah tekanan Raja James I dan Raja Charles I. Hijrah bermakna mencari kebebasan beragama dan membangun kehidupan baru.
Namun sejarah migrasi manusia juga mencatat sisi kelam pada abad ke-15, tatkala kaum pedagang mengangkut para budak dari benua Afrika ke dunia baru (Amerika). Para budak harus bekerja di perkebunan kopi, cokelat, gula, kapas dan tembakau, proyek konstruksi, tambang perak dan emas, di ladang dan rumah orang kaya sebagai kuli tanpa upah memadai. Padahal, sebelumnya mereka adalah manusia bebas dan merdeka.
Dalam situasi pandemi saat ini, sangat penting kita hidupkan kembali nilai-nilai hijrah yang relevan dengan dengan kehidupan berbangsa dan bernegara. Ada banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari proses hijrah demi penanggulangan pandemi di masa kini.
Pelajaran pertama dan terbesar adalah, peristiwa hijrah dilakukan dalam rangka menegakkan kebenaran Islam yang mendapat tekanan luar biasa di Mekah. Hijrah dilakukan karena ada ancaman serius terhadap kondisi dakwah (dalam arti kebebasan beragama) dan kemanusiaan. Sebelum hijrah ke Madinah, Muhammad Saw telah memerintahkan sebagian pengikutnya mencari suaka ke negeri Habasyah (Abyssinia). Keputusan tidak mudah karena konsekuensinya meninggalkan tanah kelahiran, berpisah dengan keluarga dan kerabat.
Pandemi lebih dari setahun menunjukkan ancaman serius dalam kehidupan berbangsa. Beragam upaya telah dilakukan mulai dari pembatasan mobilitas warga, penerapan protokol kesehatan hingga vaksinasi yang harus didukung bersama. Kebijakan tersebut mengacu pada rekomendasi pakar kesehatan, ahli kebijakan publik dan juga masukan tokoh agama. Langkah ini harus didukung dan diterapkan dengan rasa tanggung jawab bersama, meskipun mengurangi sebagian kebebasan warga, karena keselamatan rakyat merupakan amanat konstitusi.
Pelajaran kedua adalah selalu menyandarkan perlindungan dan pertoongan kepada Allah Yang Mahakuasa setelah kerja dan upaya maksimal. Detail perencanaan hijrah memperlihatkan kecerdasan Muhammad dan sekaligus kerendahan hati dan kekuatan iman. Salah satu doa yang dilangitkan Nabi Saw semasa hijrah:
tulis komentar anda