Laode M Syarif: SDA Penting Diawasi karena Penyumbang Terbesar APBN
Minggu, 08 Agustus 2021 - 18:58 WIB
JAKARTA - Menanggapi rilis Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang bertajuk “Persepsi Publik tentang Pengelolaan dan Potensi Korupsi Sumber Daya Alam ” bahwa mayoritas publik menganggap korupsi Indonesia cenderung meningkat dalam 2 tahun terakhir, mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif membenarkan bahwa faktanya Indeks Persepsi Korupsi Indonesia turun menjadi 37 pada 2020.
“Saya mengomentari secara umum mengenai tren korupsi, LSI menemukan 2 tahun terakhir persepsinya, ini persepsi, bukan actual corruption, masyarakat merasa korupsi meningkat dalam 2 tahun terakhir,” kata Laode menanggapi rilis survei secara daring, Minggu (8/8/2021).
“Sebenarnya kita tidak perlu kaget karena Corruption Perception Index yang dikeluarkan oleh Transparency International tahun 2020 kita nilainya 37, menurun dari 2019 yang 40. Jadi kita (kembali) ke nilai tahun 2016, jadi turunnya memang banyak,” sambungnya.
Kemudian, Penasihat Senior Kemitraan ini melanjutkan, apakah jumlah yang dikorupsi itu banyak atau siapa pelaku korupsinya itu bukan ranahnya. Yang pasti, masyarakat menganggap bahwa banyak korupsi di Indonesia khususnya di 4 provinsi itu meningkat, itu semua hanya mengkonfirmasi nilai dari Transparency International saja.
Namun, ia tidak sependapat penyataan Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan bahwa masyarakat yang menganggap korupsi cenderung meningkat kemungkinan karena ada penangkapan-penangkapan terakhir. Dia menegaskan bahwa hal itu bukan yang mempengaruhi korupsi itu, justru semakin banyak yang ditangkap maka menunjukkan bahwa hukum itu bekerja.
“Di zaman saya jauh lebih banyak yang ditangkap, semakin meningkat seperti itu. Makin banyak yang ditangkap semakin banyak hukum yang bekerja, itu makin baik. Ini yang perlu diluruskan. Korupsi itu ketika dia merasa saat dia urus KTP, mereka pergi ke rumah sakit, jadi perlakuan korup berdasarkan pengalaman pribadinya,” terangnya.
Akan tetapi, Laode sepakat bahwa korupsi SDA itu penting diawasi karena salah satu penyumbang terbesar APBN bahkan sangat mayoritas, karena Indonesia masih negara yang tergantung pada SDA. Dan Gubernur Kaltim Isran Noor mengeluhkan bahwa kewenangan provinsi berkurang akibat perubahan Undang-Undang, secara teori universal, si pemberi izin adalah dia yang mengawasi, dan pemberi izin adalah pemerintah pusat, sehingga ada kekosongan hukum dalam pengawasan di daerah.
“Sehingga pelru dilengkapi tambah kewneangan, saya pikir ke depan UU perlu disempurnakan lagi, agar bagaimana memberikan tambahan kewenangan provinsi dalam pengawasan,” imbuh Laode.
“Saya mengomentari secara umum mengenai tren korupsi, LSI menemukan 2 tahun terakhir persepsinya, ini persepsi, bukan actual corruption, masyarakat merasa korupsi meningkat dalam 2 tahun terakhir,” kata Laode menanggapi rilis survei secara daring, Minggu (8/8/2021).
“Sebenarnya kita tidak perlu kaget karena Corruption Perception Index yang dikeluarkan oleh Transparency International tahun 2020 kita nilainya 37, menurun dari 2019 yang 40. Jadi kita (kembali) ke nilai tahun 2016, jadi turunnya memang banyak,” sambungnya.
Kemudian, Penasihat Senior Kemitraan ini melanjutkan, apakah jumlah yang dikorupsi itu banyak atau siapa pelaku korupsinya itu bukan ranahnya. Yang pasti, masyarakat menganggap bahwa banyak korupsi di Indonesia khususnya di 4 provinsi itu meningkat, itu semua hanya mengkonfirmasi nilai dari Transparency International saja.
Namun, ia tidak sependapat penyataan Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan bahwa masyarakat yang menganggap korupsi cenderung meningkat kemungkinan karena ada penangkapan-penangkapan terakhir. Dia menegaskan bahwa hal itu bukan yang mempengaruhi korupsi itu, justru semakin banyak yang ditangkap maka menunjukkan bahwa hukum itu bekerja.
“Di zaman saya jauh lebih banyak yang ditangkap, semakin meningkat seperti itu. Makin banyak yang ditangkap semakin banyak hukum yang bekerja, itu makin baik. Ini yang perlu diluruskan. Korupsi itu ketika dia merasa saat dia urus KTP, mereka pergi ke rumah sakit, jadi perlakuan korup berdasarkan pengalaman pribadinya,” terangnya.
Akan tetapi, Laode sepakat bahwa korupsi SDA itu penting diawasi karena salah satu penyumbang terbesar APBN bahkan sangat mayoritas, karena Indonesia masih negara yang tergantung pada SDA. Dan Gubernur Kaltim Isran Noor mengeluhkan bahwa kewenangan provinsi berkurang akibat perubahan Undang-Undang, secara teori universal, si pemberi izin adalah dia yang mengawasi, dan pemberi izin adalah pemerintah pusat, sehingga ada kekosongan hukum dalam pengawasan di daerah.
“Sehingga pelru dilengkapi tambah kewneangan, saya pikir ke depan UU perlu disempurnakan lagi, agar bagaimana memberikan tambahan kewenangan provinsi dalam pengawasan,” imbuh Laode.
tulis komentar anda