Hari Anak Nasional: Yuk Dengarkan Suara Anak-anak Kita
Jum'at, 23 Juli 2021 - 20:21 WIB
JAKARTA - Memperingati Hari Anak Nasional (HAN) , perwakilan anak-anak dari beberapa wilayah di Indonesia menyerukan suara mereka. Anak-anak menginginkan setiap orang dewasa di sekitarnya, terutama orangtua, pendamping dan para pemangku kebijakan, berkomitmen untuk melindungi anak-anak dari segala bentuk kekerasan, pernikahan anak, hingga melindungi anak dari penularan COVID-19.
Ini disampaikan oleh para perwakilan anak Indonesia dalam kegiatan Festival Anak 2021 "Aku Tahu, Aku Bisa, Aku Tangguh" yang diadakan oleh Wahana Visi Indonesia, Jumat (23/7/2021). Anak-anak ini menceritakan pengalaman mereka dalam melakukan penelitian anak (Child Led Research) terkait berbagai tema. Penelitian dilakukan sejak Februari 2021 dan dikemas menjadi suara anak yang kemudian diberikan kepada pemerintah daerah sebagai rekomendasi dari anak untuk pengambilan kebijakan.
Dalam kegiatan ini, beberapa perwakilan anak dari DKI Jakarta mendeklarasikan menolak segala bentuk kekerasan terhadap anak dalam situasi dan kondisi apapun. Mereka juga meminta semua pihak bersama-sama melakukan pencegahan perkawinan anak. Hasil penelitian yang dilakukan di DKI Jakarta memperlihatkan sebanyak 38,1% anak mengakui mendapat perkataan kasar dari orang tua selama pandemi COVID-19 sedangkan 61,9% tidak mendapat perkataan kasar dari orang tuanya.
Anak-anak melihat pentingnya edukasi untuk orangtua dan orang dewasa di sekitarnya terutama mengenai pola asuh anak yang baik, sehingga tidak lagi terjadi kekerasan pada anak dalam berbagai bentuk. "Semoga anak-anak Indonesia tetap semangat dan bertahan di masa pandemi, dan semuanya menjadi lebih baik di masa depan," ujar Shinta (13) dari Jatinegara.
Paskalis (17) dari Bengkayang, Kalimantan Barat bercerita ada 7 forum anak yang tergabung dalam penelitian anak yang dilakukan di Bengkayang. "Kami merekomendasikan pemerintah agar dibuat kawasan tanpa rokok, baik di kabupaten maupun desa, dan membuat aturan pelarangan penjualan rokok kepada anak di bawah usia 18 tahun," tutur Paskalis.
Samuel (15) dari Sekadau, Kalimantan Barat menceritakan ia dan teman-temannya meneliti tentang kesehatan mental selama pandemi. "Saat kakak-kakak dari WVI mengadakan kegiatan pengasuhan dengan cinta, terungkap bahwa ternyata kondisi kesehatan mental anak-anak sedang tidak baik. Sejak belajar di rumah, pola pengasuhan orangtua juga berubah," jelasnya.
Di Ende, NTT, Angelina (17) dan timnya meneliti tentang isu stunting dan gizi buruk. "Kami melihat di daerah kami banyak anak-anak yang mengalami kurang gizi dan gizi buruk, akibatnya anak-anak berkembang lebih lambat dibanding teman sebayanya sehingga banyak diejek dan kehilangan kepercayaan diri," tutur Angelina.
Ada juga Valentina (16) dari Sintang, Kalbar yang berharap perkawinan anak bisa dicegah dan Iyen (16) dari Sikka, NTT yang berharap kekerasan seksual bisa dihentikan.
Sekretaris Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Maydian Werdiastuti Mardian Widyastuti mengatakan, "Isu-isu yang diangkat oleh adik-adik ini memang banyak terjadi di masa pandemi, kesehatan mental, pengasuhan, gizi, perkawinan anak. Yuk kita bersama-sama melakukan sesuatu, jika ada masukan silakan disampaikan."
Apresiasi serupa disampaikan oleh Monita Tahalea, Hope Ambassador WVI yang juga penyanyi yang peduli pada perlindungan anak. "Dari yang disampaikan adik-adik, saya jadi terinformasi dan jadi aware dengan keadaan teman-teman di berbagai daerah. Hasil penelitian itu juga pasti meningkatkan kesadaran kalian tentang apa yang terjadi di sekitar kalian. Hal-hal seperti ini penting lho jadi bahan obrolan dengan teman-teman, kalian bisa menjadi influencer di lingkungan kalian, dan mulai aktif mencari informasi, mengetahui ke mana harus melapor ketika terjadi sesuatu pada anak-anak di sekitar lingkungan kalian," tutur Monita.
WVI sebelumnya selama 2 pekan juga telah menyebarkan form komitmen perlindungan anak yang dapat diisi oleh siapapun dalam link berikut: bit.ly/komitmenlindungianak. Hingga Jumat (23/7/2021), sebanyak 492 orang berkomitmen untuk mencegah dan membantu anak-anak dalam masalah perkawinan anak. Sebanyak 492 orang berkomitmen untuk berupaya mencegah dan merespona anak mengalami kekerasan, baik fisik, mental ataupun seksual. Sebanyak 490 orang berkomitmen untuk mendapatkan vaksin COVID-19 dan mematuhi protokol kesehatan untuk melindungi anak di sekitarnya.
Ini disampaikan oleh para perwakilan anak Indonesia dalam kegiatan Festival Anak 2021 "Aku Tahu, Aku Bisa, Aku Tangguh" yang diadakan oleh Wahana Visi Indonesia, Jumat (23/7/2021). Anak-anak ini menceritakan pengalaman mereka dalam melakukan penelitian anak (Child Led Research) terkait berbagai tema. Penelitian dilakukan sejak Februari 2021 dan dikemas menjadi suara anak yang kemudian diberikan kepada pemerintah daerah sebagai rekomendasi dari anak untuk pengambilan kebijakan.
Dalam kegiatan ini, beberapa perwakilan anak dari DKI Jakarta mendeklarasikan menolak segala bentuk kekerasan terhadap anak dalam situasi dan kondisi apapun. Mereka juga meminta semua pihak bersama-sama melakukan pencegahan perkawinan anak. Hasil penelitian yang dilakukan di DKI Jakarta memperlihatkan sebanyak 38,1% anak mengakui mendapat perkataan kasar dari orang tua selama pandemi COVID-19 sedangkan 61,9% tidak mendapat perkataan kasar dari orang tuanya.
Anak-anak melihat pentingnya edukasi untuk orangtua dan orang dewasa di sekitarnya terutama mengenai pola asuh anak yang baik, sehingga tidak lagi terjadi kekerasan pada anak dalam berbagai bentuk. "Semoga anak-anak Indonesia tetap semangat dan bertahan di masa pandemi, dan semuanya menjadi lebih baik di masa depan," ujar Shinta (13) dari Jatinegara.
Paskalis (17) dari Bengkayang, Kalimantan Barat bercerita ada 7 forum anak yang tergabung dalam penelitian anak yang dilakukan di Bengkayang. "Kami merekomendasikan pemerintah agar dibuat kawasan tanpa rokok, baik di kabupaten maupun desa, dan membuat aturan pelarangan penjualan rokok kepada anak di bawah usia 18 tahun," tutur Paskalis.
Samuel (15) dari Sekadau, Kalimantan Barat menceritakan ia dan teman-temannya meneliti tentang kesehatan mental selama pandemi. "Saat kakak-kakak dari WVI mengadakan kegiatan pengasuhan dengan cinta, terungkap bahwa ternyata kondisi kesehatan mental anak-anak sedang tidak baik. Sejak belajar di rumah, pola pengasuhan orangtua juga berubah," jelasnya.
Di Ende, NTT, Angelina (17) dan timnya meneliti tentang isu stunting dan gizi buruk. "Kami melihat di daerah kami banyak anak-anak yang mengalami kurang gizi dan gizi buruk, akibatnya anak-anak berkembang lebih lambat dibanding teman sebayanya sehingga banyak diejek dan kehilangan kepercayaan diri," tutur Angelina.
Ada juga Valentina (16) dari Sintang, Kalbar yang berharap perkawinan anak bisa dicegah dan Iyen (16) dari Sikka, NTT yang berharap kekerasan seksual bisa dihentikan.
Sekretaris Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Maydian Werdiastuti Mardian Widyastuti mengatakan, "Isu-isu yang diangkat oleh adik-adik ini memang banyak terjadi di masa pandemi, kesehatan mental, pengasuhan, gizi, perkawinan anak. Yuk kita bersama-sama melakukan sesuatu, jika ada masukan silakan disampaikan."
Apresiasi serupa disampaikan oleh Monita Tahalea, Hope Ambassador WVI yang juga penyanyi yang peduli pada perlindungan anak. "Dari yang disampaikan adik-adik, saya jadi terinformasi dan jadi aware dengan keadaan teman-teman di berbagai daerah. Hasil penelitian itu juga pasti meningkatkan kesadaran kalian tentang apa yang terjadi di sekitar kalian. Hal-hal seperti ini penting lho jadi bahan obrolan dengan teman-teman, kalian bisa menjadi influencer di lingkungan kalian, dan mulai aktif mencari informasi, mengetahui ke mana harus melapor ketika terjadi sesuatu pada anak-anak di sekitar lingkungan kalian," tutur Monita.
Baca Juga
WVI sebelumnya selama 2 pekan juga telah menyebarkan form komitmen perlindungan anak yang dapat diisi oleh siapapun dalam link berikut: bit.ly/komitmenlindungianak. Hingga Jumat (23/7/2021), sebanyak 492 orang berkomitmen untuk mencegah dan membantu anak-anak dalam masalah perkawinan anak. Sebanyak 492 orang berkomitmen untuk berupaya mencegah dan merespona anak mengalami kekerasan, baik fisik, mental ataupun seksual. Sebanyak 490 orang berkomitmen untuk mendapatkan vaksin COVID-19 dan mematuhi protokol kesehatan untuk melindungi anak di sekitarnya.
(kri)
tulis komentar anda