Covid-19 Varian Beta dan Delta Berbahaya, IDI: Masyarakat Bergejala Segera ke RS
Sabtu, 19 Juni 2021 - 16:01 WIB
JAKARTA - Sejumlah ahli mengatakan mutasi Covid-19 varian beta dari Afrika Selatan dan varian delta yang berasal dari India lebih berbahaya ketimbang virus Covid-19 sebelumnya, gejalanya pun lebih berat. Untuk itu, masyarkat yang bergejala diminta untuk segera ke rumah sakit (RS) untuk mendapatkan perawatan.
Hal ini disampaikan Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Daeng M Faqih dan Kepala Bidang Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Masdalina Pane dalam Polemik Trijaya yang bertajuk “Covid Meradang Pasca Libur Panjang” secara daring, Sabtu (19/6/2021).
“Semua varian baru yang ada itu oleh para pakar teridentifikasi kecepatan penularan lebih cepat. Varian Delta dari India itu selain lebih cepat lebih berbahaya, gejalanya hampir sama, ada gangguan-gangguan ringan tapi gejala perburukan lebih cepat, gangguan sesak nafas dan saluran darahnya lebih cepat,” kata Daeng.
Untuk itu, Daeng menyarankan, berdasarkan pengalaman 1,5 tahun lebih menangani Covid-19, bagi masyarakat yang bergejalan ringan jangan lengah dan harus cepat ditangani. Jika penderita Covid-19 cepat ditangani maka angka kesembuhan lebih tinggi, jangan sampai menunggu gejala sedang atau risiko perburukan dan kematian lebih tinggi.
Daeng juga mengakui varian delta ini justru banyak menyerang orang yang masih berusia muda, dan serangannya langsung dengan gejala berat. Dan yang muda ini biasanya kurang aware bahkan sedikit tidak peduli. Adapun gejalanya yakni, pegal-pegal, sakit di kepala, panas dan sakit di perut. “Sakit sedikit tidak peduli, dan baru datang dengan gejala berat, kalau datang dengan gejala berat maka angka kesembuhan lebih kecil,” ungkapnya. Baca juga: Covid-19 Melonjak, Tingkatkan Pembatasan Sosial dan Terapkan WFH
Kemudian, Masdalina Pane menguraikan dari 6 varian Covid-19 yang dirilis WHO, 4 di antaranya sudah masuk ke Indonesia. Varian B135.1 atau varian beta dari Afrika Selatan itu virulen atau sangat ganas, dan varian B1617.2 atau varian delta dari India sangat menular dan cepat penularannya. “Apa yang harus dilakukan pemerintah? Containment tentu, dan sebenarnya hotspot-hotspot tidak terjadi di seluruh Indonesia, hanya terjadi di beberapa wilayah, maka fokus pada engendalian wilayah itu menjadi penting,” katanya.
Adapun penularan, Masdalina menjelaskan, masih melalui droplet bukan airborne. Karena, airborne merupakan bagian dari droplet yang partikelnya lebih kecil. Sehingga, bukan berarti bahwa virus itu berterbangan di udara lalu masuk ke hidung, tapi, virus itu menempel pada percikan ludah dan cairan dari tubuh lalu menempel di permukaan kemudian tersentuh dan masuk ke rongga tubuh. “Pencegahannya masih bisa dilakukan, human to human tetapi memang lebih berat untuk diminimasi, ketimbang animal to human dan masih bisa dengan 3M,” paparnya.
Hal ini disampaikan Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Daeng M Faqih dan Kepala Bidang Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Masdalina Pane dalam Polemik Trijaya yang bertajuk “Covid Meradang Pasca Libur Panjang” secara daring, Sabtu (19/6/2021).
“Semua varian baru yang ada itu oleh para pakar teridentifikasi kecepatan penularan lebih cepat. Varian Delta dari India itu selain lebih cepat lebih berbahaya, gejalanya hampir sama, ada gangguan-gangguan ringan tapi gejala perburukan lebih cepat, gangguan sesak nafas dan saluran darahnya lebih cepat,” kata Daeng.
Untuk itu, Daeng menyarankan, berdasarkan pengalaman 1,5 tahun lebih menangani Covid-19, bagi masyarakat yang bergejalan ringan jangan lengah dan harus cepat ditangani. Jika penderita Covid-19 cepat ditangani maka angka kesembuhan lebih tinggi, jangan sampai menunggu gejala sedang atau risiko perburukan dan kematian lebih tinggi.
Daeng juga mengakui varian delta ini justru banyak menyerang orang yang masih berusia muda, dan serangannya langsung dengan gejala berat. Dan yang muda ini biasanya kurang aware bahkan sedikit tidak peduli. Adapun gejalanya yakni, pegal-pegal, sakit di kepala, panas dan sakit di perut. “Sakit sedikit tidak peduli, dan baru datang dengan gejala berat, kalau datang dengan gejala berat maka angka kesembuhan lebih kecil,” ungkapnya. Baca juga: Covid-19 Melonjak, Tingkatkan Pembatasan Sosial dan Terapkan WFH
Kemudian, Masdalina Pane menguraikan dari 6 varian Covid-19 yang dirilis WHO, 4 di antaranya sudah masuk ke Indonesia. Varian B135.1 atau varian beta dari Afrika Selatan itu virulen atau sangat ganas, dan varian B1617.2 atau varian delta dari India sangat menular dan cepat penularannya. “Apa yang harus dilakukan pemerintah? Containment tentu, dan sebenarnya hotspot-hotspot tidak terjadi di seluruh Indonesia, hanya terjadi di beberapa wilayah, maka fokus pada engendalian wilayah itu menjadi penting,” katanya.
Adapun penularan, Masdalina menjelaskan, masih melalui droplet bukan airborne. Karena, airborne merupakan bagian dari droplet yang partikelnya lebih kecil. Sehingga, bukan berarti bahwa virus itu berterbangan di udara lalu masuk ke hidung, tapi, virus itu menempel pada percikan ludah dan cairan dari tubuh lalu menempel di permukaan kemudian tersentuh dan masuk ke rongga tubuh. “Pencegahannya masih bisa dilakukan, human to human tetapi memang lebih berat untuk diminimasi, ketimbang animal to human dan masih bisa dengan 3M,” paparnya.
(cip)
tulis komentar anda