PKB Khawatir Pajak Sembako dan Pendidikan Ganggu Stabilitas Negara dan Politik
Rabu, 16 Juni 2021 - 18:35 WIB
JAKARTA - Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di DPR menilai bahwa rencana perluasan basis pajak di era pandemi COVID-19 oleh pemerintah perlu untuk diluruskan guna meredam kegaduhan di tengah masyarakat. Pasalnya, polemik ini muncul setelah Rancangan Undang-Undang tentang perubahan UU Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) .
Ketua Fraksi PKB DPR, Cucun A Samsurijal melihat bahwa bocornya pasal terkait Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bahan pokok makanan dan jasa pendidikan dari draf RUU KUP itu telah menciptakan polemik di tengah masyarakat dan bertolak belakang dengan rencana pemerintah dalam memperpanjang kebijakan insentif Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) yang 100% ditanggung pemerintah (DTP).
“PKB sebagaimana arahan dari Ketum Gus Ami (Muhaimin Iskandar), tegas menolak perluasan objek pajak di sembako dan jasa pendidikan. Karenanya diharapkan kegaduhan atas rencana itu, segera diatasi. Jangan sampai mengganggu kestabilan negara dan politik, di tengah pandemi COVID-19 ini,” ujar Cucun saat menjadi keynote speaker dalam diskusi yang bertajuk “Perluasan Basis Pajak di Era Pandemi, Solusi atau Frustasi” di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (16/6/2021).
Legislator Dapil Jawa Barat II ini menjelaskan dampak pandemi COVID-19 yang melanda dunia saat ini, seluruh negara mengalami guncangan keuangan atau shock budget. Sehingga perluasan basis pajak, berdasarkan reformasi perpajakan bisa menjadi solusi yang dinilai dapat membantu pemulihan ekonomi nasional.
“Ketika ada kelompok masyarakat tertentu yang menikmati subsidi dari pemerintah, mengapa tiba-tiba pemerintah ingin memajaki masyarakat yang sulit. Jangan sampai arah Reformasi perpajakan melalui RUU KUP ini terkesan parsial, hanya tertuju kepada beberapa pasal tertentu,” jelasnya.
Oleh karena itu, lanjut Cucun, pihaknya menggelar diskusi pada hari ini dengan mengundang Dirjen Pajak yang dimaksudkan untuk mengedukasi publik mengenai poin-poin yang menjadi diskursus di ruang publik, seperti misalnya pajak sembako dan pajak pendidikan.
“Toh ini kan masih simpang siur makanya berita kaya pengecualian dan segala macam itu segera disampaikan kepada publik biar ini tidak berkepanjangan menjadi polemik dan mengganggu stabilitas,” terang Anggota Komisi III DPR ini.
Sementara itu di kesempatan sama, Dirjen Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Suryo Utomo menjelaskan tentang rencana pengenaan pajak bagi bahan pokok dan jasa pendidikan. Menurutnya, pada prinsip UU Perpajakan sudah tepat mengingat definisi dari pajak itu ditetapkan untuk barang dan jasa.
Namun, dia memastikan bahwa rencana pengenaan pajak atas bahan pokok dan jasa pendidikan tersebut masih dalam bentuk draf yang dapat dibatalkan oleh DPR melalui pembahasan di Komisi XI DPR RI.
“Selama ini bahan pokok dan jasa pendidikan menjadi bagian dari barang dan jasa yang bebas pajak, sementara secara konsep pajak semua barang dan jasa harus kena pajak. Tetapi pastinya pasal itu masih dapat dibatalkan melalui pembahasan di Komisi XI nantinya,” kata Suryo Utomo di kesempatan sama.
Ketua Fraksi PKB DPR, Cucun A Samsurijal melihat bahwa bocornya pasal terkait Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bahan pokok makanan dan jasa pendidikan dari draf RUU KUP itu telah menciptakan polemik di tengah masyarakat dan bertolak belakang dengan rencana pemerintah dalam memperpanjang kebijakan insentif Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) yang 100% ditanggung pemerintah (DTP).
“PKB sebagaimana arahan dari Ketum Gus Ami (Muhaimin Iskandar), tegas menolak perluasan objek pajak di sembako dan jasa pendidikan. Karenanya diharapkan kegaduhan atas rencana itu, segera diatasi. Jangan sampai mengganggu kestabilan negara dan politik, di tengah pandemi COVID-19 ini,” ujar Cucun saat menjadi keynote speaker dalam diskusi yang bertajuk “Perluasan Basis Pajak di Era Pandemi, Solusi atau Frustasi” di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (16/6/2021).
Legislator Dapil Jawa Barat II ini menjelaskan dampak pandemi COVID-19 yang melanda dunia saat ini, seluruh negara mengalami guncangan keuangan atau shock budget. Sehingga perluasan basis pajak, berdasarkan reformasi perpajakan bisa menjadi solusi yang dinilai dapat membantu pemulihan ekonomi nasional.
“Ketika ada kelompok masyarakat tertentu yang menikmati subsidi dari pemerintah, mengapa tiba-tiba pemerintah ingin memajaki masyarakat yang sulit. Jangan sampai arah Reformasi perpajakan melalui RUU KUP ini terkesan parsial, hanya tertuju kepada beberapa pasal tertentu,” jelasnya.
Oleh karena itu, lanjut Cucun, pihaknya menggelar diskusi pada hari ini dengan mengundang Dirjen Pajak yang dimaksudkan untuk mengedukasi publik mengenai poin-poin yang menjadi diskursus di ruang publik, seperti misalnya pajak sembako dan pajak pendidikan.
“Toh ini kan masih simpang siur makanya berita kaya pengecualian dan segala macam itu segera disampaikan kepada publik biar ini tidak berkepanjangan menjadi polemik dan mengganggu stabilitas,” terang Anggota Komisi III DPR ini.
Sementara itu di kesempatan sama, Dirjen Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Suryo Utomo menjelaskan tentang rencana pengenaan pajak bagi bahan pokok dan jasa pendidikan. Menurutnya, pada prinsip UU Perpajakan sudah tepat mengingat definisi dari pajak itu ditetapkan untuk barang dan jasa.
Namun, dia memastikan bahwa rencana pengenaan pajak atas bahan pokok dan jasa pendidikan tersebut masih dalam bentuk draf yang dapat dibatalkan oleh DPR melalui pembahasan di Komisi XI DPR RI.
Baca Juga
“Selama ini bahan pokok dan jasa pendidikan menjadi bagian dari barang dan jasa yang bebas pajak, sementara secara konsep pajak semua barang dan jasa harus kena pajak. Tetapi pastinya pasal itu masih dapat dibatalkan melalui pembahasan di Komisi XI nantinya,” kata Suryo Utomo di kesempatan sama.
(kri)
Lihat Juga :
tulis komentar anda