Berantas Premanisme
Rabu, 16 Juni 2021 - 06:03 WIB
Namun dia mempertanyakan sejauh mana implementasi dari Perpres tersebut, apakah sekadar hanya menjadi produk politik yang berbasis kosmetik atau keseriusan pemerintah dalam memberantas pungli.
“Idealnya karena Satgas Saber Pungli ini Presiden yang mengeluarkan perpresnya sebagai penanggung jawabnya. Aparat penegak hukum dan instansi penting lainnya menjadi anggota Satgas Saber Pungli, harusnya pemberantasan pungli bisa dilakukan secara masif, terus menerus dan berkesinambungan hingga pungli bisa diberantas secara utuh karena praktik pungli telah merusak sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,” kata dia.
Psikolog Forensik Reza Indragiri Amriel menegaskan, tidak sulit membersihkan aksi premanisme sebab sudah menjadi bagian dari yang tak terpisahkan dari kehidupan. Apalagi premanisme tidak lagi dilakukan orang per orang atau individu tapi terorganisi. Ada eksekutornya, bosnya, bahkan mungkin pelindung yang bekerja sebagai oknum aparat.
"Konsekuensinya, tidak cukup hanya satuan reskrim yang bekerja di lapangan. Unit intel juga perlu memperluas endusannya. Bahkan, unit internal patut mengecek ada tidaknya personel yang nakal di balik premanisme itu," tutur lulusan sarjana psikologi UGM Yogyakarta itu.
Dia memuji kerja cepat Kapolri yang langsung memerintahkan jajarannya memburu dan menangkap para preman yang dikeluhkan para sopir kontainer kepada Presiden Jokowi. Tetapi, Reza menilai hal itu tidak cukup.
"Efek gentar sekaligus efek jera baru muncul kalau unsur keajegan juga terealisasi. Jadi, kecepatan dalam menindak premanisme dan palakisme harus dijaga konsistensinya. Tidak hanya di Jakarta Utara tapi juga diseluruh Indonesia" pungkas Reza.
Bukan Hanya Jakarta
Kriminolog dari Universitas Indonesia (UI) Adrianus Meliala, mengatakan Presiden Jokowi pada dasarnya ingin premanisme dan pungli ditindak secara nasional, tidak hanya di Tanjung Prioka. Hal itu dilihat dari komunikasi langsung Kepala Negara dengan Kapolri.
"Kalau dilihat pertemuan tersebut, sebenarnya Kapolda (Metro Jaya) hadir namun Presiden tidak mau bicara kepada Kapolda Metro, tetapi kepada Kapolri. Tentu ada harapan dari Presiden agar pemberantasan preman tidak hanya di Jakarta saja, apalagi di Priok. Maka ini harus menjadi kegiatan nasional dari Polri," ucap Adrianus.
Senada, kriminolog Universitas Indonesia (UI) Eva Achjani Zulfa menilai, konteks yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo saat memerintahkan kepada Kapolri untuk membasmi premanisme dan pungutan liar (pungli) sebenarnya bukanlah terkait dengan aksi premanisme an sich.
“Idealnya karena Satgas Saber Pungli ini Presiden yang mengeluarkan perpresnya sebagai penanggung jawabnya. Aparat penegak hukum dan instansi penting lainnya menjadi anggota Satgas Saber Pungli, harusnya pemberantasan pungli bisa dilakukan secara masif, terus menerus dan berkesinambungan hingga pungli bisa diberantas secara utuh karena praktik pungli telah merusak sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,” kata dia.
Psikolog Forensik Reza Indragiri Amriel menegaskan, tidak sulit membersihkan aksi premanisme sebab sudah menjadi bagian dari yang tak terpisahkan dari kehidupan. Apalagi premanisme tidak lagi dilakukan orang per orang atau individu tapi terorganisi. Ada eksekutornya, bosnya, bahkan mungkin pelindung yang bekerja sebagai oknum aparat.
"Konsekuensinya, tidak cukup hanya satuan reskrim yang bekerja di lapangan. Unit intel juga perlu memperluas endusannya. Bahkan, unit internal patut mengecek ada tidaknya personel yang nakal di balik premanisme itu," tutur lulusan sarjana psikologi UGM Yogyakarta itu.
Dia memuji kerja cepat Kapolri yang langsung memerintahkan jajarannya memburu dan menangkap para preman yang dikeluhkan para sopir kontainer kepada Presiden Jokowi. Tetapi, Reza menilai hal itu tidak cukup.
"Efek gentar sekaligus efek jera baru muncul kalau unsur keajegan juga terealisasi. Jadi, kecepatan dalam menindak premanisme dan palakisme harus dijaga konsistensinya. Tidak hanya di Jakarta Utara tapi juga diseluruh Indonesia" pungkas Reza.
Bukan Hanya Jakarta
Kriminolog dari Universitas Indonesia (UI) Adrianus Meliala, mengatakan Presiden Jokowi pada dasarnya ingin premanisme dan pungli ditindak secara nasional, tidak hanya di Tanjung Prioka. Hal itu dilihat dari komunikasi langsung Kepala Negara dengan Kapolri.
"Kalau dilihat pertemuan tersebut, sebenarnya Kapolda (Metro Jaya) hadir namun Presiden tidak mau bicara kepada Kapolda Metro, tetapi kepada Kapolri. Tentu ada harapan dari Presiden agar pemberantasan preman tidak hanya di Jakarta saja, apalagi di Priok. Maka ini harus menjadi kegiatan nasional dari Polri," ucap Adrianus.
Senada, kriminolog Universitas Indonesia (UI) Eva Achjani Zulfa menilai, konteks yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo saat memerintahkan kepada Kapolri untuk membasmi premanisme dan pungutan liar (pungli) sebenarnya bukanlah terkait dengan aksi premanisme an sich.
Lihat Juga :
tulis komentar anda