Pemerintah Dituding Obral Tanah ke Asing, Mahfud:2004-2014 Belasan Hektare Dikeluarkan

Minggu, 06 Juni 2021 - 05:37 WIB
Menko Polhukam Mahfud MD menyinggung soal adanya tudingan pemerintah saat ini mengobral tanah dan lahan kepada pihak asing. Foto/SINDOnews
JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyinggung soal adanya tudingan pemerintah saat ini mengobral tanah dan lahan kepada pihak asing.

Hal itu disampaikan Mahfud saat menjadi pembicara di acara dialog dengan akademisi Universitas Gajah Mada (UGM) serta Pimpinan PTN/PTS Provinsi Yogyakarta, 5 Juni 2021. "Ada yang ribut begini, pemerintah ini mengobral tanah. Karena berdasarkan data 70% tanah di Indonesia lahan dikuasai asing. Sedangkan, sisanya 30% untuk rakyat banyak," kata Mahfud.

Mahfud membalikan tudingan tersebut. Ia menantang membuka data siapa yang menjual atau mengobral tanah dan lahan dari negara ke pihak lain. Menurut Mahfud, di rezim 2004 hingga 2014 belasan juta hektare tanah justru dikeluarkan. Tetapi, kata Mahfud, karena adanya komitmen dari pemerintah sebelumnya, rezim Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang terkena imbas.



Atau istilah dipakai Mahfud adalah warisan limbah dari era sebelum Jokowi. Namun, Mahfud tak spesifik menyebut rezim penguasa ketika itu yang dimaksud. "Kami buka data siapa yang obral-obral tanah itu. Kami ini kebagian limbahnya pada zaman Jokowi pemberian tanah pada zaman pemerintahan kami ini tak ada. Itu sisa yang lalu kalau kami buka data 2004 sampai 2014 itu belasan juta hektare dikeluarkan. Sebelum itu jutaan hektare dikeluarkan," papar Mahfud.

"Zaman Jokowi lanjutin karena ada komitmen pemerintah sebelumnya sudah janji, orang tak boleh ditolak dilanjutin malah zaman sekarang kami bagi-bagi tanah," ucap Mahfud.

Mahfud menjelaskan, limbah itulah yang diwariskan rezim sebelumnya ke pemerintahan dewasa ini. Karena adanya perjanjian di masa lalu, menurut Mahfud, pemerintah saat ini sulit untuk menyelesaikan hal tersebut.

"Ini milik negara dia punya kontrak negara pada waktu itu. Sebuah hak diberikan negara sah itu berlaku sebagai UU bagi yang membuat. Mencabut tak bisa hanya bisa dgn perjanjian baru seperti Freeport. Dulu Freeport dengan negara ada kontrak ketika cabut tak bisa. Dicabut dengan UU, UU tak bisa batalkan kontrak karena kalau UU bisa batalkan kontrak semua milik orang-orang lalu lalu sah secara perdata bisa diambil semua oleh UU," tutup Mahfud. Puteranegara
(cip)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More