PKS: Rencana Naikkan PPN Tidak Mencerminkan Keadilan

Jum'at, 28 Mei 2021 - 17:13 WIB
“Ruang fikal memang terbatas, tetapi aparat Kemenkeu khususnya Menteri Keuangan jangan kehilangan akal sehat dan kreativitas untuk menggenjot penerimaan negara. Ada risiko ekonomi dan politik yang besar di balik rencana kenaikan PPn itu,” tutur Farouk.

Dia menjelaskan, masih ada cara lain dengan misalnya mengoptimalkan pajak orang super kaya seperti apa yang dilakukan Presiden AS Joe Biden. Dalam administrasi pemerintahannya, Biden melakukan distributive justice dengan merencanakan peningkatan pajak 39,6% terhadap kelompok super rich di Amerika yang jumlahnya hanya satu persen dari populasi penduduk.

Joe Biden, menurut Farouk, mengirimkan pesan yang kuat bahwa ia berpihak kepada kelompok miskin, para buruh, serta pekerja kelas menengah ke bawah yang bekerja untuk keluarga dan anak-anaknya.

“Lewat pajak itu Biden membantu pendidikan, kesehatan, dan child care masyarakat miskin. Biden juga berencana meningkatkan pajak untuk korporasi-korporasi besar dan multinasional di mana penerimaan tersebut digunakan untuk memperbaiki dan meningkatkan kapasitas infrastruktur di Amerika. Langkah itu dapat menjadi inspirasi yang layak ditiru,” tutur mantan caleg DPR daerah pemilihan DKI II pada 2019 ini.

Menurut dia, pemerintah perlu menimbang progresivitas tarif pajak seperti di Amerika. Sebab sejauh ini pajak di Indonesia belum benar-benar menyisir kelompok super kaya. Memang baru-baru ini Sri Mulyani mulai mengangkat wacana pajak untuk orang-orang kaya, yakni diterapkan tarif baru sebesar 35% bagi orang yang penghasilannya diatas Rp5 miliar.

Tetapi Farouk melihat bahwa Sri Mulyani harusnya tidak sekadar meng-copy batasan yang dilakukan di Amerika Serikat, yakni USD400 ribu.

“Secara umum pendapatan per kapita kita jauh di bawah Amerika Serikat, harusnya tarif baru 35 persen itu bisa diterapkan bagi masyarakat yang berpenghasilan di atas Rp1 miliar. Bahkan kalau perlu dibuat lagi tarif baru sebesar 40 persen bagi yang perpenghasilan di atas Rp2,5 miliar,” ujar Farouk.

Jika progresivitas pajak dapat dioptimalkan, PKS yakin hal itu dapat menjadikan pajak tampil sebagai instrumen pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

“Perlu dipertimbangkan untuk mendesain pajak progresif yang menyasar masyarakat super kaya yang ekonomi rumah tangganya tidak terganggu semasa pandemi Covid-19. Pemerintah bisa memanfaatkan instrumen PPnBM sebagai pengganti PPN,” tutur Farouk Alwyni.

PPnBM adalah pajak tambahan yang dikenakan setelah barang-barang mewah terlebih dulu dikenai PPN. Klasifikasi barang mewah dalam PPnBM, menurut Farouk, juga perlu disesuaikan dan mengoptimalkan kaidah progresivitas beban pajak.

“PPnBM juga harus diatur dengan hati-hati, dan mempertimbangkan perkembangan masyarakat menengah dewasa ini, mobil dengan harga sampai dengan Rp750 juta misalnya harus dikeluarkan dari kategori barang mewah, sebaliknya barang-barang bermerek seperti tas-tas mewah yang berharga puluhan bahkan ratusan juta justru harus dikenakan PPnBM,” ungkap Farouk.

Bahkan lebih dari itu, pemerintah dapat pula memakai metode ekstensifikasi dan intesifikasi pajak dengan menyasar para konglomerat kakap yang mengontrol sekitar 50% dari perekonomian Indonesia. Berdasarkan data Oxfam, ada 4 biliuner Indonesia yang kekayaannya sama dengan the bottom 40% penduduk Indonesia.

“Perlu ada review menyeluruh terhadap rencana kenaikkan PPN. Jangan sampai keinginan untuk menyelamatkan pos pendapatan negara justru justru memperburuk situasi dan lebih jauh lagi menciderai rasa keadilan,” kata Farouk.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More