74 Guru Besar Minta Batalkan Pemberhentian 75 Pegawai KPK, Berikut Nama-namanya
Senin, 17 Mei 2021 - 04:53 WIB
Terlebih lagi, sejumlah pegawai KPK yang diberhentikan telah memiliki rekam jejak panjang dalam upaya penindakan maupun pencegahan korupsi. Misalnya, dalam hal masa kerja, sejumlah pegawai KPK yang diberhentikan bahkan tercatat sudah bergabung sejak lembaga antirasuah itu berdiri atau sekitar tahun 2003 lalu.
"Sederhananya, jika wawasan kebangsaan mereka diragukan mestinya dengan sendirinya akan tercermin di dalam kinerjanya selama ini, misalnya melakukan pelanggaran etik atau tidak taat terhadap perintah UU. Jadi, secara kasat mata terlihat bahwa ketidaklulusan mereka tidak sesuai dengan kinerja yang sudah diberikan selama ini," ucap Sigit.
Pada konteks lain, terdapat pula permasalahan yang tak kalah serius di dalam proses alih status kepegawaian KPK. Sebab, dari sekian banyak pegawai yang diberhentikan, terdapat para penyelidik dan penyidik. Hal ini tentu akan berimplikasi pada perkara yang sedang mereka tangani, mulai dari korupsi suap bansos di Kementerian Sosial, suap ekspor benih lobster, pengadaan KTP-Elektronik, dan suap mantan sekretaris Mahkamah Agung.
"Kami menilai bukan tidak mungkin pengusutan perkara-perkara tersebut akan melambat, dan hal ini tentu merugikan rakyat selaku korban praktik korupsi dan pemegang kedaulatan tertinggi di republik ini," tegasnya.
Semestinya, kata Sigit, setiap pihak sadar bahwa citra pemberantasan korupsi Indonesia kian menurun. Hal itu terbukti dari temuan Transparency International yang memperlihatkan kemerosotan, baik peringkat maupun poin, Indonesia di dalam Indeks Persepsi Korupsi (IPK) tahun 2020 lalu.
Sigit menambahkan, jika dikaitkan dengan kondisi KPK terkini, besar kemungkinan IPK Indonesia akan kembali menurun pada tahun selanjutnya. Satu dari sekian banyak faktor merujuk pada arah politik hukum yang kian menjauh dari penguatan pemberantasan korupsi.
"Terakhir, penting untuk diingat bahwa kehadiran KPK merupakan salah satu mandat reformasi yang menginginkan Indonesia bebas dari belenggu korupsi, kolusi, dan nepotisme. Untuk itu, segala bentuk pelemahan terhadap KPK, salah satunya adalah pemberhentian 75 pegawai yang disebutkan di atas tidak dapat dibenarkan dan mesti ditolak," kata Sigit.
Berikut 74 guru besar antikorupsi yang menolak penonaktifan 75 pegawai KPK:
1. Prof Emil Salim (Guru Besar FEB UI)
2. Prof Sulistyowati Irianto (Guru Besar FH UI)
"Sederhananya, jika wawasan kebangsaan mereka diragukan mestinya dengan sendirinya akan tercermin di dalam kinerjanya selama ini, misalnya melakukan pelanggaran etik atau tidak taat terhadap perintah UU. Jadi, secara kasat mata terlihat bahwa ketidaklulusan mereka tidak sesuai dengan kinerja yang sudah diberikan selama ini," ucap Sigit.
Pada konteks lain, terdapat pula permasalahan yang tak kalah serius di dalam proses alih status kepegawaian KPK. Sebab, dari sekian banyak pegawai yang diberhentikan, terdapat para penyelidik dan penyidik. Hal ini tentu akan berimplikasi pada perkara yang sedang mereka tangani, mulai dari korupsi suap bansos di Kementerian Sosial, suap ekspor benih lobster, pengadaan KTP-Elektronik, dan suap mantan sekretaris Mahkamah Agung.
"Kami menilai bukan tidak mungkin pengusutan perkara-perkara tersebut akan melambat, dan hal ini tentu merugikan rakyat selaku korban praktik korupsi dan pemegang kedaulatan tertinggi di republik ini," tegasnya.
Semestinya, kata Sigit, setiap pihak sadar bahwa citra pemberantasan korupsi Indonesia kian menurun. Hal itu terbukti dari temuan Transparency International yang memperlihatkan kemerosotan, baik peringkat maupun poin, Indonesia di dalam Indeks Persepsi Korupsi (IPK) tahun 2020 lalu.
Sigit menambahkan, jika dikaitkan dengan kondisi KPK terkini, besar kemungkinan IPK Indonesia akan kembali menurun pada tahun selanjutnya. Satu dari sekian banyak faktor merujuk pada arah politik hukum yang kian menjauh dari penguatan pemberantasan korupsi.
"Terakhir, penting untuk diingat bahwa kehadiran KPK merupakan salah satu mandat reformasi yang menginginkan Indonesia bebas dari belenggu korupsi, kolusi, dan nepotisme. Untuk itu, segala bentuk pelemahan terhadap KPK, salah satunya adalah pemberhentian 75 pegawai yang disebutkan di atas tidak dapat dibenarkan dan mesti ditolak," kata Sigit.
Berikut 74 guru besar antikorupsi yang menolak penonaktifan 75 pegawai KPK:
1. Prof Emil Salim (Guru Besar FEB UI)
2. Prof Sulistyowati Irianto (Guru Besar FH UI)
tulis komentar anda