KPK mengakui telah menyerahkan secara resmi surat keputusan hasil tes wawasan kebangsaan kepada 75 pegawai KPK yang tak lolos dan dinonaktifkan sementara. Foto/SINDOnews/Ilustrasi
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengakui telah menyerahkan secara resmi surat keputusan tentang hasil tes wawasan kebangsaan kepada 75 pegawai KPK yang tak lolos dan dinonaktifkan sementara, termasuk penyidik senior KPK, Novel Baswedan.
Hemy menilai, tes wawasan kebangsaan memang sangat berpengaruh kepada pengawasan korupsi di Indonesia. Menurutnya pegawai KPK merupakan garda terdepan dalam melakukan pemberantasan korupsi dan juga merupakan roh dari gedung merah putih.
"Kalaupun semisalnya rohnya itu sendiri sudah dicabut atau dicemari dan tidak membuat mereka berintegritas dengan yang beredar (dunia maya) saat ini, secara tidak langsung mempengaruhi pemberantasan korupsi di Indonesia," terangnya.
Sementara itu pakar hukum tata negara, Fery Amsari mengatakan, dengan penonaktifan 75 pegawai KPK merupakan tindakan sewenang-wenang, karena berdasarkan proses yang bertentangan dengan undang undang atau peraturan perundang undangan yang lebih tinggi.
"Yang ada adalah delegasi PP 41 Tahun 2020 kepada Peraturan KPK untuk mengatur tata cara proses peralihan itu. Bukan mengatur bagaimana syarat untuk alih status pegawai berupa tes wawasan kebangsaan. Sehingga ketentuan itu pelanggar ketentuan perundangan lebih tinggi," ucap Fery.
Fery menuturkan, kedua tes kebangsaan tersebut perlu pertanyaan bermasalah yang kemudian bertentangan dengan UUD dengan prinsip Pancasila dan gagasan kebangsaan. Sehingga kalau tes kebangsaan ini dibiarkan bukan tidak mungkin ketua KPK memang telah melakukan pelanggaran konstitusi.
"Apa yang menyebabkan Firli berkuasa sehingga bisa mengabaikan UUD, nilai agama yang diyakini berbagai pihak dan tetap memutuskan itu menjadi landasan memberhentikan pegawai," terang Fery.
"Lalu harus di ingat bahwa tes ini memperlihatkan, adalah terjadi upaya menyasar orang tertentu yang kredible untuk diberhentikan secara semena mena," lanjutnya.
Fery menambahkan, dengan adanya penonaktifan 75 pegawai KPK. Maka sewajarnya jika pada pegawai melakukan perlawanan atas tindakan kesewenang wenangan yang terjadi.
"Pilihannya secara ketentuan peraturan perundang undangan terhadap kebijakan atau tindakan pejabat tata usaha negara yang sewenang wenang atau tidak sesuai peraturan perundang lebih tinggi dapat diajukan perkaranya ke peradilan tata usaha negara," tegasnya.
Hal ini menurut Fery perlu dilakukan pegawai KPK bukanlah untuk membuktikan kemenangan. Akan tetapi untuk mengungkap permasalahan yang terjadi dalam sidang untuk umum dan diketahui publik.