Jiwasraya Kembali Digugat, Saksi Ahli Tegaskan PKPU Tak Perlu Izin OJK
Jum'at, 07 Mei 2021 - 13:52 WIB
JAKARTA - PT.Asuransi Jiwasraya kembali digugat oleh nasabahnya yaitu Ruth Theresia dan Tomy Yoesman di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat terkait Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Para penggugat meminta majelis hakim menghukum Jiwasraya dan mengembalikan uang para nasabah.
"Kami kembali gugat Jiwasraya agar kasus ini diselesaikan sesuai konstitusi, dimana semua warga Negara punya hak untuk mendapatkan keadilan. Kami minta seluruh dana milik nasabah dikembalikan, kami tidak mau tahu soal korupsi yang membelit Jiwasraya,”jelas Tomy.
Sedangkan sidang lanjutan yang digelar Kamis 6 Mei 2021, kemarin menghadirkan saksi ahli Irvan Rahardjo sebagai Ahli Asuransi pada Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan (LAPS SJK). Menurut Irvan Rahardjo terkait Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) tidak perlu meminta izin dari Otoriras Jasa Keuangan (OJK). "Ini sudah di jalur hukum, sehingga proses PKPU ini tidak perlu meminta izin OJK," kata Raharjo.
Ia menambahkan, sesuai pasal 246 KUH Dagang, pihak Jiwasraya yang selama ini menerima pembayaran premi, harus memberikan penggantian kepada para nasabah akibat suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan karena suatu peristiwa yang tertentu. "Jiwasraya selama ini menerima premi, jika ada suatu perstiwa tertentu yang menyebabkan kerugian, wajib tetap membayar ganti rugi kepada para nasabah," tegas Irvan Rahardjo.
Selain itu, lanjut Raharjo, sesuai pasal 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, perusahaan asuransi harus memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian ataupun kerusakan akibat suatu peristiwa yang tidak pasti. Dan terkait dengan PKPU. "Saat ini yang paling diperlukan adalah itikad baik dari kedua belah pihak yang terikat dalam perjanjian asuransi. Pasal 251 KUH Dagang yang meletakkan tanggung jawab pada tertanggung untuk memberikan keterangan yang benar sesuai prinsip itikad baik. Sebab dalam perjanjian asuransi mengandung prinsip bahwa tertanggung akan menerima pembayaran klaim dari penanggung," kata Raharjo.
Raharjo juga mempertanyakan Jiwasraya yang dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga, padahal sebagai perusahaan asuransi, Jiwasraya masih mempunyai keuangan yang baik. "Ini kan terlihat dengan mudah kepailitian diajukan oleh setiap orang. Permohonan pailit sangat mudah karena hanya diperlukan dua kreditur yang mempunyai piutang atau tagihan yang sudah jatuh tempo dan belum dibayar. Sangat mudah mempailitkan suatu perusahaan asuransi. Hal-hal seperti ini perlu ditinjau kembali. Sebab hal ini menimbulkan keresahan tidak saja bagi perusahaan asuransi tetapi bagi para pemegang polis asuransi dan masyarakat luas," kata Rajarjo yang juga penulis buku Robohnya Asuransi Kami Sengkarut Jiwasraya.
"Kami kembali gugat Jiwasraya agar kasus ini diselesaikan sesuai konstitusi, dimana semua warga Negara punya hak untuk mendapatkan keadilan. Kami minta seluruh dana milik nasabah dikembalikan, kami tidak mau tahu soal korupsi yang membelit Jiwasraya,”jelas Tomy.
Sedangkan sidang lanjutan yang digelar Kamis 6 Mei 2021, kemarin menghadirkan saksi ahli Irvan Rahardjo sebagai Ahli Asuransi pada Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan (LAPS SJK). Menurut Irvan Rahardjo terkait Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) tidak perlu meminta izin dari Otoriras Jasa Keuangan (OJK). "Ini sudah di jalur hukum, sehingga proses PKPU ini tidak perlu meminta izin OJK," kata Raharjo.
Ia menambahkan, sesuai pasal 246 KUH Dagang, pihak Jiwasraya yang selama ini menerima pembayaran premi, harus memberikan penggantian kepada para nasabah akibat suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan karena suatu peristiwa yang tertentu. "Jiwasraya selama ini menerima premi, jika ada suatu perstiwa tertentu yang menyebabkan kerugian, wajib tetap membayar ganti rugi kepada para nasabah," tegas Irvan Rahardjo.
Selain itu, lanjut Raharjo, sesuai pasal 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, perusahaan asuransi harus memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian ataupun kerusakan akibat suatu peristiwa yang tidak pasti. Dan terkait dengan PKPU. "Saat ini yang paling diperlukan adalah itikad baik dari kedua belah pihak yang terikat dalam perjanjian asuransi. Pasal 251 KUH Dagang yang meletakkan tanggung jawab pada tertanggung untuk memberikan keterangan yang benar sesuai prinsip itikad baik. Sebab dalam perjanjian asuransi mengandung prinsip bahwa tertanggung akan menerima pembayaran klaim dari penanggung," kata Raharjo.
Raharjo juga mempertanyakan Jiwasraya yang dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga, padahal sebagai perusahaan asuransi, Jiwasraya masih mempunyai keuangan yang baik. "Ini kan terlihat dengan mudah kepailitian diajukan oleh setiap orang. Permohonan pailit sangat mudah karena hanya diperlukan dua kreditur yang mempunyai piutang atau tagihan yang sudah jatuh tempo dan belum dibayar. Sangat mudah mempailitkan suatu perusahaan asuransi. Hal-hal seperti ini perlu ditinjau kembali. Sebab hal ini menimbulkan keresahan tidak saja bagi perusahaan asuransi tetapi bagi para pemegang polis asuransi dan masyarakat luas," kata Rajarjo yang juga penulis buku Robohnya Asuransi Kami Sengkarut Jiwasraya.
(cip)
Lihat Juga :
tulis komentar anda