Akhirnya Film Legenda Petualang Herman Lantang Diputar 22 Mei
Minggu, 02 Mei 2021 - 23:46 WIB
Seperti diketahui, Herman O Lantang telah pergi untuk selama-lamanya pada 22 Maret 2021 lalu. Kepergian legenda petualang Indonesia ini meninggalkan kesedihan mendalam bagi dunia pendakian, para sahabat sesama pendaki juga para pecinta alam seluruh Indonesia.
Suami dari Regina Joyce Moningka yang bernama lengkap Herman Onesimus Lantang ini tutup usia di umur 81 tahun, dan dimakamkan pada 23 Maret 2021 di TPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan.Baca juga: Jurnalis Senior Don Hasman Posting Foto Kebersamaan dengan Herman Lantang
Herman Lantang adalah mantan mahasiswa jurusan Antropologi di FSUI dan juga mantan ketua senat Fakultas Sastra Universitas Indonesia pada era 60-an. Herman Lantang juga salah satu pendiri Mapala UI dan pernah menjabat sebagai ketuanya pada 1972-1974.
Herman Lantang adalah sahabat dari Soe Hoek Gie yang pernah menjadi inspirator gerakan demo long march mahasiswa UI untuk menggulingkan pemerintahan Soekarno pasca G30 S dan semasaTritura.
Sampai sebelum film biografi "GIE" muncul di layar perak, tak banyak orang yang menggubris kehadiran tokoh yang satu ini, kecuali, lagi-lagi, komunitas pencinta alam, yang sangat mengagungkan sikapnya yang tetap rendah hati. Kegemaran Herman Lantang terhadap alam mulai timbul ketika ayahnya yang saat itu berprofesi sebagai tentara sering mengajaknya keluar-masuk hutan di kawasan Tomohon untuk berburu. Dari situ, lambat laun kecintaannya terhadap hutan yang sarat aroma sarasah dan petualangan timbul.
Lalu, setelah tamat dari Europrrshe Lagere School SR GMIM4 (setaraf SD), Herman kecil melanjutkan ke SMPK Tomohon. Herman mulai hijrah ke ibu kota bersama orang tuanya yang saat itu di pindahtugaskan ke daerah baru. Kemudian di Jakarta inilah ia melanjutkan kembali pendidikan formalnya, ketika diterima di SMA 1 (Budi Utomo) pada 1957. Tak puas sampai di situ, Herman mulai melirik perguruan tinggi yang menurutnya akan memberikan sistem pendidikan terbaik.
Saat itu, di tahun 1960, melalui segudang tes yang cukup rumit, ia pun berhasil diterima di Fakultas Sastra Universitas Indonesia, Jurusan Anthropologi yang banyak berkutat dengan kebudayaan dan perilaku manusia sejak mulanya. Melalui jurusan ini pula dia sempat melakukan penelitian mendalam terhadap perilaku suku terasing Dhani di Papua pada 1972, yang mengantarkannya mencapai gelar sarjana penuh.
Pribadi Tangguh yang Suka Berpetualang
Selama menjadi mahasiswa, pribadi yang tangguh dengan idiologi sosialisnya mulai terbentuk. Melihat banyak rekan-rekan seangkatannya yang lebih memilih jalur politik praktis untuk mencapai kemapanan. Ia dan rekan lainnya malah memilih alam sebagai media pengembangan diri. Menurutnya, hanya di alam kita bisa mengenal karakter masing-masing yang sebenarnya. Tak ada yang tersembunyi. Di alam pula kita bisa memupuk rasa solidaritas dan kecintaan terhadap ciptaan Tuhan yang bisa dinikmati.
"Politik tai kucing," begitu tutur Herman Lantang, ketika senat mahasiswa tidak menjadi sesuatu seperti harapan Soe serta kawan-kawannya yang lebih memilih menikmati film dan naik gunung bukan serta merta mengidentifikasi dirinya dalam organisasi mahasiswa tertentu di dalam kampus.
Suami dari Regina Joyce Moningka yang bernama lengkap Herman Onesimus Lantang ini tutup usia di umur 81 tahun, dan dimakamkan pada 23 Maret 2021 di TPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan.Baca juga: Jurnalis Senior Don Hasman Posting Foto Kebersamaan dengan Herman Lantang
Herman Lantang adalah mantan mahasiswa jurusan Antropologi di FSUI dan juga mantan ketua senat Fakultas Sastra Universitas Indonesia pada era 60-an. Herman Lantang juga salah satu pendiri Mapala UI dan pernah menjabat sebagai ketuanya pada 1972-1974.
Herman Lantang adalah sahabat dari Soe Hoek Gie yang pernah menjadi inspirator gerakan demo long march mahasiswa UI untuk menggulingkan pemerintahan Soekarno pasca G30 S dan semasaTritura.
Sampai sebelum film biografi "GIE" muncul di layar perak, tak banyak orang yang menggubris kehadiran tokoh yang satu ini, kecuali, lagi-lagi, komunitas pencinta alam, yang sangat mengagungkan sikapnya yang tetap rendah hati. Kegemaran Herman Lantang terhadap alam mulai timbul ketika ayahnya yang saat itu berprofesi sebagai tentara sering mengajaknya keluar-masuk hutan di kawasan Tomohon untuk berburu. Dari situ, lambat laun kecintaannya terhadap hutan yang sarat aroma sarasah dan petualangan timbul.
Lalu, setelah tamat dari Europrrshe Lagere School SR GMIM4 (setaraf SD), Herman kecil melanjutkan ke SMPK Tomohon. Herman mulai hijrah ke ibu kota bersama orang tuanya yang saat itu di pindahtugaskan ke daerah baru. Kemudian di Jakarta inilah ia melanjutkan kembali pendidikan formalnya, ketika diterima di SMA 1 (Budi Utomo) pada 1957. Tak puas sampai di situ, Herman mulai melirik perguruan tinggi yang menurutnya akan memberikan sistem pendidikan terbaik.
Saat itu, di tahun 1960, melalui segudang tes yang cukup rumit, ia pun berhasil diterima di Fakultas Sastra Universitas Indonesia, Jurusan Anthropologi yang banyak berkutat dengan kebudayaan dan perilaku manusia sejak mulanya. Melalui jurusan ini pula dia sempat melakukan penelitian mendalam terhadap perilaku suku terasing Dhani di Papua pada 1972, yang mengantarkannya mencapai gelar sarjana penuh.
Pribadi Tangguh yang Suka Berpetualang
Selama menjadi mahasiswa, pribadi yang tangguh dengan idiologi sosialisnya mulai terbentuk. Melihat banyak rekan-rekan seangkatannya yang lebih memilih jalur politik praktis untuk mencapai kemapanan. Ia dan rekan lainnya malah memilih alam sebagai media pengembangan diri. Menurutnya, hanya di alam kita bisa mengenal karakter masing-masing yang sebenarnya. Tak ada yang tersembunyi. Di alam pula kita bisa memupuk rasa solidaritas dan kecintaan terhadap ciptaan Tuhan yang bisa dinikmati.
"Politik tai kucing," begitu tutur Herman Lantang, ketika senat mahasiswa tidak menjadi sesuatu seperti harapan Soe serta kawan-kawannya yang lebih memilih menikmati film dan naik gunung bukan serta merta mengidentifikasi dirinya dalam organisasi mahasiswa tertentu di dalam kampus.
tulis komentar anda