Cinta Produk Lokal, Kenapa Impor Presidential
Sabtu, 17 April 2021 - 10:45 WIB
Dengan demikian menjadi logislah MPR bukan lembaga negara tertinggi. Di sisi lain, juga menjadi logis pula, MPR tidak memiliki kewenangan memilih presiden dan wakil presiden. Pemilihan presiden dan wakil presiden dipilih rakyat secara langsung, sehingga patut kita nilai bertentangan dengan Demokrasi Pancasila.
Apakah presiden melaksanakan amanat pembangunan bangsa dan negara atau GBHN dari rakyat seperti pada sistem pemerintahan Pancasila? Tidak. Presiden membawa visi dan misinya sendiri. Bahkan di era Presiden Jokowi, para menteri yang memiliki bidang khusus pun dilarang membuat visi dan misi. Semua harus melaksanakan visi dan misi presiden.
Apakah selesai melaksanakan periode jabatannya, presiden menyampaikan "laporan pertanggungjawaban" kepada rakyat yang memilihnya? Tidak ada. Bahkan, apakah presiden bekerja sesuai janji saat kampanye atau tidak, tidak ada konsekuensi yang mengatur. Apakah presiden berhasil atau tidak di periode pertama, tergantung opini yang dibangun.
Opini yang dibangun tergantung pemilik modal, sejauhmana mereka mempengaruhi ketum parpol dan berbagai pihak yang terkait dengan perkandidatan capres sebelumnya. Kiprah lembaga survei, pemilik modal dan media ikut mempengaruhi. Perilaku para buzzer politik, dan besarnya penggelontoran duit, sangat menentukan hasil pembangunan opini.
Sistem presidensial memang membikin enak posisi presiden. Bagaimana tidak? Selesai menjabat presiden bisa pergi "lenggang kangkung" tanpa memberikan laporan pertanggungjawaban. Bahkan, andaikan sebelum akhir masa jabatan, bisa "menguasai" atau "menggandeng" DPR, DPD, MPR, MK dan MA maka bisa dipastikan "check and balances" tidak jalan. Walaupun banyak parpol, pemerintahan bisa mirip atau akan menjadi pemerintahan yang totaliter.
Bagaimana bisa terjadi? Presiden punya kekuatan apa? Jangan kaget, dan tak perlu kaget. Sistem Presidensial yang didukung demokrasi liberal, di lapangan akan menunjukkan bahwa pemilik "kekuatan" itu pemilik modal atau kaum kapitalis. Kedaulatan di tangan rakyat hanyalah sesaat dan sebagai tontonan, ketika coblosan di pemilu. Setelah itu patut dinilai kedaulatan bukan lagi milik rakyat.
Sebuah gurindam Melayu yang mengatakan "Uang adalah Raja Dunia" memang menjadi kenyataan, baik positif maupun negatif. Tanpa akhlak mulia, uang bisa menghancurkan dan membawa kehancuran. Dengan uang, bisa membuat banyak orang silau yang berujung terciptanya konflik membelah persatuan. Dengan uang, kaum kapitalis pemilik "raja dunia" bisa "menciptakan" siapa presiden yang bisa mereka kendalikan.
Gambaran faktual secara sederhana antara sistem pemerintahan Pancasila sebagai produk lokal dengan sistem pemerintahan presidensial sabagai barang impor di atas, kiranya bisa membuka mata hati kita. Cintailah produk lokal kata Presiden, hendaknya termasuk cintailah Sistem Pemerintahan Pancasila sebagai produk "founding fathers". Insya Allah, aamiin.
Silakan kaget bila belum tahu sebelumnya, namun terpenting janganlah masa bodoh. Produk lokal lain yang perlu dicintai adalah demokrasi. Demokrasi yang bersumber dan tumbuh dari budaya bangsa serta sejarah perjalanan bangsa merupakan kekuatan bangsa. Apakah kita punya demokrasi produk lokal yang harus kita cintai? Jawabannya, silakan baca lanjutan artikel bersambung ini, tentang demokrasi. Semoga memahami. Insya Allah, aamiin.
Apakah presiden melaksanakan amanat pembangunan bangsa dan negara atau GBHN dari rakyat seperti pada sistem pemerintahan Pancasila? Tidak. Presiden membawa visi dan misinya sendiri. Bahkan di era Presiden Jokowi, para menteri yang memiliki bidang khusus pun dilarang membuat visi dan misi. Semua harus melaksanakan visi dan misi presiden.
Apakah selesai melaksanakan periode jabatannya, presiden menyampaikan "laporan pertanggungjawaban" kepada rakyat yang memilihnya? Tidak ada. Bahkan, apakah presiden bekerja sesuai janji saat kampanye atau tidak, tidak ada konsekuensi yang mengatur. Apakah presiden berhasil atau tidak di periode pertama, tergantung opini yang dibangun.
Opini yang dibangun tergantung pemilik modal, sejauhmana mereka mempengaruhi ketum parpol dan berbagai pihak yang terkait dengan perkandidatan capres sebelumnya. Kiprah lembaga survei, pemilik modal dan media ikut mempengaruhi. Perilaku para buzzer politik, dan besarnya penggelontoran duit, sangat menentukan hasil pembangunan opini.
Sistem presidensial memang membikin enak posisi presiden. Bagaimana tidak? Selesai menjabat presiden bisa pergi "lenggang kangkung" tanpa memberikan laporan pertanggungjawaban. Bahkan, andaikan sebelum akhir masa jabatan, bisa "menguasai" atau "menggandeng" DPR, DPD, MPR, MK dan MA maka bisa dipastikan "check and balances" tidak jalan. Walaupun banyak parpol, pemerintahan bisa mirip atau akan menjadi pemerintahan yang totaliter.
Bagaimana bisa terjadi? Presiden punya kekuatan apa? Jangan kaget, dan tak perlu kaget. Sistem Presidensial yang didukung demokrasi liberal, di lapangan akan menunjukkan bahwa pemilik "kekuatan" itu pemilik modal atau kaum kapitalis. Kedaulatan di tangan rakyat hanyalah sesaat dan sebagai tontonan, ketika coblosan di pemilu. Setelah itu patut dinilai kedaulatan bukan lagi milik rakyat.
Sebuah gurindam Melayu yang mengatakan "Uang adalah Raja Dunia" memang menjadi kenyataan, baik positif maupun negatif. Tanpa akhlak mulia, uang bisa menghancurkan dan membawa kehancuran. Dengan uang, bisa membuat banyak orang silau yang berujung terciptanya konflik membelah persatuan. Dengan uang, kaum kapitalis pemilik "raja dunia" bisa "menciptakan" siapa presiden yang bisa mereka kendalikan.
Gambaran faktual secara sederhana antara sistem pemerintahan Pancasila sebagai produk lokal dengan sistem pemerintahan presidensial sabagai barang impor di atas, kiranya bisa membuka mata hati kita. Cintailah produk lokal kata Presiden, hendaknya termasuk cintailah Sistem Pemerintahan Pancasila sebagai produk "founding fathers". Insya Allah, aamiin.
Silakan kaget bila belum tahu sebelumnya, namun terpenting janganlah masa bodoh. Produk lokal lain yang perlu dicintai adalah demokrasi. Demokrasi yang bersumber dan tumbuh dari budaya bangsa serta sejarah perjalanan bangsa merupakan kekuatan bangsa. Apakah kita punya demokrasi produk lokal yang harus kita cintai? Jawabannya, silakan baca lanjutan artikel bersambung ini, tentang demokrasi. Semoga memahami. Insya Allah, aamiin.
(dam)
tulis komentar anda