Padepokan Kebangsaan Karang Tumaritis Bikin Hasto Kristiyanto Terkenang Masa Kecil
Minggu, 11 April 2021 - 03:35 WIB
TANGERANG - Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto meresmikan ulang penataan Padepokan Kebangsaan Karang Tumaritis di Jalan Dasana Indah, Bojong Nangka, Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang, Banten, Sabtu (10/4/2021). Keberadaan Padepokan Kebangsaan Karang Tumaritis diharapkan melahirkan pemimpin berjiwa nasionalis.
Adapun peresmian itu ditandai dengan penandatanganan monumen Proklamator sekaligus Presiden pertama Soekarno. Hasto mengaku sangat mengapresiasi keberadaan Padepokan Kebangsaan Karang Tumaritis yang digagas Anggota DPR dari Daerah Pemilihan Banten III, Ananta Wahana.
Padepokan yang sudah berjalan puluhan tahun itu menjadi titik temu para generasi muda dari berbagai latar belakang, baik agama dan suku dan budaya. Maka itu, dirinya mengharapkan keberadaan Padepokan Kebangsaan Karang Tumaritis bisa menjadi pusat kebudayaan.
Hasto menilai Padepokan Kebangsaan Karang Tumaritis juga harus dapat mencetak kader-kader nasionalis, pancasilais untuk kejayaan Indonesia di masa mendatang. “Luar biasa Padepokan Kebangsaan Karang Tumaritis ini. Mudah-mudahan Padepokan Kebangsaan Karang Tumaritis bisa mewujudkan filosofi awal pembangunan sebagai tempat tinggal Semar yang banyak didatangi oleh para kesatria untuk belajar kebijaksanaan sebagai seorang pemimpin dari Semar,” ujar Hasto.
Dia mengatakan, penamaan Karang Tumaritis pada padepokan itu membuatnya terkenang masa kecil yang suka menonton ketoprak. Kata Hasto, dalam ketoprak ada sosok Mahesa Jenar yang menggemblem kemampuan ilmu sostro biolonya di Padepokan Karang Tumaritis. Dia merasakan suasana yang menggelorakan kebudayaan Indonesia.
“Bung Karno mengatakan Indonesia yang berkepribadian dalam kebudayaan. Di situlah padepokan ini, semua suku dan agama, semua umat manusia Indonesia bisa bersatu dalam semangat yang sama, bergelora dengan tegap yang sama, yaitu untuk Indonesia raya kita,” kata Hasto dengan nada berapi-api.
Sementara itu, Pengasuh Padepokan Kebangsaan Karang Tumaritis, Ananta Wahana mengungkapkan awal berdirinya padepokan. Awalnya lahan seluas 4.000 meter itu merupakan hutan bambu yang penuh ular sebelum disulap menjadi tempat nyaman bagi masyarakat untuk datang belajar, berdiskusi atau sekadar berkumpul masyarakat.
Adapun peresmian itu ditandai dengan penandatanganan monumen Proklamator sekaligus Presiden pertama Soekarno. Hasto mengaku sangat mengapresiasi keberadaan Padepokan Kebangsaan Karang Tumaritis yang digagas Anggota DPR dari Daerah Pemilihan Banten III, Ananta Wahana.
Padepokan yang sudah berjalan puluhan tahun itu menjadi titik temu para generasi muda dari berbagai latar belakang, baik agama dan suku dan budaya. Maka itu, dirinya mengharapkan keberadaan Padepokan Kebangsaan Karang Tumaritis bisa menjadi pusat kebudayaan.
Hasto menilai Padepokan Kebangsaan Karang Tumaritis juga harus dapat mencetak kader-kader nasionalis, pancasilais untuk kejayaan Indonesia di masa mendatang. “Luar biasa Padepokan Kebangsaan Karang Tumaritis ini. Mudah-mudahan Padepokan Kebangsaan Karang Tumaritis bisa mewujudkan filosofi awal pembangunan sebagai tempat tinggal Semar yang banyak didatangi oleh para kesatria untuk belajar kebijaksanaan sebagai seorang pemimpin dari Semar,” ujar Hasto.
Dia mengatakan, penamaan Karang Tumaritis pada padepokan itu membuatnya terkenang masa kecil yang suka menonton ketoprak. Kata Hasto, dalam ketoprak ada sosok Mahesa Jenar yang menggemblem kemampuan ilmu sostro biolonya di Padepokan Karang Tumaritis. Dia merasakan suasana yang menggelorakan kebudayaan Indonesia.
Baca Juga
“Bung Karno mengatakan Indonesia yang berkepribadian dalam kebudayaan. Di situlah padepokan ini, semua suku dan agama, semua umat manusia Indonesia bisa bersatu dalam semangat yang sama, bergelora dengan tegap yang sama, yaitu untuk Indonesia raya kita,” kata Hasto dengan nada berapi-api.
Sementara itu, Pengasuh Padepokan Kebangsaan Karang Tumaritis, Ananta Wahana mengungkapkan awal berdirinya padepokan. Awalnya lahan seluas 4.000 meter itu merupakan hutan bambu yang penuh ular sebelum disulap menjadi tempat nyaman bagi masyarakat untuk datang belajar, berdiskusi atau sekadar berkumpul masyarakat.
tulis komentar anda