Pelaku Diskriminasi Sepanjang 2020 Didominasi Aktor Negara
Rabu, 07 April 2021 - 08:00 WIB
JAKARTA - Hasil penelitian Setara Institute sepanjang 2020 menunjukkan terjadi 422 tindakan pelanggaran Kebebasan Beragama/Berkeyakinan (KBB) di Indonesia. Dari angka ini, 238 dilakukan aktor negara.
"Hal ini menunjukkan kecenderungan peningkatan tindakan pelanggaran oleh aktor negara tahun lalu berlanjut," tulis rilis peluncuran laporan kondisis Kebebasan Beragama/Berkeyakinan di Indonesia Tahun 2020, Jakarta, Selasa (6/4/2021).
Dari pelanggaran yang dilakukan aktor negara tersebut, tindakan tertinggi adalah diskriminasi dengan 72 tindakan. Disusul dengan penangkapan 21 tindakan dan pentersangkaan penodaan agama dengan 20 tindakan.
Direktur riset Setara Institute Halili menyatakan, tolok ukur tindakan diskriminatif yang dilakukan negara terletak pada pertanggungjawaban regulasi, yang merugikan atau berdampak bagi kelangsungan kebebasan beragama masyarakat.
"Karena yang punya wewenang dan otoritas untuk melakukan 'pembedaan' itu negara. Negara dapat minta pertanggung jawaban hukum kepada masyarakat," ujar Halili.
Aktor negara yang menjadi pelaku pelanggaran tertinggi di antaranya, Pemerintah Daerah dan Kepolisian dengan masing-masing 42 tindakan. Disusul pihak Kejaksaan 14 tindakan dan Satpol PP 13 tindakan. Selanjutnya 9 tindakan dilakukan oleh Pengadilan Negeri, TNI, dan Pemerintah Desa.
Setara Institute dalam laporannya menunjukkan, terjadi peningkatan tindakan pelanggaran KBB dari 327 pada 2019 menjadi 422 pada 2020. Sementara dari angka tersebut, pelanggaran dalam bentuk peristiwa mengalami penurunan dari 200 peristiwa pada 2019, menjadi 180. Halili menyatakan, bentuk-bentuk pelanggaran di 2020 didominasi dengan tindak diskriminatif dan intoleransi.
"Hal ini menunjukkan kecenderungan peningkatan tindakan pelanggaran oleh aktor negara tahun lalu berlanjut," tulis rilis peluncuran laporan kondisis Kebebasan Beragama/Berkeyakinan di Indonesia Tahun 2020, Jakarta, Selasa (6/4/2021).
Dari pelanggaran yang dilakukan aktor negara tersebut, tindakan tertinggi adalah diskriminasi dengan 72 tindakan. Disusul dengan penangkapan 21 tindakan dan pentersangkaan penodaan agama dengan 20 tindakan.
Direktur riset Setara Institute Halili menyatakan, tolok ukur tindakan diskriminatif yang dilakukan negara terletak pada pertanggungjawaban regulasi, yang merugikan atau berdampak bagi kelangsungan kebebasan beragama masyarakat.
"Karena yang punya wewenang dan otoritas untuk melakukan 'pembedaan' itu negara. Negara dapat minta pertanggung jawaban hukum kepada masyarakat," ujar Halili.
Aktor negara yang menjadi pelaku pelanggaran tertinggi di antaranya, Pemerintah Daerah dan Kepolisian dengan masing-masing 42 tindakan. Disusul pihak Kejaksaan 14 tindakan dan Satpol PP 13 tindakan. Selanjutnya 9 tindakan dilakukan oleh Pengadilan Negeri, TNI, dan Pemerintah Desa.
Setara Institute dalam laporannya menunjukkan, terjadi peningkatan tindakan pelanggaran KBB dari 327 pada 2019 menjadi 422 pada 2020. Sementara dari angka tersebut, pelanggaran dalam bentuk peristiwa mengalami penurunan dari 200 peristiwa pada 2019, menjadi 180. Halili menyatakan, bentuk-bentuk pelanggaran di 2020 didominasi dengan tindak diskriminatif dan intoleransi.
(muh)
tulis komentar anda