Menanti Aksi Membumi ISORI
Rabu, 07 April 2021 - 06:35 WIB
Ketiga, sesuai dengan AD/ART bahwa ISORI telah didirikan di Yogyakarta pada 29 April 1969 untuk waktu yang tidak terbatas, ISORI bersifat nonpolitik dan merupakan forum komunikasi untuk meningkatkan informasi dan pengetahuan sebagai upaya peningkatan kemampuan masyarakat dalam gerakan pembinaan dan pengembangan olahraga nasional. Susunan organisasi ISORI berbentuk jenjang vertikal, dimulai dari tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi/daerah khusus ibukota/ daerah istimewa, sampai ke tingkat pusat. Membentuk kepengurusan ISORI di daerah perlu segera dilakukan sebagai bentuk proses membangun sinergi dan konsolidasi yang kompak untuk kebutuhan akselerasi.
Aksi Membumi ISORI
Berdasarkan ketiga persoalan urgen tersebut, persoalan kedua merupakan tantangan baru yang membedakan dengan era kepengurusan ISORI masa sebelumnya. Tantangan baru yang menjadi penjelas bentuk aksi membumi seperti apa yang seharusnya dimainkan oleh ISORI masa bakti 2021-2025. GDON telah menjadi pilihan sinergi peran membumi yang sebaiknya dimainkan secara cantik oleh ISORI. Beruntung, di tengah-tengah proses finalisasi GDON terdapat orientasi tambahan yang mengerucut persoalan olahraga berdasarkan rapat terbatas (ratas) lintas kementerian.
Sebuah respons cepat yang semakin mengukuhkan bahwa olahraga itu urusan negara yang wajib di-back up oleh lintas kementerian dan berbagai lembaga terkait. Intinya bahwa menuju era Indonesia Emas 2045 terdapat 13 (tiga belas) masalah vital keolahragaan yang perlu diprioritaskan. Ke-13 masalah tersebut menjadi base-line untuk menuju pertumbuhan pembangunan olahraga yang simultan, progresif, dan berkelanjutan.
Berdasarkan peta prioritas tersebut, setidaknya terdapat 6 (enam) aksi yang memiliki urgensi dan relevansi tinggi dengan peran membumi ISORI. Pertama, menumbuhkan angka partisipasi olahraga dan kebugaran masyarakat. ISORI sangat strategis dalam fungsinya sebagai katalisator yang memoderasi keperilakuan gaya hidup sehat aktif sepanjang hayat di masyarakat. Dalam empat tahun ke depan indeks partisipasi dan kebugaran jasmani didesain menuju ke angka 40%. Sebuah pergerakan modal intangble asset yang berkontribusi besar untuk penguatan daya saing olahraga pendidikan, olahraga rekreasi, dan olahraga prestasi.
Kedua, meningkatkan produktivitas dan daya ungkit sport science untuk memajukan performa olahraga. Peta jalan riset para akademisi keolahragaan mulai diarahkan ke bentuk riset yang berkontribusi untuk memajukan keolahragaan. Publikasi, hilirisasi, dan komersialisasi riset dibuka secara progresif untuk membangun iklim akademisi olahraga yang produktif-pragmatis. Daya ungkit sport science ke depan menjadi hal yang optimistis, pasalnya dalam kepengurusan ISORI yang sekarang setidaknya ada 34 orang profesor olahraga, hampir separuhnya masuk di Dewan Pakar ISORI.
Ketiga, ISORI berpotensi besar menjawab tuntutan sinergi pentahelix olahraga yang menjadi formula ideal “kegotong-royongan” dalam pembinaan dan pengembangan (binbang) olahraga. Pasalnya, salah satu ciri khas ISORI adalah beranggotakan lulusan PTKOR yang lintas profesi. Pentahelix terdiri atas unsur birokrasi, akademisi, pengusaha, komunitas, dan media. Sinergi dapat mulai dimodelkan dengan cara meramu ciri pentahelix dalam keanggotaan internal ISORI, sebelum kemudian diamalgamasikan dengan pentahelix yang lebih luas dan terbuka.
Keempat, pergeseran kewenangan pusat menuju daerah menjadi keniscayaan era otonomi daerah, termasuk yang berkaitan dengan pembangunan keolahragaan. Satu kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap daerah adalah mewujudkan enam standar nasional keolahragaan. Tidak semua harus segera terwujud, tetapi setidaknya standar pelayanan minimal (SPM) olahraga ke depan dapat menjadi urusan wajib di daerah. Setiap daerah berkewajiban memenuhi SPM olahraga sebagai wujud meletakkan bidang tumpu evaluasi dan monitoring pembangunan olahraga yang lengkap dan mendasar. Tangan-tangan gagah ISORI di daerah menjadi penting untuk memberhasilkan program tersebut.
Kelima, membuka kran bagi munculnya sentra-sentra olahraga yang mengedepankan keunikan dan kejeniusan lokal tiap daerah. Regulasi pemberdirian sekolah khusus olahraga (SKO) dan kelas khusus olahraga (KKO) sebaiknya mulai mengedepankan pada pertimbangan unik potensi setiap daerah. Sentra pendidikan yang demikian di masa yang akan datang akan menghilangkan stigma negatif masa depan atlet. Para pelajar tidak harus dihadapkan pada simalakama berulang untuk pilih sekolah atau latihan olahraga. Keduanya dapat dilakukan bersama-sama. Lulusan PTKOR tentu banyak yang memiliki best practice tata kelola SKO maupun KKO olahraga.
Keenam, formula penganggaran untuk olahraga mulai dipecah fokusnya tidak bergantung “secara mati-matian” pada sumber APBD/APBN. Sesuai dengan amanah Peraturan Pemerintah Nomor 18/2007 Tentang Pendanaan Olahraga, ada banyak alternatif sumber dana olahraga yang harus mulai dibuka oleh daya kreatif ISORI ke depan, senyampang mengembangkan sport industry dan sport tourism. Dua ranah pengembangan keolahragaan yang bersanding dengan sport science dan dengan paradigma development of sport maupun development trought sport.
Aksi Membumi ISORI
Berdasarkan ketiga persoalan urgen tersebut, persoalan kedua merupakan tantangan baru yang membedakan dengan era kepengurusan ISORI masa sebelumnya. Tantangan baru yang menjadi penjelas bentuk aksi membumi seperti apa yang seharusnya dimainkan oleh ISORI masa bakti 2021-2025. GDON telah menjadi pilihan sinergi peran membumi yang sebaiknya dimainkan secara cantik oleh ISORI. Beruntung, di tengah-tengah proses finalisasi GDON terdapat orientasi tambahan yang mengerucut persoalan olahraga berdasarkan rapat terbatas (ratas) lintas kementerian.
Sebuah respons cepat yang semakin mengukuhkan bahwa olahraga itu urusan negara yang wajib di-back up oleh lintas kementerian dan berbagai lembaga terkait. Intinya bahwa menuju era Indonesia Emas 2045 terdapat 13 (tiga belas) masalah vital keolahragaan yang perlu diprioritaskan. Ke-13 masalah tersebut menjadi base-line untuk menuju pertumbuhan pembangunan olahraga yang simultan, progresif, dan berkelanjutan.
Berdasarkan peta prioritas tersebut, setidaknya terdapat 6 (enam) aksi yang memiliki urgensi dan relevansi tinggi dengan peran membumi ISORI. Pertama, menumbuhkan angka partisipasi olahraga dan kebugaran masyarakat. ISORI sangat strategis dalam fungsinya sebagai katalisator yang memoderasi keperilakuan gaya hidup sehat aktif sepanjang hayat di masyarakat. Dalam empat tahun ke depan indeks partisipasi dan kebugaran jasmani didesain menuju ke angka 40%. Sebuah pergerakan modal intangble asset yang berkontribusi besar untuk penguatan daya saing olahraga pendidikan, olahraga rekreasi, dan olahraga prestasi.
Kedua, meningkatkan produktivitas dan daya ungkit sport science untuk memajukan performa olahraga. Peta jalan riset para akademisi keolahragaan mulai diarahkan ke bentuk riset yang berkontribusi untuk memajukan keolahragaan. Publikasi, hilirisasi, dan komersialisasi riset dibuka secara progresif untuk membangun iklim akademisi olahraga yang produktif-pragmatis. Daya ungkit sport science ke depan menjadi hal yang optimistis, pasalnya dalam kepengurusan ISORI yang sekarang setidaknya ada 34 orang profesor olahraga, hampir separuhnya masuk di Dewan Pakar ISORI.
Ketiga, ISORI berpotensi besar menjawab tuntutan sinergi pentahelix olahraga yang menjadi formula ideal “kegotong-royongan” dalam pembinaan dan pengembangan (binbang) olahraga. Pasalnya, salah satu ciri khas ISORI adalah beranggotakan lulusan PTKOR yang lintas profesi. Pentahelix terdiri atas unsur birokrasi, akademisi, pengusaha, komunitas, dan media. Sinergi dapat mulai dimodelkan dengan cara meramu ciri pentahelix dalam keanggotaan internal ISORI, sebelum kemudian diamalgamasikan dengan pentahelix yang lebih luas dan terbuka.
Keempat, pergeseran kewenangan pusat menuju daerah menjadi keniscayaan era otonomi daerah, termasuk yang berkaitan dengan pembangunan keolahragaan. Satu kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap daerah adalah mewujudkan enam standar nasional keolahragaan. Tidak semua harus segera terwujud, tetapi setidaknya standar pelayanan minimal (SPM) olahraga ke depan dapat menjadi urusan wajib di daerah. Setiap daerah berkewajiban memenuhi SPM olahraga sebagai wujud meletakkan bidang tumpu evaluasi dan monitoring pembangunan olahraga yang lengkap dan mendasar. Tangan-tangan gagah ISORI di daerah menjadi penting untuk memberhasilkan program tersebut.
Kelima, membuka kran bagi munculnya sentra-sentra olahraga yang mengedepankan keunikan dan kejeniusan lokal tiap daerah. Regulasi pemberdirian sekolah khusus olahraga (SKO) dan kelas khusus olahraga (KKO) sebaiknya mulai mengedepankan pada pertimbangan unik potensi setiap daerah. Sentra pendidikan yang demikian di masa yang akan datang akan menghilangkan stigma negatif masa depan atlet. Para pelajar tidak harus dihadapkan pada simalakama berulang untuk pilih sekolah atau latihan olahraga. Keduanya dapat dilakukan bersama-sama. Lulusan PTKOR tentu banyak yang memiliki best practice tata kelola SKO maupun KKO olahraga.
Keenam, formula penganggaran untuk olahraga mulai dipecah fokusnya tidak bergantung “secara mati-matian” pada sumber APBD/APBN. Sesuai dengan amanah Peraturan Pemerintah Nomor 18/2007 Tentang Pendanaan Olahraga, ada banyak alternatif sumber dana olahraga yang harus mulai dibuka oleh daya kreatif ISORI ke depan, senyampang mengembangkan sport industry dan sport tourism. Dua ranah pengembangan keolahragaan yang bersanding dengan sport science dan dengan paradigma development of sport maupun development trought sport.
tulis komentar anda