Menanti Aksi Membumi ISORI
loading...
A
A
A
Agus Kristiyanto
Profesor Analisis Kebijakan Pembangunan Olahraga dari FKOR Universitas Sebelas Maret Surakarta, Pengurus Asosiasi Profesor Keolahragaan Indonesia (APKORI), Pengurus Pusat ISORI Masa Bakti 2021-2025
PENGUKUHAN Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Olahraga Indonesia (ISORI) masa bakti 2021-2025 telah dilaksanakan pada 31 Maret 2021. Pengukuhan oleh Menpora Zainudin Amali berdasarkan Surat Keputusan PP ISORI Nomor: 29/KP/PP-ISORI/III/2021. Pengukuhan tersebut merupakan sebuah upaya untuk “menghidupkan” kembali jalinan para lulusan perguruan tinggi keolahragaan yang telah cukup lama “mati suri”.
Menpora pun menitipkan tiga urusan urgen yang harus diselesaikan segera oleh kepengurusan yang baru. Pertama, melakukan penataan dengan meng-update data lulusan sarjana ilmu keolahragaan yang tersebar di seluruh wilayah NKRI. Kedua, ISORI bersinergi dan mengambil peran inti dalam aksi sosialisasi, implementasi, evaluasi, serta memantau grand design olahraga nasional (GDON) yang telah disusun pemerintah. Ketiga, segera membentuk kepengurusan baru ISORI di daerah, yakni di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota (catatan penulis yang juga ikut dalam pengukuhan secara daring).
Raksasa Tidur ISORI
Terdapat tiga pekerjaan rumah (PR) yang besar bagi ISORI untuk lekas melakukan sebuah aksi cepat dan langsung membumi. Apa terjemahan PR tersebut? Pertama, pembaruan data alumni perguruan tinggi keolahragaan (PTKOR) menjadi prasyarat dasar meramu formula baru SDM keolahragaan. ISORI bagai raksasa yang sedang tidur, bukan sekadar karena jumlah lulusannya yang sangat besar, tetapi juga di dalamnya banyak tokoh-tokoh alumni sukses yang berprofesi di segala bidang. Menjadi potensi kekuatan tersendiri karena anggota ISORI tidak mengerucut secara spesifik pada satu jenis profesi tertentu saja.
Dalam kacamata demikian, kurang relevan membandingkan formula pengembangan ISORI ke depan dengan merujuk pada bentuk peran organisasi lain, seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Insinyur Indonesia (PII), Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) dan berbagai asosiasi profesi spesifik yang lain. Lulusan PTKOR berprofesi secara variatif. Pada umumnya menduduki profesi sebagai pendidik/guru berbagai jenjang pendidikan, menjadi birokrat, akademisi, tentara, instruktur, wartawan, pengusaha, bahkan sebagian menjadi anggota legislatif, serta aneka peran-peran penting lain yang sifatnya informal.
Diperlukan proses cepat pendataan aktual tentang database alumni perguruan tinggi keolahragaan se-Indonesia. Sangat banyak dan bervariasi, seperti: STO/ IKIP/ FPOK/ FKOK/FKIP/STKIP maupun dalam bentuk program-program studi rumpun ilmu keolahragaaan yang lain. Data yang bukan sebatas pada jumlah SDM, tetapi juga berkaitan dengan performa dan peta keahlian/kepakaran unik yang dimiliki oleh setiap lulusan atau pun institusinya. Hal tersebut menjadi “kekayaan” unik ISORI terkait dengan memformulasikan peran pengawalan perwujudan pembangunan keolahragaan nasional. Terdapat benang merah tegas yang harus digariskan untuk memadukan peran lulusan PTKOR yang berdedikasi pada bidang profesi beragam.
Kedua, ISORI bersinergi dan mengambil peran inti dalam aksi sosialisasi, implementasi, evaluasi, serta monitoring GDON yang telah disusun Kemenpora dan telah difinalisasi secara bertahap-berlapis bersama stakeholder terkait. Terlepas dari sisi kekurangan yang mungkin masih ada, GDON perlu diapresiasi sebagai haluan pembangunan olahraga nasional ke depan. GDON merepresentasikan perpaduan capaian ranah olahraga pendidikan, olahraga rekreasi, dan olahraga prestasi secara progresif dan simultan. Empat tahun ke depan menjadi pemantik awal (trigger) keberhasilan GDON yang dipersyaratkan oleh peran membumi dari pergerakan lokomotif baru yang disebut ISORI.
Ketiga, sesuai dengan AD/ART bahwa ISORI telah didirikan di Yogyakarta pada 29 April 1969 untuk waktu yang tidak terbatas, ISORI bersifat nonpolitik dan merupakan forum komunikasi untuk meningkatkan informasi dan pengetahuan sebagai upaya peningkatan kemampuan masyarakat dalam gerakan pembinaan dan pengembangan olahraga nasional. Susunan organisasi ISORI berbentuk jenjang vertikal, dimulai dari tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi/daerah khusus ibukota/ daerah istimewa, sampai ke tingkat pusat. Membentuk kepengurusan ISORI di daerah perlu segera dilakukan sebagai bentuk proses membangun sinergi dan konsolidasi yang kompak untuk kebutuhan akselerasi.
Aksi Membumi ISORI
Berdasarkan ketiga persoalan urgen tersebut, persoalan kedua merupakan tantangan baru yang membedakan dengan era kepengurusan ISORI masa sebelumnya. Tantangan baru yang menjadi penjelas bentuk aksi membumi seperti apa yang seharusnya dimainkan oleh ISORI masa bakti 2021-2025. GDON telah menjadi pilihan sinergi peran membumi yang sebaiknya dimainkan secara cantik oleh ISORI. Beruntung, di tengah-tengah proses finalisasi GDON terdapat orientasi tambahan yang mengerucut persoalan olahraga berdasarkan rapat terbatas (ratas) lintas kementerian.
Sebuah respons cepat yang semakin mengukuhkan bahwa olahraga itu urusan negara yang wajib di-back up oleh lintas kementerian dan berbagai lembaga terkait. Intinya bahwa menuju era Indonesia Emas 2045 terdapat 13 (tiga belas) masalah vital keolahragaan yang perlu diprioritaskan. Ke-13 masalah tersebut menjadi base-line untuk menuju pertumbuhan pembangunan olahraga yang simultan, progresif, dan berkelanjutan.
Berdasarkan peta prioritas tersebut, setidaknya terdapat 6 (enam) aksi yang memiliki urgensi dan relevansi tinggi dengan peran membumi ISORI. Pertama, menumbuhkan angka partisipasi olahraga dan kebugaran masyarakat. ISORI sangat strategis dalam fungsinya sebagai katalisator yang memoderasi keperilakuan gaya hidup sehat aktif sepanjang hayat di masyarakat. Dalam empat tahun ke depan indeks partisipasi dan kebugaran jasmani didesain menuju ke angka 40%. Sebuah pergerakan modal intangble asset yang berkontribusi besar untuk penguatan daya saing olahraga pendidikan, olahraga rekreasi, dan olahraga prestasi.
Kedua, meningkatkan produktivitas dan daya ungkit sport science untuk memajukan performa olahraga. Peta jalan riset para akademisi keolahragaan mulai diarahkan ke bentuk riset yang berkontribusi untuk memajukan keolahragaan. Publikasi, hilirisasi, dan komersialisasi riset dibuka secara progresif untuk membangun iklim akademisi olahraga yang produktif-pragmatis. Daya ungkit sport science ke depan menjadi hal yang optimistis, pasalnya dalam kepengurusan ISORI yang sekarang setidaknya ada 34 orang profesor olahraga, hampir separuhnya masuk di Dewan Pakar ISORI.
Ketiga, ISORI berpotensi besar menjawab tuntutan sinergi pentahelix olahraga yang menjadi formula ideal “kegotong-royongan” dalam pembinaan dan pengembangan (binbang) olahraga. Pasalnya, salah satu ciri khas ISORI adalah beranggotakan lulusan PTKOR yang lintas profesi. Pentahelix terdiri atas unsur birokrasi, akademisi, pengusaha, komunitas, dan media. Sinergi dapat mulai dimodelkan dengan cara meramu ciri pentahelix dalam keanggotaan internal ISORI, sebelum kemudian diamalgamasikan dengan pentahelix yang lebih luas dan terbuka.
Keempat, pergeseran kewenangan pusat menuju daerah menjadi keniscayaan era otonomi daerah, termasuk yang berkaitan dengan pembangunan keolahragaan. Satu kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap daerah adalah mewujudkan enam standar nasional keolahragaan. Tidak semua harus segera terwujud, tetapi setidaknya standar pelayanan minimal (SPM) olahraga ke depan dapat menjadi urusan wajib di daerah. Setiap daerah berkewajiban memenuhi SPM olahraga sebagai wujud meletakkan bidang tumpu evaluasi dan monitoring pembangunan olahraga yang lengkap dan mendasar. Tangan-tangan gagah ISORI di daerah menjadi penting untuk memberhasilkan program tersebut.
Kelima, membuka kran bagi munculnya sentra-sentra olahraga yang mengedepankan keunikan dan kejeniusan lokal tiap daerah. Regulasi pemberdirian sekolah khusus olahraga (SKO) dan kelas khusus olahraga (KKO) sebaiknya mulai mengedepankan pada pertimbangan unik potensi setiap daerah. Sentra pendidikan yang demikian di masa yang akan datang akan menghilangkan stigma negatif masa depan atlet. Para pelajar tidak harus dihadapkan pada simalakama berulang untuk pilih sekolah atau latihan olahraga. Keduanya dapat dilakukan bersama-sama. Lulusan PTKOR tentu banyak yang memiliki best practice tata kelola SKO maupun KKO olahraga.
Keenam, formula penganggaran untuk olahraga mulai dipecah fokusnya tidak bergantung “secara mati-matian” pada sumber APBD/APBN. Sesuai dengan amanah Peraturan Pemerintah Nomor 18/2007 Tentang Pendanaan Olahraga, ada banyak alternatif sumber dana olahraga yang harus mulai dibuka oleh daya kreatif ISORI ke depan, senyampang mengembangkan sport industry dan sport tourism. Dua ranah pengembangan keolahragaan yang bersanding dengan sport science dan dengan paradigma development of sport maupun development trought sport.
Sebagai sebuah wadah kaum terpelajar, ISORI selanjutnya ke depan terus bergerak open-minded kepada semua potensi bangsa dalam mengawal persoalan besar keolahragaan. Mengelola dan menumbuhkan potensi internal terbaiknya, sambil bersanding dan membuka akses pihak di luar ISORI untuk juga berpartisipasi turut berkontribusi memajukan olahraga, sejauh bersifat sinergi. Menghindari keinginan bermonopoli dan eksklusif dalam menata olahraga, karena sportivitas dan fairplay esensinya adalah menghargai yang berdedikasi dan berprestasi. Untuk berprestasi di bumi pertiwi, ISORI harus terus membumi. ISORI semoga berdedikasi dengan memberi solusi untuk negeri.
Profesor Analisis Kebijakan Pembangunan Olahraga dari FKOR Universitas Sebelas Maret Surakarta, Pengurus Asosiasi Profesor Keolahragaan Indonesia (APKORI), Pengurus Pusat ISORI Masa Bakti 2021-2025
PENGUKUHAN Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Olahraga Indonesia (ISORI) masa bakti 2021-2025 telah dilaksanakan pada 31 Maret 2021. Pengukuhan oleh Menpora Zainudin Amali berdasarkan Surat Keputusan PP ISORI Nomor: 29/KP/PP-ISORI/III/2021. Pengukuhan tersebut merupakan sebuah upaya untuk “menghidupkan” kembali jalinan para lulusan perguruan tinggi keolahragaan yang telah cukup lama “mati suri”.
Menpora pun menitipkan tiga urusan urgen yang harus diselesaikan segera oleh kepengurusan yang baru. Pertama, melakukan penataan dengan meng-update data lulusan sarjana ilmu keolahragaan yang tersebar di seluruh wilayah NKRI. Kedua, ISORI bersinergi dan mengambil peran inti dalam aksi sosialisasi, implementasi, evaluasi, serta memantau grand design olahraga nasional (GDON) yang telah disusun pemerintah. Ketiga, segera membentuk kepengurusan baru ISORI di daerah, yakni di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota (catatan penulis yang juga ikut dalam pengukuhan secara daring).
Raksasa Tidur ISORI
Terdapat tiga pekerjaan rumah (PR) yang besar bagi ISORI untuk lekas melakukan sebuah aksi cepat dan langsung membumi. Apa terjemahan PR tersebut? Pertama, pembaruan data alumni perguruan tinggi keolahragaan (PTKOR) menjadi prasyarat dasar meramu formula baru SDM keolahragaan. ISORI bagai raksasa yang sedang tidur, bukan sekadar karena jumlah lulusannya yang sangat besar, tetapi juga di dalamnya banyak tokoh-tokoh alumni sukses yang berprofesi di segala bidang. Menjadi potensi kekuatan tersendiri karena anggota ISORI tidak mengerucut secara spesifik pada satu jenis profesi tertentu saja.
Dalam kacamata demikian, kurang relevan membandingkan formula pengembangan ISORI ke depan dengan merujuk pada bentuk peran organisasi lain, seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Insinyur Indonesia (PII), Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) dan berbagai asosiasi profesi spesifik yang lain. Lulusan PTKOR berprofesi secara variatif. Pada umumnya menduduki profesi sebagai pendidik/guru berbagai jenjang pendidikan, menjadi birokrat, akademisi, tentara, instruktur, wartawan, pengusaha, bahkan sebagian menjadi anggota legislatif, serta aneka peran-peran penting lain yang sifatnya informal.
Diperlukan proses cepat pendataan aktual tentang database alumni perguruan tinggi keolahragaan se-Indonesia. Sangat banyak dan bervariasi, seperti: STO/ IKIP/ FPOK/ FKOK/FKIP/STKIP maupun dalam bentuk program-program studi rumpun ilmu keolahragaaan yang lain. Data yang bukan sebatas pada jumlah SDM, tetapi juga berkaitan dengan performa dan peta keahlian/kepakaran unik yang dimiliki oleh setiap lulusan atau pun institusinya. Hal tersebut menjadi “kekayaan” unik ISORI terkait dengan memformulasikan peran pengawalan perwujudan pembangunan keolahragaan nasional. Terdapat benang merah tegas yang harus digariskan untuk memadukan peran lulusan PTKOR yang berdedikasi pada bidang profesi beragam.
Kedua, ISORI bersinergi dan mengambil peran inti dalam aksi sosialisasi, implementasi, evaluasi, serta monitoring GDON yang telah disusun Kemenpora dan telah difinalisasi secara bertahap-berlapis bersama stakeholder terkait. Terlepas dari sisi kekurangan yang mungkin masih ada, GDON perlu diapresiasi sebagai haluan pembangunan olahraga nasional ke depan. GDON merepresentasikan perpaduan capaian ranah olahraga pendidikan, olahraga rekreasi, dan olahraga prestasi secara progresif dan simultan. Empat tahun ke depan menjadi pemantik awal (trigger) keberhasilan GDON yang dipersyaratkan oleh peran membumi dari pergerakan lokomotif baru yang disebut ISORI.
Ketiga, sesuai dengan AD/ART bahwa ISORI telah didirikan di Yogyakarta pada 29 April 1969 untuk waktu yang tidak terbatas, ISORI bersifat nonpolitik dan merupakan forum komunikasi untuk meningkatkan informasi dan pengetahuan sebagai upaya peningkatan kemampuan masyarakat dalam gerakan pembinaan dan pengembangan olahraga nasional. Susunan organisasi ISORI berbentuk jenjang vertikal, dimulai dari tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi/daerah khusus ibukota/ daerah istimewa, sampai ke tingkat pusat. Membentuk kepengurusan ISORI di daerah perlu segera dilakukan sebagai bentuk proses membangun sinergi dan konsolidasi yang kompak untuk kebutuhan akselerasi.
Aksi Membumi ISORI
Berdasarkan ketiga persoalan urgen tersebut, persoalan kedua merupakan tantangan baru yang membedakan dengan era kepengurusan ISORI masa sebelumnya. Tantangan baru yang menjadi penjelas bentuk aksi membumi seperti apa yang seharusnya dimainkan oleh ISORI masa bakti 2021-2025. GDON telah menjadi pilihan sinergi peran membumi yang sebaiknya dimainkan secara cantik oleh ISORI. Beruntung, di tengah-tengah proses finalisasi GDON terdapat orientasi tambahan yang mengerucut persoalan olahraga berdasarkan rapat terbatas (ratas) lintas kementerian.
Sebuah respons cepat yang semakin mengukuhkan bahwa olahraga itu urusan negara yang wajib di-back up oleh lintas kementerian dan berbagai lembaga terkait. Intinya bahwa menuju era Indonesia Emas 2045 terdapat 13 (tiga belas) masalah vital keolahragaan yang perlu diprioritaskan. Ke-13 masalah tersebut menjadi base-line untuk menuju pertumbuhan pembangunan olahraga yang simultan, progresif, dan berkelanjutan.
Berdasarkan peta prioritas tersebut, setidaknya terdapat 6 (enam) aksi yang memiliki urgensi dan relevansi tinggi dengan peran membumi ISORI. Pertama, menumbuhkan angka partisipasi olahraga dan kebugaran masyarakat. ISORI sangat strategis dalam fungsinya sebagai katalisator yang memoderasi keperilakuan gaya hidup sehat aktif sepanjang hayat di masyarakat. Dalam empat tahun ke depan indeks partisipasi dan kebugaran jasmani didesain menuju ke angka 40%. Sebuah pergerakan modal intangble asset yang berkontribusi besar untuk penguatan daya saing olahraga pendidikan, olahraga rekreasi, dan olahraga prestasi.
Kedua, meningkatkan produktivitas dan daya ungkit sport science untuk memajukan performa olahraga. Peta jalan riset para akademisi keolahragaan mulai diarahkan ke bentuk riset yang berkontribusi untuk memajukan keolahragaan. Publikasi, hilirisasi, dan komersialisasi riset dibuka secara progresif untuk membangun iklim akademisi olahraga yang produktif-pragmatis. Daya ungkit sport science ke depan menjadi hal yang optimistis, pasalnya dalam kepengurusan ISORI yang sekarang setidaknya ada 34 orang profesor olahraga, hampir separuhnya masuk di Dewan Pakar ISORI.
Ketiga, ISORI berpotensi besar menjawab tuntutan sinergi pentahelix olahraga yang menjadi formula ideal “kegotong-royongan” dalam pembinaan dan pengembangan (binbang) olahraga. Pasalnya, salah satu ciri khas ISORI adalah beranggotakan lulusan PTKOR yang lintas profesi. Pentahelix terdiri atas unsur birokrasi, akademisi, pengusaha, komunitas, dan media. Sinergi dapat mulai dimodelkan dengan cara meramu ciri pentahelix dalam keanggotaan internal ISORI, sebelum kemudian diamalgamasikan dengan pentahelix yang lebih luas dan terbuka.
Keempat, pergeseran kewenangan pusat menuju daerah menjadi keniscayaan era otonomi daerah, termasuk yang berkaitan dengan pembangunan keolahragaan. Satu kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap daerah adalah mewujudkan enam standar nasional keolahragaan. Tidak semua harus segera terwujud, tetapi setidaknya standar pelayanan minimal (SPM) olahraga ke depan dapat menjadi urusan wajib di daerah. Setiap daerah berkewajiban memenuhi SPM olahraga sebagai wujud meletakkan bidang tumpu evaluasi dan monitoring pembangunan olahraga yang lengkap dan mendasar. Tangan-tangan gagah ISORI di daerah menjadi penting untuk memberhasilkan program tersebut.
Kelima, membuka kran bagi munculnya sentra-sentra olahraga yang mengedepankan keunikan dan kejeniusan lokal tiap daerah. Regulasi pemberdirian sekolah khusus olahraga (SKO) dan kelas khusus olahraga (KKO) sebaiknya mulai mengedepankan pada pertimbangan unik potensi setiap daerah. Sentra pendidikan yang demikian di masa yang akan datang akan menghilangkan stigma negatif masa depan atlet. Para pelajar tidak harus dihadapkan pada simalakama berulang untuk pilih sekolah atau latihan olahraga. Keduanya dapat dilakukan bersama-sama. Lulusan PTKOR tentu banyak yang memiliki best practice tata kelola SKO maupun KKO olahraga.
Keenam, formula penganggaran untuk olahraga mulai dipecah fokusnya tidak bergantung “secara mati-matian” pada sumber APBD/APBN. Sesuai dengan amanah Peraturan Pemerintah Nomor 18/2007 Tentang Pendanaan Olahraga, ada banyak alternatif sumber dana olahraga yang harus mulai dibuka oleh daya kreatif ISORI ke depan, senyampang mengembangkan sport industry dan sport tourism. Dua ranah pengembangan keolahragaan yang bersanding dengan sport science dan dengan paradigma development of sport maupun development trought sport.
Sebagai sebuah wadah kaum terpelajar, ISORI selanjutnya ke depan terus bergerak open-minded kepada semua potensi bangsa dalam mengawal persoalan besar keolahragaan. Mengelola dan menumbuhkan potensi internal terbaiknya, sambil bersanding dan membuka akses pihak di luar ISORI untuk juga berpartisipasi turut berkontribusi memajukan olahraga, sejauh bersifat sinergi. Menghindari keinginan bermonopoli dan eksklusif dalam menata olahraga, karena sportivitas dan fairplay esensinya adalah menghargai yang berdedikasi dan berprestasi. Untuk berprestasi di bumi pertiwi, ISORI harus terus membumi. ISORI semoga berdedikasi dengan memberi solusi untuk negeri.
(bmm)