KPAI Temukan Banyak Informasi Tak Layak Anak Soal Bom Bunuh Diri Makassar
Senin, 29 Maret 2021 - 06:42 WIB
JAKARTA - Bom bunuh diri yang meledak di Makassar membawa pilu bangsa Indonesia, tentunya berbagai informasi yang masif dan berseliweran akan dibaca anak-anak . Mengundang mereka bereaksi berbagai pernyataan di media sosialnya.
Kepala Divisi Pengawasan, Monitoring dan Evaluasi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jasra Putra mengatakan penting bagi orang tua menghindari dari informasi yang tidak layak dikonsumsi anak, seperti perdebatan tiada ujung di publik.
"Yang membawa anak dalam perlakuan salah dan mengancam jiwanya seperti dalam saling persekusi, kekerasan gender berbasis online, bahkan menjadi berhadapan hukum Untuk itu orang tua sebagai yang terdekat anak sangat penting mendampingi dan menghadirkan diskusi itu di dalam ruang keluarga," ujar Jasra di Jakarta, Senin (29/3/2021).
Apalagi tren nya sekarang, anak-anak mempunyai lebih dari satu akun di media sosialnya. Bayangkan bila semua akun itu mengundang reaksi anak. Untuk itu sejak dini Undang-undang Perlindungan Anak mengingatkan bahwa dalam situasi seperti ini, anak anak tidak boleh dibiarkan tanpa perlindungan jiwa dalam Pasal 76H.
Harusnya anak-anak mendapatkan informasi layak yang menempatkan anak-anak dalam tumbuh kembang maksimal. "Membangun edukasi yang lebih dominan pada kepekaan nilai-nilai kemanusiaan. Karena kebutuhan mereka yang besar dalam tumbuh kembangnya. menprasyaratkan kondisi dorongan dan intervensi yang bertujuan baik. Jangan sampai kebutuhan besar itu, dipenuhi reaksi yang berujung mengancam jiwanya," tuturnya.
Seringkali peredaran foto, video, pernyataan, yang tidak layak masif beredar di media sosial, bahkan berita tersebut di produksi lagi, dengan tidak sesuai realita. Akhirnya menjadikan anak-anak lebih bertumbuh kearah penyebaran kebencian ke orang lain, bahkan ke teman-temannya sendiri yang ikut menyikapinya.
"Jangan sampai, anak anak digiring dalam konflik tak berkesudahan. Yang berakibat buruk. Untuk itu berbagai pihak seperti keluarga, sekolah, tempat tempat pembelajaran di masyarakat, rumah ibadah punya tugas menjelaskan kembali secara baik dalam kegiatannya, seperti mengajak anak-anak bersikap tenang, mendoakan para korban, mengajarkan nilai-nilai yang di pegang bangsa Indonesia dalam hidup bersama, seperti yang terkandung pada nilai nilai keragaman Pancasila, bahwa pemerintah kita sedang bekerja dan mengungkap peristiwa. Agar mereka teredukasi dan belajar merespon peristiwa pertistiwa ke depan dengan lebih baik," urai Jasra.
Penting juga anak-anak mengenalkan kata maaf dalam berbagai peristiwa yang mengundang emosi. Karena bila dibiarkan akan menjadi reaksi yang berlebihan dan tidak pada tempatnya, apalagi di media sosial yang bisa menyebabkan terlibat pembicaraan yang cenderung menyesatkan dan dapat merugikan jiwanya.
Jasra juga mengingatkan berbagai pihak untuk mengambil posisi menenangkan dan mendamaikan berbagai pihak. Agar Indonesia tidak mewarisi trauma kepada generasinya. Agar generasinya tidak diwarisi kebencian kebencian yang diajarkan. Namun lebih menumbuhkan kasih sayang yang memang menjadi fitrah dan anugerah dari Sang Pencipta kepada setiap anak, yang dapat mendukung tumbuh dan kembangnya dalam alam Indonesia.
"Sikap-sikap yang menumbuhkan kepekaan kemanusiaan harus lebih dominan dimunculkan orang tua dibanding sikap lainnya. Guna mengedukasi dalam memutus mata rantai kekerasan," tutupnya.
Kepala Divisi Pengawasan, Monitoring dan Evaluasi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jasra Putra mengatakan penting bagi orang tua menghindari dari informasi yang tidak layak dikonsumsi anak, seperti perdebatan tiada ujung di publik.
"Yang membawa anak dalam perlakuan salah dan mengancam jiwanya seperti dalam saling persekusi, kekerasan gender berbasis online, bahkan menjadi berhadapan hukum Untuk itu orang tua sebagai yang terdekat anak sangat penting mendampingi dan menghadirkan diskusi itu di dalam ruang keluarga," ujar Jasra di Jakarta, Senin (29/3/2021).
Apalagi tren nya sekarang, anak-anak mempunyai lebih dari satu akun di media sosialnya. Bayangkan bila semua akun itu mengundang reaksi anak. Untuk itu sejak dini Undang-undang Perlindungan Anak mengingatkan bahwa dalam situasi seperti ini, anak anak tidak boleh dibiarkan tanpa perlindungan jiwa dalam Pasal 76H.
Harusnya anak-anak mendapatkan informasi layak yang menempatkan anak-anak dalam tumbuh kembang maksimal. "Membangun edukasi yang lebih dominan pada kepekaan nilai-nilai kemanusiaan. Karena kebutuhan mereka yang besar dalam tumbuh kembangnya. menprasyaratkan kondisi dorongan dan intervensi yang bertujuan baik. Jangan sampai kebutuhan besar itu, dipenuhi reaksi yang berujung mengancam jiwanya," tuturnya.
Seringkali peredaran foto, video, pernyataan, yang tidak layak masif beredar di media sosial, bahkan berita tersebut di produksi lagi, dengan tidak sesuai realita. Akhirnya menjadikan anak-anak lebih bertumbuh kearah penyebaran kebencian ke orang lain, bahkan ke teman-temannya sendiri yang ikut menyikapinya.
"Jangan sampai, anak anak digiring dalam konflik tak berkesudahan. Yang berakibat buruk. Untuk itu berbagai pihak seperti keluarga, sekolah, tempat tempat pembelajaran di masyarakat, rumah ibadah punya tugas menjelaskan kembali secara baik dalam kegiatannya, seperti mengajak anak-anak bersikap tenang, mendoakan para korban, mengajarkan nilai-nilai yang di pegang bangsa Indonesia dalam hidup bersama, seperti yang terkandung pada nilai nilai keragaman Pancasila, bahwa pemerintah kita sedang bekerja dan mengungkap peristiwa. Agar mereka teredukasi dan belajar merespon peristiwa pertistiwa ke depan dengan lebih baik," urai Jasra.
Penting juga anak-anak mengenalkan kata maaf dalam berbagai peristiwa yang mengundang emosi. Karena bila dibiarkan akan menjadi reaksi yang berlebihan dan tidak pada tempatnya, apalagi di media sosial yang bisa menyebabkan terlibat pembicaraan yang cenderung menyesatkan dan dapat merugikan jiwanya.
Jasra juga mengingatkan berbagai pihak untuk mengambil posisi menenangkan dan mendamaikan berbagai pihak. Agar Indonesia tidak mewarisi trauma kepada generasinya. Agar generasinya tidak diwarisi kebencian kebencian yang diajarkan. Namun lebih menumbuhkan kasih sayang yang memang menjadi fitrah dan anugerah dari Sang Pencipta kepada setiap anak, yang dapat mendukung tumbuh dan kembangnya dalam alam Indonesia.
"Sikap-sikap yang menumbuhkan kepekaan kemanusiaan harus lebih dominan dimunculkan orang tua dibanding sikap lainnya. Guna mengedukasi dalam memutus mata rantai kekerasan," tutupnya.
(kri)
tulis komentar anda