KH Ma'ruf Amin: Kematangan Mental dan Fisik Syarat Utama Jalani Perkawinan
Kamis, 18 Maret 2021 - 13:56 WIB
JAKARTA - Kurangnya kematangan dalam memahami tujuan perkawinan akan menimbulkan dampak negatif bagi seseorang. Karenanya, kematangan fisik dan mental merupakan kunci sebuah pernikahan. Hal itu diungkapkan Wakil Presiden (Wapres) KH. Ma'ruf Amin dalam seminar nasional sekaligus Deklarasi Gerakan Nasional Pendewasaan Usia Perkawinan untuk Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), Kamis, (18/3/2021).
Acara yang digelar Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dan Majelis Ulama Indoesia (MUI) dihadiri sejumlah pembicara antara lain, Ketua Umum MUI KH. Miftachul Akhyar, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhajir Effendi, Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas.
”Kurangnya kemampuan, berpotensi menimbulkan dampak negatif seperti ancaman kesehatan reproduksi, keselamatan persalinan, menghindari terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Dampak lainnya, anak-anak yang akan mengalami stunting karena nutrisinya tak terpenuhi hingga anak-anak yang tidak cukup pendidikannya sehingga menciptakan generasi yang lemah,” katanya.
Oleh karena itu, kata dia, Gerakan Pendewasaan Usia Perkawinan harus dapat memberikan advokasi kepada masyarakat. Ma'ruf menuturkan, usia perkawinan jangan hanya dilihat dari sisi kebolehan, tetapi juga mengedepankan tujuan perkawinan yang harus memberikan maslahat. "Baik maslahat untuk dirinya sendiri, keluarga, masyarakat, dan bangsa. Untuk itu membangun kemampuan seperti sabda Raslulah SAW menjadi sangat penting," katanya.
Wapres menambahkan, perintah menikah merupakan implementasi salah satu maqashid syariah, yaitu untuk menjaga keturunan. Dengan demikian, bagi mereka yang akan melangsungkan pernikahan harus memahami petunjuk agama dan negara serta memiliki bekal pengetahuan yang memadai. Hal tersebut agar pernikahannya sesuai syariah dan memiliki kesiapan lebih baik untuk memiliki keturunan serta rumah tangga yang sejahtera.
"Oleh karena itu, hal yang paling utama disiapkan sebelum perkawinan ialah kematangan kedua calon mempelai, khususnya kematangan mental terkait dengan pengetahuan dan kesadaran terhadap hak dan kewajiban sebagai suami/istri untuk melaksanakan perkawinan dan hidup bersama membina sebuah keluarga. Tak hanya kesiapan fisik, kematangan mental juga penting,” katanya.
Sementara itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dan Majelis Ulama Indonesia menandatangani nota kesepahaman (MoU) dalam rangka meningkatkan kualitas perempuan dan melindungi anak. Penandatangan MoU dilakukan antara Menteri PPPA dan Ketum MUI.
Menteri PPPA I Gusti Ayu Bintang Puspayoga, mengatakan, kerja sama ini dilakukan sebagai upaya untuk menyelamatkan anak, salah satunya dari praktik perkawinan "Kegiatan ini dilaksanakan sebagai upaya penyelamatan anak bangsa yang terjebak dan terabaikan dalam perlindungan anak, salah satunya terkait praktek perkawinan anak yang saat ini sangat memprihatinkan," ujar Bintang.
Dia mengatakan penandatanganan nota kesepahaman juga merupakan salah satu ikhtiar seluruh komponen bangsa dalam mencegah perkawinan anak. Terutama sebagai bagian dari mengimplementasikan syariat Islam dalam mewujudkan kemashlahatan umat, masyarakat, bangsa dan negara. "Sungguh merupakan kebanggaan serta apresiasi setinggi-tingginya atas sinergi bersama MUI dalam memperjuangkan anak-anak kita sebagai aset bangsa sebesar 84,4 juta atau sepertiga dari total penduduk Indonesia agar mereka terpenuhi hak-haknya dan terlindungi," kata dia.
Bintang meyakini kegiatan penandatanganan nota kesepahaman tersebut merupakan kegiatan awal yang berkesinambungan dalam menguatkan peran-peran strategis MUI. Salah satunya untuk mendukung terwujudnya Indonesia Layak Anak (Idola) 2030 dan Generasi Emas 2045, yang antara lain ditandai dengan tidak adanya lagi praktik perkawinan anak.
Acara yang digelar Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dan Majelis Ulama Indoesia (MUI) dihadiri sejumlah pembicara antara lain, Ketua Umum MUI KH. Miftachul Akhyar, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhajir Effendi, Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas.
Baca Juga
”Kurangnya kemampuan, berpotensi menimbulkan dampak negatif seperti ancaman kesehatan reproduksi, keselamatan persalinan, menghindari terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Dampak lainnya, anak-anak yang akan mengalami stunting karena nutrisinya tak terpenuhi hingga anak-anak yang tidak cukup pendidikannya sehingga menciptakan generasi yang lemah,” katanya.
Oleh karena itu, kata dia, Gerakan Pendewasaan Usia Perkawinan harus dapat memberikan advokasi kepada masyarakat. Ma'ruf menuturkan, usia perkawinan jangan hanya dilihat dari sisi kebolehan, tetapi juga mengedepankan tujuan perkawinan yang harus memberikan maslahat. "Baik maslahat untuk dirinya sendiri, keluarga, masyarakat, dan bangsa. Untuk itu membangun kemampuan seperti sabda Raslulah SAW menjadi sangat penting," katanya.
Wapres menambahkan, perintah menikah merupakan implementasi salah satu maqashid syariah, yaitu untuk menjaga keturunan. Dengan demikian, bagi mereka yang akan melangsungkan pernikahan harus memahami petunjuk agama dan negara serta memiliki bekal pengetahuan yang memadai. Hal tersebut agar pernikahannya sesuai syariah dan memiliki kesiapan lebih baik untuk memiliki keturunan serta rumah tangga yang sejahtera.
"Oleh karena itu, hal yang paling utama disiapkan sebelum perkawinan ialah kematangan kedua calon mempelai, khususnya kematangan mental terkait dengan pengetahuan dan kesadaran terhadap hak dan kewajiban sebagai suami/istri untuk melaksanakan perkawinan dan hidup bersama membina sebuah keluarga. Tak hanya kesiapan fisik, kematangan mental juga penting,” katanya.
Sementara itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dan Majelis Ulama Indonesia menandatangani nota kesepahaman (MoU) dalam rangka meningkatkan kualitas perempuan dan melindungi anak. Penandatangan MoU dilakukan antara Menteri PPPA dan Ketum MUI.
Menteri PPPA I Gusti Ayu Bintang Puspayoga, mengatakan, kerja sama ini dilakukan sebagai upaya untuk menyelamatkan anak, salah satunya dari praktik perkawinan "Kegiatan ini dilaksanakan sebagai upaya penyelamatan anak bangsa yang terjebak dan terabaikan dalam perlindungan anak, salah satunya terkait praktek perkawinan anak yang saat ini sangat memprihatinkan," ujar Bintang.
Dia mengatakan penandatanganan nota kesepahaman juga merupakan salah satu ikhtiar seluruh komponen bangsa dalam mencegah perkawinan anak. Terutama sebagai bagian dari mengimplementasikan syariat Islam dalam mewujudkan kemashlahatan umat, masyarakat, bangsa dan negara. "Sungguh merupakan kebanggaan serta apresiasi setinggi-tingginya atas sinergi bersama MUI dalam memperjuangkan anak-anak kita sebagai aset bangsa sebesar 84,4 juta atau sepertiga dari total penduduk Indonesia agar mereka terpenuhi hak-haknya dan terlindungi," kata dia.
Bintang meyakini kegiatan penandatanganan nota kesepahaman tersebut merupakan kegiatan awal yang berkesinambungan dalam menguatkan peran-peran strategis MUI. Salah satunya untuk mendukung terwujudnya Indonesia Layak Anak (Idola) 2030 dan Generasi Emas 2045, yang antara lain ditandai dengan tidak adanya lagi praktik perkawinan anak.
(cip)
Lihat Juga :
tulis komentar anda