Neraca Perdagangan Februari Raih Surplus
Selasa, 16 Maret 2021 - 05:06 WIB
KALI ini kinerja neraca perdagangan (NP) Indonesia mampu mengungguli kinerja NP dua negara adidaya ekonomi, yakni Amerika Serikat (AS) dan China. Publikasi terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) membeberkan NP Indonesia meraih surplus USD2,01 miliar pada periode Februari 2021. Bandingkan dengan kinerja NP Negeri Paman Sam hanya mengantongi surplus USD1,2 miliar, dan China malah membukukan kinerja NP defisit pada periode Februari lalu. Dua bulan di awal tahun ini kinerja NP cukup menggembirakan yang dibuktikan terjadinya surplus. Secara kumulatif NP Indonesia tercatat surplus USD 3,96 miliar sepanjang awal tahun ini. Angka tersebut jauh lebih tinggi dari periode yang sama tahun lalu dengan surplus hanya senilai USD1,88 juta. Awal tahun yang baik.
Sebelumnya BPS merilis NP Indonesia mencatat surplus untuk periode Februari 2021, di mana nilai ekspor mencapai USD15,27 miliar sebaliknya nilai impor USD13,26 miliar sehingga terjadi surplus USD2,01 miliar. Angka ekspor Februari lalu menunjukkan kenaikan 8,56% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Namun, secara bulanan dari Januari ke Februari tahun ini turun tipis sekitar 0,19%. Begitu pula impor terjadi kenaikan yang mencapai 14,86% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sebaliknya, nilai impor sedikit menipis dari Januari ke Februari 2021. Penurunan angka impor pada Februari lalu dibandingkan bulan sebelumnya disebabkan penurunan impor minyak dan gas (migas) yang cukup dalam sampai 15,95%, sebaliknya impor nonmigas terjadi kenaikan.
Kinerja ekspor yang menunjukkan perkembangan menggembirakan belakangan ini salah satunya didongkrak oleh pertumbuhan ekspor migas. Pada Februari lalu, harga minyak mentah Indonesia meningkat 13,52% secara bulanan dan naik sekitar 6,62% secara tahunan. Selain itu, ekspor sejumlah komoditas nonmigas juga mencatatkan kenaikan pada bulan lalu, di antaranya minyak kelapa sawit, karet, minyak kelapa, dan perak. Selanjutnya, terdapat beberapa komoditas nonmigas yang mengalami penurunan harga dari Januari ke Februari tahun ini, meliputi batubara, minyak kernel, dan emas. Adapun negara tujuan ekspor pertama Indonesia pada Februari lalu adalah Taiwan dengan nilai USD217,4 juta, disusul AS sebesar USD186,7 juta. Untuk pangsa ekspor nonmigas masih tetap dikuasai China dengan porsi sebesar 20,5%, disusul AS sebesar 12,92%, dan Jepang 8,35%.
Sementara itu, angka impor menunjukkan kenaikan yang tinggi secara tahunan, namun secara bulanan terjadi penurunan tipis. Turunnya angka impor Februari dibandingkan Januari lalu dikontribusikan oleh penurunan impor migas. Untuk bahan baku impor menunjukkan kenaikan 11,5% secara tahunan dan turun 0,5% secara bulanan. Lalu, impor barang modal naik 9,8% secara bulanan dan naik sekitar 17,68% secara tahunan. Sebelumnya sejumlah ekonom sudah memprediksi kinerja NP Indonesia kembali akan mencatatkan surplus mengikuti kinerja NP Januari yang juga meraih surplus. Bahkan prediksi surplus dari ekonom PT Bank Central Asia Tbk, David Sumual, pada kisaran USD2,19 miliar nyaris tepat.
Melihat kinerja ekspor yang mulai membaik adalah sebuah momentum untuk menggenjot lebih cepat. Gayung bersambut, Kementerian Perdagangan (Kemendag) segera membentuk Badan Penunjang Ekspor (BPE). Lembaga baru tersebut akan dikembangkan dari Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional yang berada di bawah Kemendag. Salah satu tugas utama dari BPE, selain mempelajari, juga mengeksekusi pasar tertentu menjadi target pasar produk dalam negeri. Mendahului kehadiran BPE, pemerintah telah menyiapkan industri apa saja yang bakal dijadikan fokus ekspor nasional. Meliputi, Islamic fashion dan Indonesia halal industry.
Tidak hanya itu, saat ini pemerintah juga fokus memperluas hubungan dagang dengan pasar ekspor nontradisional, yakni China, AS, dan Jepang. Tujuan ekspor untuk pasar ekspor nontradisional Indonesia menyasar negara-negara dengan pertumbuhan ekonomi di atas 5%. Sejumlah daftar pasar ekspor nontradisional kini sedang dalam incaran, meliputi negara yang tergabung dalam Eurasian Economic Union (EAEU) seperti Rusia, Armenia, Belarus, Kazakhstan, serta Kirgizstan. Selanjutnya, negara di bawah payung East African Community (EAC) seperti Burundi, Kenya, Rwanda, South Sudan, Tanzania dan Uganda. Selain itu, negara-negara Amerika Latin yang tergabung dalam Mercosur.
Bila melihat kinerja NP Indonesia dalam dua bulan terakhir ini memang cukup menggembirakan, di mana kinerja ekspor mulai membaik sedang struktur impor cukup menjanjikan dengan lebih banyak mengimpor bahan baku yang bisa menjadi indikator bahwa sektor industri mulai menggeliat lagi.
Sebelumnya BPS merilis NP Indonesia mencatat surplus untuk periode Februari 2021, di mana nilai ekspor mencapai USD15,27 miliar sebaliknya nilai impor USD13,26 miliar sehingga terjadi surplus USD2,01 miliar. Angka ekspor Februari lalu menunjukkan kenaikan 8,56% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Namun, secara bulanan dari Januari ke Februari tahun ini turun tipis sekitar 0,19%. Begitu pula impor terjadi kenaikan yang mencapai 14,86% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sebaliknya, nilai impor sedikit menipis dari Januari ke Februari 2021. Penurunan angka impor pada Februari lalu dibandingkan bulan sebelumnya disebabkan penurunan impor minyak dan gas (migas) yang cukup dalam sampai 15,95%, sebaliknya impor nonmigas terjadi kenaikan.
Kinerja ekspor yang menunjukkan perkembangan menggembirakan belakangan ini salah satunya didongkrak oleh pertumbuhan ekspor migas. Pada Februari lalu, harga minyak mentah Indonesia meningkat 13,52% secara bulanan dan naik sekitar 6,62% secara tahunan. Selain itu, ekspor sejumlah komoditas nonmigas juga mencatatkan kenaikan pada bulan lalu, di antaranya minyak kelapa sawit, karet, minyak kelapa, dan perak. Selanjutnya, terdapat beberapa komoditas nonmigas yang mengalami penurunan harga dari Januari ke Februari tahun ini, meliputi batubara, minyak kernel, dan emas. Adapun negara tujuan ekspor pertama Indonesia pada Februari lalu adalah Taiwan dengan nilai USD217,4 juta, disusul AS sebesar USD186,7 juta. Untuk pangsa ekspor nonmigas masih tetap dikuasai China dengan porsi sebesar 20,5%, disusul AS sebesar 12,92%, dan Jepang 8,35%.
Sementara itu, angka impor menunjukkan kenaikan yang tinggi secara tahunan, namun secara bulanan terjadi penurunan tipis. Turunnya angka impor Februari dibandingkan Januari lalu dikontribusikan oleh penurunan impor migas. Untuk bahan baku impor menunjukkan kenaikan 11,5% secara tahunan dan turun 0,5% secara bulanan. Lalu, impor barang modal naik 9,8% secara bulanan dan naik sekitar 17,68% secara tahunan. Sebelumnya sejumlah ekonom sudah memprediksi kinerja NP Indonesia kembali akan mencatatkan surplus mengikuti kinerja NP Januari yang juga meraih surplus. Bahkan prediksi surplus dari ekonom PT Bank Central Asia Tbk, David Sumual, pada kisaran USD2,19 miliar nyaris tepat.
Melihat kinerja ekspor yang mulai membaik adalah sebuah momentum untuk menggenjot lebih cepat. Gayung bersambut, Kementerian Perdagangan (Kemendag) segera membentuk Badan Penunjang Ekspor (BPE). Lembaga baru tersebut akan dikembangkan dari Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional yang berada di bawah Kemendag. Salah satu tugas utama dari BPE, selain mempelajari, juga mengeksekusi pasar tertentu menjadi target pasar produk dalam negeri. Mendahului kehadiran BPE, pemerintah telah menyiapkan industri apa saja yang bakal dijadikan fokus ekspor nasional. Meliputi, Islamic fashion dan Indonesia halal industry.
Tidak hanya itu, saat ini pemerintah juga fokus memperluas hubungan dagang dengan pasar ekspor nontradisional, yakni China, AS, dan Jepang. Tujuan ekspor untuk pasar ekspor nontradisional Indonesia menyasar negara-negara dengan pertumbuhan ekonomi di atas 5%. Sejumlah daftar pasar ekspor nontradisional kini sedang dalam incaran, meliputi negara yang tergabung dalam Eurasian Economic Union (EAEU) seperti Rusia, Armenia, Belarus, Kazakhstan, serta Kirgizstan. Selanjutnya, negara di bawah payung East African Community (EAC) seperti Burundi, Kenya, Rwanda, South Sudan, Tanzania dan Uganda. Selain itu, negara-negara Amerika Latin yang tergabung dalam Mercosur.
Bila melihat kinerja NP Indonesia dalam dua bulan terakhir ini memang cukup menggembirakan, di mana kinerja ekspor mulai membaik sedang struktur impor cukup menjanjikan dengan lebih banyak mengimpor bahan baku yang bisa menjadi indikator bahwa sektor industri mulai menggeliat lagi.
(bmm)
tulis komentar anda