Menimbang Work From Home dan Keniscayaan Hybrid Working
Rabu, 10 Maret 2021 - 05:09 WIB
Muhamad Ali
Pemerhati Human Capital Management
SEJAK menjadi jalan keluar bagi kaum pekerja menyiasati pandemi Covid-19, work from home (WFH) telah menjadi pilihan utama bagi organisasi apa pun dalam mengelola proses bisnis mereka. Work from home, singkatnya, adalah penyelamat utama untuk mempertahankan produktivitas kerja.
Namun, diskusi tentang WFH tidak hanya berhenti di situ. Setelah setahun berjalan sejak Maret 2020, mulai muncul keluhan dan dampak negatif yang ditimbulkan dari sistem WFH ini. Salah satunya adalah para pekerja merasa bekerja 24 jam sehari, meskipun mereka ada di rumah dan tidak ke mana-mana. Salah duanya, para pekerja mengeluh menderita kelelahan yang akut akibat pertemuan demi pertemuan yang dilakukan melalui virtual meeting (Zoom, Team, Webex, Meet), sejak pagi hari hingga larut malam, bahkan dini hari. Pada beberapa organisasi, WFH diatur sedemikian detail, justru untuk menghindari dua keluhan yang paling sering muncul di kalangan pekerja tadi.
WFH, setidaknya dapat didefinisikan ke dalam 3 bentuk yang berbeda yaitu WFH-fixed working hours, WFH-flexible working hours, dan WFH-variable working hours. Pada WFH model pertama, pekerja diharuskan untuk siap mengerjakan tugas, menjalankan perintah, berkoordinasi dengan rekan sekerja, melakukan ini dan itu lainnya, pada waktu yang telah ditentukan. Misalnya pada pukul 07.00 pagi hari sampai dengan 16.00 sore hari. Atau bisa jadi pukul 11.00 siang hari sampai dengan 19.00 malam hari. Intinya, jam kerja dikunci dan selama itu pula para pekerja diharuskan melakukan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya dan menyelesaikan pekerjaan tersebut.
Sementara flexible working hours mengandaikan bahwa pekerja dapat melakukan atau menyelesaikan pekerjaan secara fleksibel. Model semacam ini pada umumnya banyak digunakan pada organisasi-organisasi yang berbasis output based dan bukan time-based seperti model pertama. Output based working mengandaikan bahwa setiap pegawai sudah memiliki tanggung jawab yang jelas dan spesifik dan hasilnya dapat diukur seketika itu juga.
Contoh yang paling gampang untuk ini adalah pekerjaan jurnalis/wartawan. Para wartawan dapat diukur produktivitasnya dengan berapa banyak tulisan yang ia hasilkan, berapa lama ia akan mengerjakan, sehingga organisasi dapat menghitung kapan waktu yang paling tepat untuk melaporkan hasil pekerjaan.
Variable working hours mengandaikan adanya kombinasi antara orang bekerja di kantor dan di rumah secara variabel atau berkombinasi. Para bekerja diminta untuk hadir dan datang ke kantor pada jam tertentu, tetapi tidak harus berada sepenuhnya di kantor sehingga pekerjaan-pekerjaan mereka dapat diselesaikan di luar kantor.
Secara umum, sebenarnya prinsip bekerja dari mana saja mengandaikan patokan umum yang diterima dalam model kerja di seluruh dunia, yakni 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. Sistem WFH secara umum memiliki kelebihan antara lain: penciptaan kemandirian dan keleluasaan menentukan jadwal kerja, berkurangnya waktu perjalanan ke kantor dan biaya-biaya yang ditimbulkannya, meningkatnya produktivitas pekerja bilamana diukur dari jumlah jam kerja per minggu yang dapat dicapai oleh setiap pekerja. WFH juga dinilai mengurangi tekanan office politics antarpegawai, menekan timbulnya kasak-kusuk antarpegawai baik secara vertikal maupun horizontal.
Pemerhati Human Capital Management
SEJAK menjadi jalan keluar bagi kaum pekerja menyiasati pandemi Covid-19, work from home (WFH) telah menjadi pilihan utama bagi organisasi apa pun dalam mengelola proses bisnis mereka. Work from home, singkatnya, adalah penyelamat utama untuk mempertahankan produktivitas kerja.
Namun, diskusi tentang WFH tidak hanya berhenti di situ. Setelah setahun berjalan sejak Maret 2020, mulai muncul keluhan dan dampak negatif yang ditimbulkan dari sistem WFH ini. Salah satunya adalah para pekerja merasa bekerja 24 jam sehari, meskipun mereka ada di rumah dan tidak ke mana-mana. Salah duanya, para pekerja mengeluh menderita kelelahan yang akut akibat pertemuan demi pertemuan yang dilakukan melalui virtual meeting (Zoom, Team, Webex, Meet), sejak pagi hari hingga larut malam, bahkan dini hari. Pada beberapa organisasi, WFH diatur sedemikian detail, justru untuk menghindari dua keluhan yang paling sering muncul di kalangan pekerja tadi.
WFH, setidaknya dapat didefinisikan ke dalam 3 bentuk yang berbeda yaitu WFH-fixed working hours, WFH-flexible working hours, dan WFH-variable working hours. Pada WFH model pertama, pekerja diharuskan untuk siap mengerjakan tugas, menjalankan perintah, berkoordinasi dengan rekan sekerja, melakukan ini dan itu lainnya, pada waktu yang telah ditentukan. Misalnya pada pukul 07.00 pagi hari sampai dengan 16.00 sore hari. Atau bisa jadi pukul 11.00 siang hari sampai dengan 19.00 malam hari. Intinya, jam kerja dikunci dan selama itu pula para pekerja diharuskan melakukan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya dan menyelesaikan pekerjaan tersebut.
Sementara flexible working hours mengandaikan bahwa pekerja dapat melakukan atau menyelesaikan pekerjaan secara fleksibel. Model semacam ini pada umumnya banyak digunakan pada organisasi-organisasi yang berbasis output based dan bukan time-based seperti model pertama. Output based working mengandaikan bahwa setiap pegawai sudah memiliki tanggung jawab yang jelas dan spesifik dan hasilnya dapat diukur seketika itu juga.
Contoh yang paling gampang untuk ini adalah pekerjaan jurnalis/wartawan. Para wartawan dapat diukur produktivitasnya dengan berapa banyak tulisan yang ia hasilkan, berapa lama ia akan mengerjakan, sehingga organisasi dapat menghitung kapan waktu yang paling tepat untuk melaporkan hasil pekerjaan.
Variable working hours mengandaikan adanya kombinasi antara orang bekerja di kantor dan di rumah secara variabel atau berkombinasi. Para bekerja diminta untuk hadir dan datang ke kantor pada jam tertentu, tetapi tidak harus berada sepenuhnya di kantor sehingga pekerjaan-pekerjaan mereka dapat diselesaikan di luar kantor.
Secara umum, sebenarnya prinsip bekerja dari mana saja mengandaikan patokan umum yang diterima dalam model kerja di seluruh dunia, yakni 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. Sistem WFH secara umum memiliki kelebihan antara lain: penciptaan kemandirian dan keleluasaan menentukan jadwal kerja, berkurangnya waktu perjalanan ke kantor dan biaya-biaya yang ditimbulkannya, meningkatnya produktivitas pekerja bilamana diukur dari jumlah jam kerja per minggu yang dapat dicapai oleh setiap pekerja. WFH juga dinilai mengurangi tekanan office politics antarpegawai, menekan timbulnya kasak-kusuk antarpegawai baik secara vertikal maupun horizontal.
tulis komentar anda