Hari Perempuan Sedunia: Pandemi Momentum Benahi Ketimpangan Gender
Senin, 08 Maret 2021 - 13:31 WIB
Sementara itu, situasi pandemi Covid-19 sedikit banyak telah menggeser lanskap kekerasan seksual dari kekerasan fisik menjadi kekerasan online atau daring. Hal ini terungkap berdasarkan riset bertajuk “Mekanisme Penanganan Kasus Kekerasan Perempuan Berbasis Kebijakan Negara di Masa Pandemi” melalui Penelitian Dasar Unggulan Perguruan Tinggi (PDUPT) yang didanai oleh Kementerian Riset dan Teknologi. Penelitian dilakukan pada 2020 dalam konteks negara-negara di Asia Tenggara, khususnya Indonesia.
Anggota peneliti dari Universitas Indonesia (UI) Arief Wicaksono, mengatakan, sejumlah laporan menunjukkan bahwa angka kasus kekerasan terhadap perempuan secara daring meningkat di masa pandemi.
“Kekerasan gender berbasis online juga menjadi hal yang penting untuk dimatangkan, baik kebijakan, regulasi, maupun mekanisme penanganannya,” ujarnya kepada KORAN SINDO, Jumat (5/3).
)
Selain itu, untuk melindungi perempuan korban kekerasan di masa pandemi, riset tersebut juga menyimpulkan perlunya peningkatan kapasitas tenaga penyedia layanan dan tenaga advokasi. Hal itu disebabkan beberapa lembaga swadaya masyarakat yang menyediakan layanan rumah aman, baik berupa transit house maupun shelter, mengalami kendala infrastruktur saat pandemi.
Menurut Arief, di satu sisi tingkat kebutuhan untuk mengakses layanan meningkat. Namun di sisi lain jumlah kapasitas ruang ditambah faktor protokol kesehatan yang mewajibkan semua orang menjaga jarak, menjadikan rumah aman belum optimal dalam menyediakan layanan tinggal sementara.
“Perlu peningkatan kapasitas para tenaga penyedia layanan perlindungan perempuan korban kekerasan dan tenaga untuk advokasi. Peningkatan kapasitas ini bisa dalam berarti jumlah tenaganya secara kuantitas, namun yang tidak kalah penting adalah penguatan aspek psikologis para pendamping,” ujarnya.
Riset ini mengungkap dukungan komunitas atau publik sangat penting untuk melindungi kelompok kekerasan dari kerentanan kekerasan di lingkungannya, terutama dalam hal pemantauan dan pelaporan.
“Hal ini disebabkan pada masa pandemi, aktivitas lebih banyak dilakukan di dalam dan lingkungan rumah. Hal ini kemudian diduga penyebab kekerasan domestik meningkat,” ujarnya.
Anggota peneliti dari Universitas Indonesia (UI) Arief Wicaksono, mengatakan, sejumlah laporan menunjukkan bahwa angka kasus kekerasan terhadap perempuan secara daring meningkat di masa pandemi.
“Kekerasan gender berbasis online juga menjadi hal yang penting untuk dimatangkan, baik kebijakan, regulasi, maupun mekanisme penanganannya,” ujarnya kepada KORAN SINDO, Jumat (5/3).
)
Selain itu, untuk melindungi perempuan korban kekerasan di masa pandemi, riset tersebut juga menyimpulkan perlunya peningkatan kapasitas tenaga penyedia layanan dan tenaga advokasi. Hal itu disebabkan beberapa lembaga swadaya masyarakat yang menyediakan layanan rumah aman, baik berupa transit house maupun shelter, mengalami kendala infrastruktur saat pandemi.
Menurut Arief, di satu sisi tingkat kebutuhan untuk mengakses layanan meningkat. Namun di sisi lain jumlah kapasitas ruang ditambah faktor protokol kesehatan yang mewajibkan semua orang menjaga jarak, menjadikan rumah aman belum optimal dalam menyediakan layanan tinggal sementara.
“Perlu peningkatan kapasitas para tenaga penyedia layanan perlindungan perempuan korban kekerasan dan tenaga untuk advokasi. Peningkatan kapasitas ini bisa dalam berarti jumlah tenaganya secara kuantitas, namun yang tidak kalah penting adalah penguatan aspek psikologis para pendamping,” ujarnya.
Riset ini mengungkap dukungan komunitas atau publik sangat penting untuk melindungi kelompok kekerasan dari kerentanan kekerasan di lingkungannya, terutama dalam hal pemantauan dan pelaporan.
“Hal ini disebabkan pada masa pandemi, aktivitas lebih banyak dilakukan di dalam dan lingkungan rumah. Hal ini kemudian diduga penyebab kekerasan domestik meningkat,” ujarnya.
(bmm)
Lihat Juga :
tulis komentar anda