Hari Perempuan Sedunia: Pandemi Momentum Benahi Ketimpangan Gender
Senin, 08 Maret 2021 - 13:31 WIB
“Ini memperkuat asumsi bahwa angka kekerasan terhadap perempuan adalah fenomena gunung es. Angka yang ada atau tersedia hanyalah data-data yang terlaporkan,” ujarnya.
)
Riset Komnas Perempuan tersebut dilakukan pada rentang waktu bulan Maret-Mei 2020 dengan melibatkan responden 2.285 orang. Survei dilakukan secara daring dengan cara mengirimkan pertanyaan lewat kuisioner. Responden berusia 31-50 tahun, lulusan S1/sederajat, dengan penghasilan rumah tangga Rp2-5 juta rupiah per bulan, menikah, memiliki anak, dan bekerja penuh waktu di sektor formal.
Dia menyebutkan, beberapa hambatan dialami perempuan korban kekerasan di masa pandemi. Termasuk di dalamnya lembaga pengaduan layanan yang beralih dari pelayanan fisik menjadi daring, sehingga menyulitkan korban untuk melapor.
Dari hasil penelitian tersebut Komnas Perempuan menyampaikan sejumlah rekomendasi. Terkait ketersediaan layanan, Ulfa berharap pemerintah bisa memperkuat unit layanan aduan berbasis komunitas yang dikelola lembaga masyarakat.
“Ini strategi jangka pendek yang fokusnya memberi perlindungan kepada perempuan dan kelompok rentan,” ujarnya.
Terkait pemenuhan hak konstitusional perempuan, Komnas mendorong pengembangan kapasitas perempuan untuk beradaptasi sehingga bisa melakukan pemulihan.
Sedangkan untuk strategi jangka panjang, Komnas Perempuan mendorong transformasi berkeadilan. Menurut Ulfa, hasil kajian Komnas ditemukan ada relasi kuasa yang tidak adil di dalam rumah tangga antara laki-laki dan perempuan.
Relasi kuasa inilah yang kemudian mendorong terjadinya ketidakadilan atau kekerasan terhadap perempuan dan kelompok rentan. “Nah, momentum pandemi ini kita harapkan terjadi perubahan, tidak sekadar kita beralih dari situasi Covid hari ini lalu Covid berakhir nanti, tapi betul-betul ada perubahan pada relasi kuasa yang adil antara laki-laki dan perempuan,” tandasnya.
Kekerasan Berbasis Online
Baca Juga
Riset Komnas Perempuan tersebut dilakukan pada rentang waktu bulan Maret-Mei 2020 dengan melibatkan responden 2.285 orang. Survei dilakukan secara daring dengan cara mengirimkan pertanyaan lewat kuisioner. Responden berusia 31-50 tahun, lulusan S1/sederajat, dengan penghasilan rumah tangga Rp2-5 juta rupiah per bulan, menikah, memiliki anak, dan bekerja penuh waktu di sektor formal.
Dia menyebutkan, beberapa hambatan dialami perempuan korban kekerasan di masa pandemi. Termasuk di dalamnya lembaga pengaduan layanan yang beralih dari pelayanan fisik menjadi daring, sehingga menyulitkan korban untuk melapor.
Dari hasil penelitian tersebut Komnas Perempuan menyampaikan sejumlah rekomendasi. Terkait ketersediaan layanan, Ulfa berharap pemerintah bisa memperkuat unit layanan aduan berbasis komunitas yang dikelola lembaga masyarakat.
“Ini strategi jangka pendek yang fokusnya memberi perlindungan kepada perempuan dan kelompok rentan,” ujarnya.
Terkait pemenuhan hak konstitusional perempuan, Komnas mendorong pengembangan kapasitas perempuan untuk beradaptasi sehingga bisa melakukan pemulihan.
Sedangkan untuk strategi jangka panjang, Komnas Perempuan mendorong transformasi berkeadilan. Menurut Ulfa, hasil kajian Komnas ditemukan ada relasi kuasa yang tidak adil di dalam rumah tangga antara laki-laki dan perempuan.
Relasi kuasa inilah yang kemudian mendorong terjadinya ketidakadilan atau kekerasan terhadap perempuan dan kelompok rentan. “Nah, momentum pandemi ini kita harapkan terjadi perubahan, tidak sekadar kita beralih dari situasi Covid hari ini lalu Covid berakhir nanti, tapi betul-betul ada perubahan pada relasi kuasa yang adil antara laki-laki dan perempuan,” tandasnya.
Kekerasan Berbasis Online
Lihat Juga :
tulis komentar anda