Mahfud MD: Gara-gara Karhutla, Malaysia dan Singapura Kecam Indonesia
Jum'at, 05 Maret 2021 - 17:05 WIB
JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menceritakan kecaman negara tetangga Malaysia dan Singapura akibat kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) pada 2015 yang lalu.
“Pada 2015, saya ke Malaysia, Khutbah Hari Raya di situ, di Malaysia. Lalu, di depan kantor Kedutaan Republik Indonesia di Malaysia, pada saat itu ada demo. Demo mengecam Indonesia karena kebakaran hutan yang menyebabkan Kuala Lumpur gelap,” cerita Mahfud dalam Rapat Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana (Rakornas PB) Tahun 2021 secara virtual, Jumat (5/3/2021).
Mahfud mengatakan karhutla hingga 2015 menjadi isu internasional. Dalam pertemuan-pertemuan internasional, Indonesia selalu dikritik asapnya itu mengganggu dan Indonesia tidak mampu menyelesaikan. “Sudah bertahun-tahun kita ingat. Dulu setiap tahun ramai saja dunia internasional sampai 2015,” kata Mahfud.
Bahkan, kata Mahfud, karhutla telah terjadi sejak zaman Orde Baru dan selama 17 tahun hingga pada 2015 masih terjadi karhutla. “Zaman Orde Baru kita malah mendengarkan kebakaran hutan karena koordinasinya sangat sentralistik di Jakarta, mau membagi masker aja udah ribut. Harus lewat mana, prosedurnya bagaimana, anggarannya yang akan mengesahkan siapa, ngirimnya lama sekali. Dan itu berlangsung sampai tahun 2015. Sesudah reformasi berjalan 17 tahun pada waktu itu masih kita diributkan soal karhutla,” ungkapnya.
Sama halnya dengan Malaysia, Mahfud mengatakan Singapura juga mengecam adanya karhutla di Indonesia yang menyebabkan asap menyebar sampai Singapura. “Begitu jengkelnya orang luar negeri, sampai Singapura pada 4 Agustus 2015 itu mengeluarkan sebuah Undang-Undang namanya Transboundary Haze Pollution, Undang-undang tentang polusi asap lintas Negara,” ucapnya.
“Mungkin aneh bagi kita. Isinya apa? Bahwa pemerintah Singapura otoritas hukum Singapura bisa menangkap dan mengadili pembakar-pembakar hutan yang ada di negara tetangga termasuk Indonesia yang asapnya mengganggu masyarakat Singapura. Bisa menangkap,” kata Mahfud.
Mahfud mengatakan kecaman dari internasional ini membuat Presiden Joko Widodo yang pada saat itu baru 10 bulan menjadi Presiden mengeluarkan Instruksi Presiden untuk penanganan Karhutla. “Ini Undang-undang 4 Agustus 2015, pada saat Presiden Jokowi baru 10 bulan menjadi Presiden. Kan Oktober 2014,” kata Mahfud.
Presiden Jokowi, kata Mahfud menginstruksikan agar upaya penegakan hukum karhutla semakin diefektifkan. “Jadi Presiden mengatakan jangan hanya mencegah, memadamkan, kemudian melakukan pemulihan situasi, sesudah itu tetapi juga mengefektifkan upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana kebakaran,” ucapnya.
Mahfud mengatakan bukan hanya tindak pidananya, juga tindak administrasinya sekaligus pembayaran ganti rugi sesuai dengan tingkat kerusakan atau akibat yang dibutuhkan untuk rehabilitasi dan pemulihan kondisi hutan dan lahan. “Jadi ada tindakan hukum. Atau tindakan lain yang diperlukan serta pengenaan sanksi administrasi sesuai dengan perundang-undangan. Masalah hukum ini penting,” jelasnya.
“Pada 2015, saya ke Malaysia, Khutbah Hari Raya di situ, di Malaysia. Lalu, di depan kantor Kedutaan Republik Indonesia di Malaysia, pada saat itu ada demo. Demo mengecam Indonesia karena kebakaran hutan yang menyebabkan Kuala Lumpur gelap,” cerita Mahfud dalam Rapat Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana (Rakornas PB) Tahun 2021 secara virtual, Jumat (5/3/2021).
Mahfud mengatakan karhutla hingga 2015 menjadi isu internasional. Dalam pertemuan-pertemuan internasional, Indonesia selalu dikritik asapnya itu mengganggu dan Indonesia tidak mampu menyelesaikan. “Sudah bertahun-tahun kita ingat. Dulu setiap tahun ramai saja dunia internasional sampai 2015,” kata Mahfud.
Baca Juga
Bahkan, kata Mahfud, karhutla telah terjadi sejak zaman Orde Baru dan selama 17 tahun hingga pada 2015 masih terjadi karhutla. “Zaman Orde Baru kita malah mendengarkan kebakaran hutan karena koordinasinya sangat sentralistik di Jakarta, mau membagi masker aja udah ribut. Harus lewat mana, prosedurnya bagaimana, anggarannya yang akan mengesahkan siapa, ngirimnya lama sekali. Dan itu berlangsung sampai tahun 2015. Sesudah reformasi berjalan 17 tahun pada waktu itu masih kita diributkan soal karhutla,” ungkapnya.
Sama halnya dengan Malaysia, Mahfud mengatakan Singapura juga mengecam adanya karhutla di Indonesia yang menyebabkan asap menyebar sampai Singapura. “Begitu jengkelnya orang luar negeri, sampai Singapura pada 4 Agustus 2015 itu mengeluarkan sebuah Undang-Undang namanya Transboundary Haze Pollution, Undang-undang tentang polusi asap lintas Negara,” ucapnya.
“Mungkin aneh bagi kita. Isinya apa? Bahwa pemerintah Singapura otoritas hukum Singapura bisa menangkap dan mengadili pembakar-pembakar hutan yang ada di negara tetangga termasuk Indonesia yang asapnya mengganggu masyarakat Singapura. Bisa menangkap,” kata Mahfud.
Mahfud mengatakan kecaman dari internasional ini membuat Presiden Joko Widodo yang pada saat itu baru 10 bulan menjadi Presiden mengeluarkan Instruksi Presiden untuk penanganan Karhutla. “Ini Undang-undang 4 Agustus 2015, pada saat Presiden Jokowi baru 10 bulan menjadi Presiden. Kan Oktober 2014,” kata Mahfud.
Presiden Jokowi, kata Mahfud menginstruksikan agar upaya penegakan hukum karhutla semakin diefektifkan. “Jadi Presiden mengatakan jangan hanya mencegah, memadamkan, kemudian melakukan pemulihan situasi, sesudah itu tetapi juga mengefektifkan upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana kebakaran,” ucapnya.
Mahfud mengatakan bukan hanya tindak pidananya, juga tindak administrasinya sekaligus pembayaran ganti rugi sesuai dengan tingkat kerusakan atau akibat yang dibutuhkan untuk rehabilitasi dan pemulihan kondisi hutan dan lahan. “Jadi ada tindakan hukum. Atau tindakan lain yang diperlukan serta pengenaan sanksi administrasi sesuai dengan perundang-undangan. Masalah hukum ini penting,” jelasnya.
(cip)
tulis komentar anda