Belajar Menyenangkan untuk Generasi Emas
Senin, 01 Maret 2021 - 05:30 WIB
JAKARTA - Sistem pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa makin menjadi kebutuhan, terutama di tengah kondisi sulit akibat pandemi Covid-19. Bahkan, model pembelajaran yang menyenangkan ini perlu terus didorong untuk diterapkan kendati pun nanti pandemi telah berakhir.
Hasil penelitian menunjukkan, anak-anak yang belajar dalam kondisi senang dan bahagia mampu tumbuh dengan karakter yang lebih baik. Pembelajaran yang menyenangkan juga tepat untuk menyiapkan anak-anak Indonesia menghadapi masa depan yang sarat perubahan-perubahan cepat. Konsep pendidikan saat ini yang hanya menyiapkan anak pintar secara intelektual dianggap sudah tidak relevan lagi.
Baca Juga: ( Psikolog: Pandemi Titik Balik Ubah Arah Pendidikan )
Menghadapi era digital society, selain membangun karakternya melatih anak agar memiliki kemampuan soft skill juga sangatlah penting. Sebab, untuk bisa mengarungi masa depan dengan perubahan yang berlangsung cepat, anak-anak tidak lagi cukup hanya berbekal kemampuan akademik. Lebih penting dari itu adalah anak harus memiliki keterampilan khusus, seperti kemampuan berkomunikasi, kemampuan berpikir kritis, kemampuan bekerja sama dalam tim, dan kemampuan presentasi.
Novi Poespita Candra, dosen Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM), mengatakan, pembelajaran menyenangkan akan menciptakan kondisi well-being yang membuat setiap siswa bisa merasa aman dan bahagia saat belajar. “Dari situ akan terbangun karakter positif siswa, antara lain memiliki kedisiplinan tinggi, bertanggung jawab, mandiri, jujur, berpikir kritis, mau bekerja sama, dan empati,” ujarnya kepada KORAN SINDO, Sabtu (27/2).
Dia memaparkan, pandemi telah membuat sistem pendidikan Tanah Air kocar-kacir karena sebelumnya tidak diciptakan ekosistem pembelajaran yang siap menghadapi kondisi sulit seperti itu. Tanpa pandemi pun digital society disebutnya berpotensi mengacak-acak kehidupan di masa datang.
Ke depan walaupun pandemi telah berakhir, tantangan kehidupan tidak akan berhenti. Bisa saja terjadi pandemi lain, misalnya pandemi teknologi, yakni ketika teknologi berubah dengan cepat.
“WHO juga sudah memprediksi bahwa anak-anak ke depan akan menghadapi era digital society dan itu potensial menghasilkan era ketidakpastian. Ketika waktu itu tiba, manusia harus survive, harus resiliens. Kalau tidak, akan kalah sama robot. Apa jadinya manusia kalau semua fungsinya sudah tergantikan oleh robot,” ujar alumnus The University of Melbourne, Australia ini.
Dalam kondisi seperti itu, menurut Novi, pendidikan yang hanya berorientasi akademik tidak lagi relevan. Justru yang lebih diperlukan adalah pembelajaran well being, sistem pendidikan yang bisa membuat anak bahagia, melatih anak memiliki kemampuan adaptasi yang bisa membuatnya kuat bertahan di era ketidakpastian.
Hasil penelitian menunjukkan, anak-anak yang belajar dalam kondisi senang dan bahagia mampu tumbuh dengan karakter yang lebih baik. Pembelajaran yang menyenangkan juga tepat untuk menyiapkan anak-anak Indonesia menghadapi masa depan yang sarat perubahan-perubahan cepat. Konsep pendidikan saat ini yang hanya menyiapkan anak pintar secara intelektual dianggap sudah tidak relevan lagi.
Baca Juga: ( Psikolog: Pandemi Titik Balik Ubah Arah Pendidikan )
Menghadapi era digital society, selain membangun karakternya melatih anak agar memiliki kemampuan soft skill juga sangatlah penting. Sebab, untuk bisa mengarungi masa depan dengan perubahan yang berlangsung cepat, anak-anak tidak lagi cukup hanya berbekal kemampuan akademik. Lebih penting dari itu adalah anak harus memiliki keterampilan khusus, seperti kemampuan berkomunikasi, kemampuan berpikir kritis, kemampuan bekerja sama dalam tim, dan kemampuan presentasi.
Novi Poespita Candra, dosen Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM), mengatakan, pembelajaran menyenangkan akan menciptakan kondisi well-being yang membuat setiap siswa bisa merasa aman dan bahagia saat belajar. “Dari situ akan terbangun karakter positif siswa, antara lain memiliki kedisiplinan tinggi, bertanggung jawab, mandiri, jujur, berpikir kritis, mau bekerja sama, dan empati,” ujarnya kepada KORAN SINDO, Sabtu (27/2).
Dia memaparkan, pandemi telah membuat sistem pendidikan Tanah Air kocar-kacir karena sebelumnya tidak diciptakan ekosistem pembelajaran yang siap menghadapi kondisi sulit seperti itu. Tanpa pandemi pun digital society disebutnya berpotensi mengacak-acak kehidupan di masa datang.
Ke depan walaupun pandemi telah berakhir, tantangan kehidupan tidak akan berhenti. Bisa saja terjadi pandemi lain, misalnya pandemi teknologi, yakni ketika teknologi berubah dengan cepat.
“WHO juga sudah memprediksi bahwa anak-anak ke depan akan menghadapi era digital society dan itu potensial menghasilkan era ketidakpastian. Ketika waktu itu tiba, manusia harus survive, harus resiliens. Kalau tidak, akan kalah sama robot. Apa jadinya manusia kalau semua fungsinya sudah tergantikan oleh robot,” ujar alumnus The University of Melbourne, Australia ini.
Dalam kondisi seperti itu, menurut Novi, pendidikan yang hanya berorientasi akademik tidak lagi relevan. Justru yang lebih diperlukan adalah pembelajaran well being, sistem pendidikan yang bisa membuat anak bahagia, melatih anak memiliki kemampuan adaptasi yang bisa membuatnya kuat bertahan di era ketidakpastian.
Lihat Juga :
tulis komentar anda