Perpres 7/2021 Dinilai Bisa Perkuat Penanganan Terorisme
Kamis, 25 Februari 2021 - 22:16 WIB
JAKARTA - Terorisme, ekstremisme, dan radikalisme adalah fenomena lama yang rumit dan dilatarbelakangi berbagai faktor. Maka itu, penanganannya butuh kerja sama semua pihak. Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 7 Tahun 2021 menjadi payung hukum untuk memperkuat koordinasi, sehingga penanganan lebih efektif.
Selama ini, masing-masing kementerian atau lembaga memiliki program pencegahan terorisme, ekstremisme, dan radikalisme. Edy memberikan contoh, Kementerian Agama menjalankan program moderasi agama. Esensi dari program ini adalah menjaga martabat kemanusiaan, membangun masyarakat umum dengan prinsip keadalian sesuai norma agama dan sosial.
Polri membuat program polisi masyarakat. Program ini untuk menekan berkembangnya proses radikalisasi di masyarakat. Apalagi, saat ini kelompok ekstrem menyampaikan narasi mereka sudah melalui media digital.
Dengan adanya Perpres Nomor 7 Tahun 2021, semua kementerian atau lembaga, pelaksanan program-program untuk mencegah berkembangnya terorisme, ekstremisme, dan radikalisme, akan semakin kuat dan terukur.
"Perpres ini mensinergikan program kementerian/lembaga untuk bersama menanggulangi terorisme sejak hulu. Jadi bukan untuk mengekang," kata Edy dalam webinar yang digelar Moya Institute bertema Pemberantasan Ekstremisme-Terorisme Pasca Perpres Nomor 7 Tahun 2021, Kamis (25/2/2021).
Edy mengatakan, norma baru mengatur banyak hal, seperti definisi terorisme, pelibatan TNI dalam mencegah terorisme, dan pemulihan korban. Dalam norma baru, latihan fisik tanpa senjata kalau tujuannya untuk terorisme bisa dipidana. Dalam konteks pencegahan, Perpres Nomor 7 akan semakin memperkuat.
Edy menyampaikan setelah reformasi di tahun 2000an, lebih dari 2.000 orang ditangkap karena tindak pidana terorisme. Hal itu mengubah strategi kelompok ekstrem dan radikal dalam menjalankan aksi mereka. Karena itu, strategi pencegahan pun harus berubah.
Setelah reformasi, kelompok ekstrem dan radikal yang cukup kuat ada Jemaah Islamiyah (JI) yang berafiliasi dengan Al-qaedah, Jamaah Ansharut Daulah (JAD) terafiliasi dengan ISIS, serta kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT).
Selama ini, masing-masing kementerian atau lembaga memiliki program pencegahan terorisme, ekstremisme, dan radikalisme. Edy memberikan contoh, Kementerian Agama menjalankan program moderasi agama. Esensi dari program ini adalah menjaga martabat kemanusiaan, membangun masyarakat umum dengan prinsip keadalian sesuai norma agama dan sosial.
Polri membuat program polisi masyarakat. Program ini untuk menekan berkembangnya proses radikalisasi di masyarakat. Apalagi, saat ini kelompok ekstrem menyampaikan narasi mereka sudah melalui media digital.
Dengan adanya Perpres Nomor 7 Tahun 2021, semua kementerian atau lembaga, pelaksanan program-program untuk mencegah berkembangnya terorisme, ekstremisme, dan radikalisme, akan semakin kuat dan terukur.
"Perpres ini mensinergikan program kementerian/lembaga untuk bersama menanggulangi terorisme sejak hulu. Jadi bukan untuk mengekang," kata Edy dalam webinar yang digelar Moya Institute bertema Pemberantasan Ekstremisme-Terorisme Pasca Perpres Nomor 7 Tahun 2021, Kamis (25/2/2021).
Edy mengatakan, norma baru mengatur banyak hal, seperti definisi terorisme, pelibatan TNI dalam mencegah terorisme, dan pemulihan korban. Dalam norma baru, latihan fisik tanpa senjata kalau tujuannya untuk terorisme bisa dipidana. Dalam konteks pencegahan, Perpres Nomor 7 akan semakin memperkuat.
Edy menyampaikan setelah reformasi di tahun 2000an, lebih dari 2.000 orang ditangkap karena tindak pidana terorisme. Hal itu mengubah strategi kelompok ekstrem dan radikal dalam menjalankan aksi mereka. Karena itu, strategi pencegahan pun harus berubah.
Setelah reformasi, kelompok ekstrem dan radikal yang cukup kuat ada Jemaah Islamiyah (JI) yang berafiliasi dengan Al-qaedah, Jamaah Ansharut Daulah (JAD) terafiliasi dengan ISIS, serta kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT).
tulis komentar anda